Membaik, DBS Ramal Pertumbuhan Ekonomi RI Tembus 4% di 2021

Kamis, 27 Mei 2021 - 03:33 WIB
loading...
Membaik, DBS Ramal Pertumbuhan Ekonomi RI Tembus 4% di 2021
Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Bank DBS dalam riset terbaru DBS Asian Insights memperkirakan ekonomi Indonesia akan membaik dan bisa tumbuh 4,0% pada 2021 dan 4,5% pada tahun depan.

Secara umum, Bank DBS juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi ASEAN mencapai 5,2% secara tahunan (year-on-year) pada 2021 dibandingkan pada tahun lalu yang terkontraksi sebesar -4,3%.

Sebagai catatan, tahun lalu ekonomi Indonesia juga kontraksi sebesar 2,1% secara tahunan (yoy) bersama negara lain seperti Malaysia (-5,6%), Singapura (-5,4%), Filipina (-9,5%) dan Thailand (-6,1%).

Ekonom Bank DBS, Radhika Rao mengatakan, negara-negara dengan beban kasus Covid-19 memulai pemulihan secara perlahan (soft start) pada kuartal pertama 2021.

"Program vaksinasi telah dimulai di sejumlah negara dengan kecepatan yang berbeda-beda. Di Asia Tenggara, Indonesia dan Singapura merupakan dua negara yang lebih dulu memulai vaksinasi pada pertengahan Januari 2021," ujar Radhika dalam DBS Asian Insights bertajuk ASEAN-6 Chartbox: Turning-Corner di Jakarta, dikutip Rabu (26/5/2021).



Data Komite Penanggulangan Covid-19 di Indonesia per awal Mei 2021, di Indonesia hingga saat ini sudah lebih dari 12,6 juta dosis vaksin disuntikkan kepada sebagian besar pekerja garis terdepan dan perawat kesehatan, dilanjutkan fase kedua untuk pegawai negeri dan lansia.

Dengan program vaksinasi, jumlah kasus Covid-19 diharapkan semakin terkendali. Mobilitas masyarakat pun dapat kembali normal sehingga membuka peluang terjadinya pemulihan ekonomi tahun ini.

Terlebih lagi beberapa indikator perbaikan perekonomian, seperti tren aktivitas manufaktur negara berkembang di Asia mulai menggeliat. Data Bank DBS menunjukkan, Purchasing Managers Index (PMI), sejak Juli 2020 terus mengalami kenaikan ke level ekspansi dari yang sebelumnya terkontraksi pada awal pandemi atau Maret 2020.

Di sisi lain, Bank DBS melihat pemulihan ekonomi global dan ketangguhan ekonomi China bisa menjadi penggerak ekspor bagi negara-negara kawasan regional. Meski begitu, masih ada sejumlah risiko yang perlu diwaspadai seperti volatilitas pasar obligasi global dan harga minyak mentah dunia.

Pandemi Covid-19 juga berdampak besar terhadap kondisi fiskal dan tingkat utang Indonesia. Berdasarkan Undang-undang (UU) keuangan negara, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dibatasi maksimal 3% terhadap PDB, sedangkan utang pemerintah ditetapkan maksimal 60% terhadap PDB.

Bank DBS mencoba membandingkan kondisi Indonesia dengan negara lain seperti India, Filipina, Thailand, dan Malaysia, beberapa di kawasan yang secara konsisten mengalami defisit anggaran dan berada satu atau dua tingkat di atas sub-investasi.

Bank DBS berpandangan, dibandingkan dengan negara lain, defisit fiskal dan utang Indonesia memang meningkat, namun masih terkelola dengan baik atau masih lebih rendah dari batas maksimal PDB.

Dalam satu dekade terakhir, defisit Indonesia berada di bawah 2,5%, lebih rendah dibandingkan dengan India yang mencapai 7% dan Malaysia 4%. Sedangkan pada 2020-2022, hampir seluruh negara berkembang, termasuk Indonesia memperlebar batas defisit anggaran. Kebijakan ini dilakukan untuk memberikan fleksibilitas keuangan dalam menangani dampak krisis kesehatan.



“Tingkat utang pemerintah Indonesia meski terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, tapi masih jauh di bawah ambang batas yang diizinkan dan lebih rendah dari negara-negara lain,” tuturnya.

Hal tersebut juga diperkuat dengan Lembaga Pemeringkat Fitch yang mempertahankan peringkat utang Indonesia atau Sovereign Credit Rating dengan BBB (investment grade) dengan outlook stabil pada 19 Maret 2021, sesuai rilis yang dikeluarkan Kementerian Keuangan RI pada Rabu (24/3).

Meski rekam jejak fiskal Indonesia lebih menggembirakan jika dibandingkan negara lain di regional, menurut Radhika masih ada sejumlah besar pekerjaaan untuk mendorong penerimaan. Ada pun caranya dengan peningkatan struktural dalam mendorong pendapatan fiskal. Saat ini, pendapatan pajak masih mendominasi penerimaan Indonesia.

“Upaya meningkatkan penerimaan non-komoditas dan pendapatan keseluruhan menjadi prioritas pemerintah. Beberapa upaya baru sudah diperkenalkan melalui program pengampunan pajak (tax amnesty), memperbarui database serta memperluas basis pajak baru untuk e-commerce atau pelaku usaha digital,” kata Radhika.

Di sisi lain, pemerintah juga terus memperkuat tulang punggung kelembagaan untuk mendorong pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid- 19. Salah satunya dengan membentuk Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI), yang lahir dari Undang-undang (UU) Cipta Kerja. Lembaga ini diharapkan mampu menarik lebih banyak investasi asing untuk membiayai pembangunan infrastruktur nasional.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menyatakan optimistis dengan pertumbuhan ekonomi tahun ini. Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun ini berada di kisaran 4,5% hingga 5,3%, jauh lebih baik dari 2020 yang mencapai -2,07%.
(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3235 seconds (0.1#10.140)