Sumbangan ke Negara Besar, Ekspor Hasil Tembakau Perlu Perlindungan dan Insentif

Selasa, 04 Mei 2021 - 21:55 WIB
loading...
Sumbangan ke Negara Besar, Ekspor Hasil Tembakau Perlu Perlindungan dan Insentif
Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum akan keberadaan industri hasil tembakau nasional, pemerintah perlu duduk bersama membuat road map industri IHT. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Arsul Sani mendukung usulan para pelaku industri hasil tembakau (IHT), khususnya Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), supaya pemerintah membentuk peta jalan (road map) Industri Hasil Tembakau (IHT) .

Baca Juga: Muncul Wacana Iklan Rokok Bakal Dihapus Bikin Was-was Industri Tembakau


Peta Jalan ini sebaiknya dibuat bersama oleh instansi pemerintah terkait beserta para pelaku IHT, termasuk para petani tembakau. Hal tersebut disampaikan Ketua APTI Provinsi Nusa Tenggara Barat, Sahminuddin, bersama APTI Jawa Barat di bawah pimpinan Suryana seusai berdiskusi dengan Wakil Ketua MPR, Arsul Sani kepada wartawan di kompleks Gedung Parlemen Senayan Jakarta.

“Sumbangan industri hasil tembakau di Tanah Air terhadap keuangan Negara, khususnya cukai, jauh lebih besar dari pada sumbangan deviden perusahaan milik negara sebelum masa pandemi COVID-19. Sudah sepantasnya industri hasil tembakau nasional mendapat perlindungan pemerintah,” kata Arsul Sani, sebagaimana disampaikan Sahminudin.

Karena itu sambung dia, MPR mendukung segera dibuat Peta Jalan industri hasil tembakau yang berkeadilan, dimana pembuatannya melibatkan semua pihak. Termasuk Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Kesehatan, serta pelaku industri hasil tembakau dan petani.

Sahminudin menjelaskan, menurut Wakil Ketua MPR, selain sumbangan cukai rokok setiap tahun tidak kurang dari Rp180 triliun, industri hasil tembakau juga telah menyerap jutaan tenaga kerja di seluruh Nusantara. Selain itu juga telah menggerakan sektor ekonomi masyarakat. Karena itu IHT harus dipertahankan dan mendapat perlindungan pemerintah.

Namun, kata Sahminudin, sumbangsih besar tersebut seperti dianggap tidak ada artinya. Setiap tahun cukai rokok yang sudah tinggi terus dinaikkan. Padahal setiap kenaikan 1% cukai rokok akan menghilangkan ratusan ribu kesempatan kerja bagi petani tembakau , juga buruh atau pekerja di sektor industri rokok.

“Sebab setiap kenaikkan cukai rokok berimbas pada semakin kurangnya penjualan rokok legal, berkurangnya produksi rokok, berkurangnya pembelian tembakau hasil produksi pertanian tembakau para petani. Serta hilangnya lapangan pekerjaan,” papar Sahminuddin.

Sahminudin menjelaskan, kenaikkan cukai rokok yang dilakukan pemerintah setiap tahun tidak mengurangi jumlah perokok. Para perokok akan tetap ada bahkan bertambah. Mereka beralih ke rokok murah dan ilegal. Jika hal itu terjadi, yang dirugikan bukan hanya pelaku industri rokok dan petani tembakau, juga pemerintah.

“Karena itu, kami meminta agar Bapak Arsul Sani menyampaikan kepada Presiden Jokowi, agar kenaikkan cukai rokok setap tahun tidak besar. Satu digit saja, sekitar 5%. Bila perlu tahun ini tidak dinaikan, untuk membantu pemulihan ekonomi dan menyerap tenaga kerja yang lebih banyak lagi sekaligus untuk melindungi pekerja rokok dan petani tembakau,” harap Sahminuddin.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1076 seconds (0.1#10.140)