Milenial Diminta Ambil Bagian Kampanye Sampah Elektronik
loading...
A
A
A
TANGERANG - Seiring kemajuan teknologi , banyak perusahaan berinovasi untuk mempermudah pekerjaan manusia. Mereka berlomba-lomba menciptakan berbagai macam peralatan seperti televisi, komputer hingga handphone.
Namun, kemajuan tersebut nyatanya berdampak pada kelestarian lingkungan. Produk tersebut pada akhirnya akan menjadi sampah elektronik (e-waste), jika tidak ditangani dengan baik dan tepat.
Maka tidak heran jika pada 2050 sampah elektronik global diprediksi capai 120 juta ton. Angka tersebut berdasarkan data Organisation for economic Cooperation and development (OECD).
Untuk mengantisipasinya, Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar, mengajak generasi milenial peduli lingkungan, seperti membuang sampah elektronik (e-waste) pada tempatnya. Karena jika dibuang sembarangan akan berdampak pada kesehatan lingkungan.
“Jika populasi 4 juta penduduk, kalau satu orang menghasilkan setengah kilo sampah per hari, berarti di Kabupaten Tangerang ada 2000 ton sampah per hari. Ini menjadi PR bukan hanya Pemda, tetapi juga untuk komunitas dan masyarakat,” ujar Bupati Zaki, pada webinar “Starting Your Bright Idea: Preserving Earth Day through Intergenerational Collaborations” bersama EwasteRJ.
Menurutnya, saat ini pemerintah kabupatan (pemkab) hanya dapat mengelola 600 hingga 800 ton. Sisa dari sampah elektronik tersebut jika tidak dikelola dapat berakhir di tanah kosong, sungai hingga irigasi.
Dia menceritakan dulu ada sekolompok warga di Kabupaten Tangerang, dipekerjakan sebagai pemilah sampah elektronik oleh pihak swasta. Namun karena minimnya pengetahuan warga, akhirnya pemilahan sampah elektronik itu ditutup pada 2016.
Saat itu, warga diketahui membakar sampah elektronik di lokasi pemilahan. Alhasil tidak hanya menimbulkan polusi udara, tetapi juga menimbulkan polusi air, polusi tanah serta berdampak terhadap kesehatan.
Zaki mengatakan, Pemkab Tangerang kemudian terus mengedukasi masyarakat supaya kejadian tersebut tidak terulang. Upaya yang dilakukan yaitu dengan menggandeng seluruh elemen masyarakat salah satunya komunitas EwasteRJ.
“Alhamdulillah setelah ada gerakan ini, banyak sekali yang mau sukarela ikut berperan di Kabupaten Tangerang. Memilah sampah dan mengantarkan ke drop box yang sudah disediakan,” jelasnya.
Dia menjelaskan, sebelum kolaborasi dengan EwasteRJ, Pemkab Tangerang juga sudah memiliki gerakan peduli sampah yang dimulai dari sekolah. Gerakan tersebut bernama Kurangi Sampah Sekolah Kita (Kurasaki), untuk mengurangi sampah di sekolah.
“Ke depan perlu adanya gerakan bagaimana kita bisa meminimalisir penggunaan barang-barang yang nantinya menjadi sampah. Kita semua sama-sama bergerak memberikan edukasi kepada masyarakat,” ujar dia.
“Sampah elektronik seyogyanya harus dikumpulkan terlebih dahulu. Kemudian dibuang ke tempat atau industri yang memang punya sertifikat untuk mengelola sampah,” imbuhnya.
Selain itu, dia menjelaskan jika pandemi covid-19 juga menyumbang sampah khususnya plastik. Karena masyarakat lebih banyak memesan secara daring yang membutuhkan tempat atau wadah plastik.
“Adanya pandemi covid-19 masyarakat jadi lebih sering melakukan pemesanan online. Semakin banyak sampah yang dihasilkan, karena terdapat packaging seperti plastik, boks, bahkan sterofoam,” pungkasnya.
Namun, kemajuan tersebut nyatanya berdampak pada kelestarian lingkungan. Produk tersebut pada akhirnya akan menjadi sampah elektronik (e-waste), jika tidak ditangani dengan baik dan tepat.
Maka tidak heran jika pada 2050 sampah elektronik global diprediksi capai 120 juta ton. Angka tersebut berdasarkan data Organisation for economic Cooperation and development (OECD).
Untuk mengantisipasinya, Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar, mengajak generasi milenial peduli lingkungan, seperti membuang sampah elektronik (e-waste) pada tempatnya. Karena jika dibuang sembarangan akan berdampak pada kesehatan lingkungan.
“Jika populasi 4 juta penduduk, kalau satu orang menghasilkan setengah kilo sampah per hari, berarti di Kabupaten Tangerang ada 2000 ton sampah per hari. Ini menjadi PR bukan hanya Pemda, tetapi juga untuk komunitas dan masyarakat,” ujar Bupati Zaki, pada webinar “Starting Your Bright Idea: Preserving Earth Day through Intergenerational Collaborations” bersama EwasteRJ.
Menurutnya, saat ini pemerintah kabupatan (pemkab) hanya dapat mengelola 600 hingga 800 ton. Sisa dari sampah elektronik tersebut jika tidak dikelola dapat berakhir di tanah kosong, sungai hingga irigasi.
Dia menceritakan dulu ada sekolompok warga di Kabupaten Tangerang, dipekerjakan sebagai pemilah sampah elektronik oleh pihak swasta. Namun karena minimnya pengetahuan warga, akhirnya pemilahan sampah elektronik itu ditutup pada 2016.
Saat itu, warga diketahui membakar sampah elektronik di lokasi pemilahan. Alhasil tidak hanya menimbulkan polusi udara, tetapi juga menimbulkan polusi air, polusi tanah serta berdampak terhadap kesehatan.
Zaki mengatakan, Pemkab Tangerang kemudian terus mengedukasi masyarakat supaya kejadian tersebut tidak terulang. Upaya yang dilakukan yaitu dengan menggandeng seluruh elemen masyarakat salah satunya komunitas EwasteRJ.
“Alhamdulillah setelah ada gerakan ini, banyak sekali yang mau sukarela ikut berperan di Kabupaten Tangerang. Memilah sampah dan mengantarkan ke drop box yang sudah disediakan,” jelasnya.
Dia menjelaskan, sebelum kolaborasi dengan EwasteRJ, Pemkab Tangerang juga sudah memiliki gerakan peduli sampah yang dimulai dari sekolah. Gerakan tersebut bernama Kurangi Sampah Sekolah Kita (Kurasaki), untuk mengurangi sampah di sekolah.
“Ke depan perlu adanya gerakan bagaimana kita bisa meminimalisir penggunaan barang-barang yang nantinya menjadi sampah. Kita semua sama-sama bergerak memberikan edukasi kepada masyarakat,” ujar dia.
“Sampah elektronik seyogyanya harus dikumpulkan terlebih dahulu. Kemudian dibuang ke tempat atau industri yang memang punya sertifikat untuk mengelola sampah,” imbuhnya.
Selain itu, dia menjelaskan jika pandemi covid-19 juga menyumbang sampah khususnya plastik. Karena masyarakat lebih banyak memesan secara daring yang membutuhkan tempat atau wadah plastik.
“Adanya pandemi covid-19 masyarakat jadi lebih sering melakukan pemesanan online. Semakin banyak sampah yang dihasilkan, karena terdapat packaging seperti plastik, boks, bahkan sterofoam,” pungkasnya.
(akr)