Malaysia-Singapura Lockdown Imbas Kasus Covid-19 Bikin Investor Cemas, Saham Ini Disarankan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lonjakan kasus Covid-19 pada sejumlah negara di Asia telah membuat investor cemas, hingga saat ini menjadi sentimen terbesar dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) . Berikut saham-saham yang bisa menjadi pilihan bagi investor di tengah ketidakpastian.
"Saat ini di regional Asia mulai menunjukkan adanya kenaikan status terutama di negara tetangga kita, yaitu Malaysia dan Thailand. Mereka bahkan sudah memberlakukan pembatasan sosial kembali. Ini kembali membawa kekhawatiran investor akan gangguan dari Covid-19 sendiri untuk pemulihan ekonomi Indonesia," ujar Equity Analyst PT Phillip Sekuritas Indonesia, Dustin Dana Pramitha pada Market Opening IDX Channel, Kamis (20/5/2021).
Sementara dari luar negeri, investor juga mencerna rilis notulen rapat kebijakan the Fed (FOMC) pada bulan April lalu. Dalam notulen tersebut, sejumlah pejabat the Fed berpandangan bahwa jika pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) terus memperoleh momentum, akan tiba saat yang tepat untuk mendiskusikan pengetatan kebijakan moneter.
Untuk pertama kali the Fed memberi petunjuk bahwa sudah dekat waktunya untuk mempertimbangkan mengurangi (tapering) program Quantitative Easing atau pembelian obligasi.
"The Fed mengumumkan akan membawa kembali wacana untuk mengurangi tingkat pembelian obligasi atau tapering. Hal ini menjadi sentimen yang kurang baik untuk emerging market karena saat itu pergerakan yield obligasi US juga akan cenderung meningkat. Jadi tekanan meningkat namun tingkat risiko masih sangat tinggi karena Covid di kawasan Asia juga belum bisa memberikan gambaran positif untuk ekonomi kita," jelas Dustin.
Dia merekomendasikan agar para trader beralih ke saham-saham defensif dan memanfaatkan trading jangka pendek. Beberapa harga komoditas yang masih mengalami penguatan bisa dimanfaatkan para trader yang ingin mencoba memaksimalkan potensi keuntungan.
"Untuk saham blue chip juga masih bisa menjadi pilihan investasi karena melihat dari kinerja keuangannya masih mencatatkan kinerja yang cukup solid. Beberapa emiten di kuartal I/2021 masih mencatatkan kenaikan laba. jadi masih menarik karena sentimen secara keseluruhan masih negatif," tandasnya.
"Saat ini di regional Asia mulai menunjukkan adanya kenaikan status terutama di negara tetangga kita, yaitu Malaysia dan Thailand. Mereka bahkan sudah memberlakukan pembatasan sosial kembali. Ini kembali membawa kekhawatiran investor akan gangguan dari Covid-19 sendiri untuk pemulihan ekonomi Indonesia," ujar Equity Analyst PT Phillip Sekuritas Indonesia, Dustin Dana Pramitha pada Market Opening IDX Channel, Kamis (20/5/2021).
Sementara dari luar negeri, investor juga mencerna rilis notulen rapat kebijakan the Fed (FOMC) pada bulan April lalu. Dalam notulen tersebut, sejumlah pejabat the Fed berpandangan bahwa jika pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) terus memperoleh momentum, akan tiba saat yang tepat untuk mendiskusikan pengetatan kebijakan moneter.
Untuk pertama kali the Fed memberi petunjuk bahwa sudah dekat waktunya untuk mempertimbangkan mengurangi (tapering) program Quantitative Easing atau pembelian obligasi.
"The Fed mengumumkan akan membawa kembali wacana untuk mengurangi tingkat pembelian obligasi atau tapering. Hal ini menjadi sentimen yang kurang baik untuk emerging market karena saat itu pergerakan yield obligasi US juga akan cenderung meningkat. Jadi tekanan meningkat namun tingkat risiko masih sangat tinggi karena Covid di kawasan Asia juga belum bisa memberikan gambaran positif untuk ekonomi kita," jelas Dustin.
Dia merekomendasikan agar para trader beralih ke saham-saham defensif dan memanfaatkan trading jangka pendek. Beberapa harga komoditas yang masih mengalami penguatan bisa dimanfaatkan para trader yang ingin mencoba memaksimalkan potensi keuntungan.
"Untuk saham blue chip juga masih bisa menjadi pilihan investasi karena melihat dari kinerja keuangannya masih mencatatkan kinerja yang cukup solid. Beberapa emiten di kuartal I/2021 masih mencatatkan kenaikan laba. jadi masih menarik karena sentimen secara keseluruhan masih negatif," tandasnya.
(akr)