Utang Berikut Denda Lapindo Rp1,91 Triliun, Indef: Cukup Fair kalau Pemerintah Menagih Itu

Kamis, 06 Mei 2021 - 20:59 WIB
loading...
Utang Berikut Denda...
Ilustrasi. FOTO/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah sudah banyak mengeluarkan uang untuk menalangi kewajiban anak usaha Lapindo Brantas Inc, PT Minarak Lapindo , menanggulangi bencana Lumpur Lapindo yang terjadi pada 2006 lalu. Hingga kini, persoalan tersebut belum juga selesai.

“Pemerintah sudah keluar duit lumayan banyak, menurut saya cukup fair kalau pemerintah menagih itu ke Lapindo,” ujar Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, saat dihubungi wartawan, Kamis (6/5/2021).

(Baca juga:Melawan Lupa! Utang Lapindo Rp773 Miliar ke Negara Belum Lunas)

Bencana Lumpur Lapindo terjadi pada 29 Mei 2006 lalu. Buntut dari bencana itu, perusahaan konglomerasi Bakrie itu memperoleh pinjaman Rp781,68 miliar, namun utang yang ditarik dari pemerintah (dana talangan) sebesar Rp773,8 miliar.

Hingga saat ini, Lapindo Brantas Inc belum juga melunasi utangnya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya harus mengembalikan uang negara sebesar Rp1,91 triliun.

(Baca juga:Bertahun-tahun Terdampak Lumpur Lapindo, 3 Desa di Sidoarjo Dilebur)

Tauhid Ahmad mengatakan bahwa sampai saat ini, pihak Lapindo belum juga sukses melunasi kewajiban mereka. Ia menganggap hal itu juga harus jadi pertimbangan pemerintah, untuk lebih bijak lagi melakukan penagihan. Kemampuan pihak Lapindo dalam melakukan pembayaran, juga harus dipertimbangkan.

Jika nanti pemerintah terpaksa mengambil alih aset Lapindo, menurut Tauhid Ahmad, pemerintah harus jeli melihat aset-aset Lapindo, yang bisa dianggap berharga. Ia percaya, tidak semua aset Lapindo bisa dianggap berharga.

(Baca juga:Pantang Menyerah, Kemenkeu Kejar Terus Utang Lapindo)

“Aset ini kan yang saya kira nilai value-nya cukup tinggi. Misal lahan tanah dan sebagainya. Kalau yang lain kan umumnya nggak bisa. Kalau masih punya nilai prospek ke depan bagus dan diverifikasi, dinilai oleh appraisal, mungkin patut diperhitungkan,” ujarnya

“Pada pencatatan buku, mungkin nilainya sudah berkurang, karena banyak hal, penyusutan dan sebagainya. Hanya lahan saja yang masih bisa, bangunan dan sebagainya menjadi tidak penting bagi pemerintah,” kata Tauhid Ahmad.

Jika masalah utang Lapindo tidak kunjung selesai, ia khawatir ke depannya negara bisa dirugikan. Kata dia, bisa saja nantinya ada keputusan politis yang akan memutihkan kewajiban Lapindo terhadap pemerintah. Tauhid Ahmad menegaskan bahwa hal itu tidak boleh terjadi.

“Kita juga tidak mau seperti itu. Pemerintah sebaiknya kencang sampai kapanpun. Kan uang negara yang digunakan untuk mengganti kerugian masyarakat,” ujarnya.

Bencana Lumpur Lapindo terjadi pada 29 Mei 2006 lalu, di Sumur Banjarpanji 1, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, bagian dari kegiatan pengeboran eksplorasi gas Blok Brantas. Buntut dari semburan lumpur panas, pada Maret 2007 perusahaan konglomerasi Bakrie itu memperoleh pinjaman Rp781,68 miliar, namun utang yang ditarik dari pemerintah (dana talangan) sebesar Rp773,8 miliar.

Pinjaman tersebut memiliki tenor 4 tahun dengan suku bunga 4,8%, dengan denda 1/1.000 per-hari dari nilai pinjaman. Namun hingga saat ini, Lapindo Brantas Inc belum juga melunasi utangnya. BPK mencatat Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya harus mengembalikan uang negara sebesar Rp1,91 triliun.

Jumat lalu (30/4/3021), Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban menegaskan bahwa pemerintah masih terus berupaya menagih. “Lapindo masih kami teliti, pada dasarnya apa yang ada di catatan pemerintah itu yang akan kita tagihkan,” ujar Rionald.
(dar)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Berita Terkait
Kemenkeu Luruskan Kabar...
Kemenkeu Luruskan Kabar Cristiano Ronaldo Dijadwalkan Makan Malam dengan Sri Mulyani
Sah! Anggaran Kementerian...
Sah! Anggaran Kementerian Keuangan Dipangkas Rp8,9 Triliun
Dirjen Anggaran Isa...
Dirjen Anggaran Isa Rachmatarwata Jadi Tersangka Kasus Jiwasraya, Ini Kata Kemenkeu
Rincian PPN 12% Diumumkan...
Rincian PPN 12% Diumumkan Hari Ini? Prabowo Tiba di Kemenkeu
Kenaikan PPN 12% Nyaris...
Kenaikan PPN 12% Nyaris Tak Pengaruhi Biaya Bahan Baku, Ini Penjelasannya
INDEF: Ekosistem Hilirisasi...
INDEF: Ekosistem Hilirisasi Tembaga Indonesia Tunjukkan Perkembangan Positif dan Punya Nilai Strategi Signifikan
Mengenal 3 Pilar Investasi...
Mengenal 3 Pilar Investasi dalam BP Danantara
Pembangunan IKN Lanjut...
Pembangunan IKN Lanjut di Era Prabowo, Anggaran Tahun Depan Disiapkan Rp15 Triliun
Bahlil Tuding Kemenkeu...
Bahlil Tuding Kemenkeu Sengaja Bikin Pipa Gas Cirebon-Semarang II Gagal
Rekomendasi
Toko Bangunan di Jalan...
Toko Bangunan di Jalan Pahlawan Bandung Ludes Terbakar, Kerugian Capai Rp2 Miliar
Prediksi Formasi Timnas...
Prediksi Formasi Timnas Indonesia jika Dean Zandbergen Dinaturalisasi
Nonton Final Copa del...
Nonton Final Copa del Rey, Streaming Barcelona vs Real Madrid di VISION+
Berita Terkini
10 Negara Penghasil...
10 Negara Penghasil Emas Terbesar di Dunia, Indonesia Urutan ke Berapa?
19 menit yang lalu
Momen Setahun Sekali,...
Momen Setahun Sekali, Dirut IDSurvey Kobarkan Semangat Jaga Eksistensi
32 menit yang lalu
Jepang Buka Lowongan...
Jepang Buka Lowongan Kerja 150.000 Orang, dari Indonesia Paling Dicari
1 jam yang lalu
Harga Emas Antam Anjlok...
Harga Emas Antam Anjlok Rp48.000, Balik Lagi ke Bawah Rp2 Juta per Gram
1 jam yang lalu
Pengusaha Protes Soal...
Pengusaha Protes Soal Larangan Ritel Jualan Rokok di Dekat Sekolah
2 jam yang lalu
Batasi Impor Baja Murah...
Batasi Impor Baja Murah dari China, India Kenakan Tarif 12%
2 jam yang lalu
Infografis
AS Gelontorkan Ribuan...
AS Gelontorkan Ribuan Triliun untuk Ukraina, Hasilnya Mengecewakan
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved