Tarif Logistik Mahal Bikin Ekspor UMKM Mandek, Teten Gandeng Garuda Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengungkapkan, tarif logistik tinggi atau mahal jadi kendala bagi produk UMKM masuk ke pasar ekspor. Hal itu menyebabkan sulitnya bisnis mikro meluaskan pasarnya hingga ke mancanegara.
"UMKM sulit menembus pasar ekspor karena kendala logistik. Saya kira kita perlu bergerak mencari solusi terhadap permasalahan ini, dengan kolaborasi saya kira bisa cari solusi dengan cepat," ungkap Teten.
Selama pandemi Covid-19 tarif logistik mengalami peningkatan 30-40%. Hal ini berdampak pada pengurangan volume ekspor impor hingga pengurangan jadwal kapal dan penerbangan internasional.
Untuk itu, agar dapat terus mendorong pertumbuhan ekspor produk UMKM, pihaknya menggandeng PT Garuda Indonesia (Persero) untuk menangani persoalan logistik sembari mendorong penjualan produk UMKM melalui marketplace.
"Untuk mengatasi biaya logistik kami bekerja sama dengan Garuda Indonesia, kami juga mendukung UMKM melaksanakan ekspor dengan penjualan langsung di marketplace," tuturnya.
Kendala lain UMKM adalah minimnya pengetahuan mereka terhadap pasar luar negeri. Lalu, kualitas produk UMKM yang belum memenuhi standar internasional.
Kemudian, kapasitas produksinya yang masih rendah sehingga kerap kali tidak dapat memenuhi permintaan pasar ekspor. Selanjutnya, biaya sertifikasi untuk produk-produk tertentu yang tidak murah. Kendala-kendala itulah, yang tengah dicarikan solusinya sehingga UMKM dapat naik kelas dengan meluaskan pasarnya ke ranah global.
Saat ini kontribusi ekspor produk UMKM masih tergolong rendah, hanya di level 14,37% dari total ekspor nasional. Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara APEC yang telah mencapai 35%.
Padahal, dalam struktur produk domestik bruto (PDB) nasional, UMKM menjadi tulang punggung perekonomian dengan kontribusi sebesar 60 persen dan penyerapan tenaga kerja 97%.
"UMKM sulit menembus pasar ekspor karena kendala logistik. Saya kira kita perlu bergerak mencari solusi terhadap permasalahan ini, dengan kolaborasi saya kira bisa cari solusi dengan cepat," ungkap Teten.
Selama pandemi Covid-19 tarif logistik mengalami peningkatan 30-40%. Hal ini berdampak pada pengurangan volume ekspor impor hingga pengurangan jadwal kapal dan penerbangan internasional.
Untuk itu, agar dapat terus mendorong pertumbuhan ekspor produk UMKM, pihaknya menggandeng PT Garuda Indonesia (Persero) untuk menangani persoalan logistik sembari mendorong penjualan produk UMKM melalui marketplace.
"Untuk mengatasi biaya logistik kami bekerja sama dengan Garuda Indonesia, kami juga mendukung UMKM melaksanakan ekspor dengan penjualan langsung di marketplace," tuturnya.
Kendala lain UMKM adalah minimnya pengetahuan mereka terhadap pasar luar negeri. Lalu, kualitas produk UMKM yang belum memenuhi standar internasional.
Kemudian, kapasitas produksinya yang masih rendah sehingga kerap kali tidak dapat memenuhi permintaan pasar ekspor. Selanjutnya, biaya sertifikasi untuk produk-produk tertentu yang tidak murah. Kendala-kendala itulah, yang tengah dicarikan solusinya sehingga UMKM dapat naik kelas dengan meluaskan pasarnya ke ranah global.
Saat ini kontribusi ekspor produk UMKM masih tergolong rendah, hanya di level 14,37% dari total ekspor nasional. Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara APEC yang telah mencapai 35%.
Padahal, dalam struktur produk domestik bruto (PDB) nasional, UMKM menjadi tulang punggung perekonomian dengan kontribusi sebesar 60 persen dan penyerapan tenaga kerja 97%.
(akr)