Penetrasi Digitalisasi Perbankan Terdongkrak oleh Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nilai transaksi ekonomi digital Indonesia diperkirakan sudah menembus angka USD44 miliar atau sekitar Rp624 triliun (kurs Rp14.200). Angka itu membuat ekonomi digital Indonesia salah satu yang terbesar di kawasan ASEAN .
Ke depannya, angka tersebut bakal terus berkembang hingga mencapai USD124 miliar pada tahun 2025 mendatang. Gelombang digitalisasi ini sejalan dengan melonjaknya penggunaan mobile banking apps di Indonesia, dari sebesar 33% pada Januari 2020 menjadi 39,2% pada Januari 2021 lalu.
Baca juga:Heboh Kriminalisasi Karyawan Indomaret, Kemnaker Panggil Manajemen dan Pekerja
Pandangan itu dilontarkan oleh Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto, dalam keynote speech yang disampaikannya sebagai pembuka diskusi virtual Strategi Digital Bank Untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Data-data ini merupakan kabar bagus, karena secara pasar juga masih tersedia ruang yang sangat luas untuk tumbuh. Masyarakat kita yang banked hingga saat ini masih sebatas 42 juta, sedangkan yang underbanked sebanyak 47 juta dan yang unbanked mencapai 92 juta,” ujar Anung dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu (29/5/2021).
Menurut Anung, penetrasi digitalisasi perbankan di masyarakat tersebut sudah mulai berjalan dan bahkan secara tidak langsung terdorong dengan adanya pandemi Covid-19. Hal tersebut dapat dilihat dari data transaksi digital banking yang selama pandemi melonjak cukup signifikan.
“Dari segi volume transaksi mencapai 513,7 juta, meningkat sebesar 41,53% dibanding tahun lalu. Secara nila transaksi juga meningkat 13,91% secara year on year menjadi Rp2.774,5 triliun,” tutur Anung.
Namun demikian, untuk dapat mengembangkan digitalisasi perbankan di Indonesia, Anung mengingatkan kalangan perbankan nasional bahwa ada sejumlah tantangan yang juga harus dihadapi. Hal itu harus dijawab dengan cermat dan hati-hati agar potensi digitalisasi perbankan yang ada dapat dimanfaatkan secara lebih maksimal.
Anung mencatat setidaknya ada lima tantangan utama bagi industri perbankan nasional untuk dapat mengembangkan business modelnya dalam digital banking.
“Pertama adalah adanya potensi peningkatan risiko serangan siber. Lalu juga kebutuhan investasi yang cukup besar untuk membangun infrastruktur teknologi informasi yang memadai serta ketersediaan talent digital baik secara kualitas dan juga kuantitas memadai,” ungkap Anung.
Ke depannya, angka tersebut bakal terus berkembang hingga mencapai USD124 miliar pada tahun 2025 mendatang. Gelombang digitalisasi ini sejalan dengan melonjaknya penggunaan mobile banking apps di Indonesia, dari sebesar 33% pada Januari 2020 menjadi 39,2% pada Januari 2021 lalu.
Baca juga:Heboh Kriminalisasi Karyawan Indomaret, Kemnaker Panggil Manajemen dan Pekerja
Pandangan itu dilontarkan oleh Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto, dalam keynote speech yang disampaikannya sebagai pembuka diskusi virtual Strategi Digital Bank Untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Data-data ini merupakan kabar bagus, karena secara pasar juga masih tersedia ruang yang sangat luas untuk tumbuh. Masyarakat kita yang banked hingga saat ini masih sebatas 42 juta, sedangkan yang underbanked sebanyak 47 juta dan yang unbanked mencapai 92 juta,” ujar Anung dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu (29/5/2021).
Menurut Anung, penetrasi digitalisasi perbankan di masyarakat tersebut sudah mulai berjalan dan bahkan secara tidak langsung terdorong dengan adanya pandemi Covid-19. Hal tersebut dapat dilihat dari data transaksi digital banking yang selama pandemi melonjak cukup signifikan.
“Dari segi volume transaksi mencapai 513,7 juta, meningkat sebesar 41,53% dibanding tahun lalu. Secara nila transaksi juga meningkat 13,91% secara year on year menjadi Rp2.774,5 triliun,” tutur Anung.
Namun demikian, untuk dapat mengembangkan digitalisasi perbankan di Indonesia, Anung mengingatkan kalangan perbankan nasional bahwa ada sejumlah tantangan yang juga harus dihadapi. Hal itu harus dijawab dengan cermat dan hati-hati agar potensi digitalisasi perbankan yang ada dapat dimanfaatkan secara lebih maksimal.
Anung mencatat setidaknya ada lima tantangan utama bagi industri perbankan nasional untuk dapat mengembangkan business modelnya dalam digital banking.
“Pertama adalah adanya potensi peningkatan risiko serangan siber. Lalu juga kebutuhan investasi yang cukup besar untuk membangun infrastruktur teknologi informasi yang memadai serta ketersediaan talent digital baik secara kualitas dan juga kuantitas memadai,” ungkap Anung.