Kampanye Anti-Tembakau Dianggap Menjalankan Pesan-Pesan Sponsor
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hari Anti-Tembakau sedunia yang diadakan setiap 31 Mei, oleh sejumlah pihak dianggap masih kurang tepat untuk dirayakan di Indonesia. Pasalnya, mereka yang menjadi penggerak peringatan itu dinilai tidak melihat secara utuh bahwa perekonomian nasional sebagian masih ditopang industri hasil tembakau (IHT) . Sebanyak 6 juta tenaga kerja dari hulu hingga hilir diserap di sektor IHT dan sumbangsih di bidang keuangan juga sangat tinggi.
Pandangan ini disampaikan Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Mohammad Nur Azami dan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM) daerah Jawa Timur, Purnomo, kepada pers di Jakarta, dikutip Selasa (1/6/2021).
“Kita punya kepentingan dan ketergantungan sangat besar dari IHT. Selain menyediakan lapangan pekerjaan bagi jutaan tenaga kerja Indonesia, juga pemasukan keuangan yang menopang APBN kita baik dari cukai rokok maupun dari pajak pajak lainnya,” kata Ketua KNPT Azami.
Meski demikian Azami berpendapat, sebagai negara yang menganut azas demokratis, adanya kelompok masyarakat yang ingin merayakan dan menyampaikan pendapat tentang anti-tembakau, sah-sah saja. Pendapat dan gerakan mereka, meski dianggap kurang tepat, tetap harus dihormati.
Baca juga: Siap Bersaing, Ini Janji PLN Soal Layanan Internet ICONNET
“Pemerintah Indonesia sebaiknya tidak terpengaruh oleh desakan dan gerakan masyarakat anti-tembakau yang akan menyelenggarakan peringatan hari anti-tembakau sedunia. Jangan karena desakan masyarakat internasional atau karena khawatir citra negara kita di dunia internasional, jadi ikut-ikutan mendukungan gerakan anti-tembakau,” jelas Azami.
Lebih lanjut Ketua KNPK meminta pemerintah melakukan kajian secara komprehensif atau menyeluruh terhadap sumbangan dan manfaat keberadaan IHT nasional yang selama ini telah menopang perekonomian. Pemerintah jangan hanya melihat dari sudut pengendalian tembakaunya saja, tapi juga lihat kepentingan nasional dari sektor pertanian, ketenaga kerjaan, keuangan dan industri ,” papar Azami.
Sementara itu, Ketua FSP RTMM Jawa Timur Purnomo melihat gerakan maupun kampanye yang dilakukan oleh sekelompok kecil masyarakat yang tergabung di beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM)-anti rokok harus dilawan.
“Mereka bicara dan melakukan gerakan anti-tembakau, tidak melihat situasi dan kondisi negara kita. Mereka melupakan budaya dan kehidupan sosial bangsa kita. Mereka lupa, bahwa industri tembakau itu menyerap jutaan tenaga kerja. Memberikan pemasukan pendapatan buat negara dan menggerakan perekonomian masyarakat. Kampanye dan gerakan anti-tembakau itu hanya menjalankan pesan-pesan sponsor tertentu dari pihak tertentu yang ingin mematikan industri hasil tembakau nasional. Gerakan dan kampanye itu adalah gerakan dan kampanye melawan rakyat Indonesia. Gerakan yang ingin menghancurkan perekonomian nasional. Itu Harus dilawan,” tegas Purnomo.
Purnomo mengingatkan, sekiranya kampanye yang dilakukan sebagian kecil LSM anti-rokok dipenuhi pemerintah. Satu hari masyarakat dilarang merokok. Berapa juta batang rokok yang tidak terserap. Itu berarti kerugian yang amat besar bagi masyarakat sekaligus juga pemerintah. Tenaga kerja kita berhenti bekerja. Dan pemerintah kehilangan pemasukan keuangan dari cukai puluhan triliun.
Baca juga: Muhaimin Iskandar dan Peluang Kader NU Maju Capres 2024
“Apakah para LSM anti-rokok bisa memberikan solusi atas masalah tersebut?” tanya Purnomo sembari melanjutkannya, "Penyakit yang ada di masyarakat banyak disebabkan faktor lain. Bahkan pembunuh nomor satu masyarakat adalah gula yang menyebabkan penyakit kencing manis atau diabetes. Mengapa mereka tidak melakukan gerakan menghentikan atau melarang mengkonsumsi gula? Mengapa hanya rokok yang dikampanyekan untuk dihentikan?”.
Ditambahkan Purnomo, di masa pendemi yang berimbas pada terjadinya krisis ekonomi, ketika ribuan tenaga kerja kehilangan pekerja. Perekonomian masyarakat baik di kota maupun di desa terganggu bahkan hampir ambruk. Industri rokok justru tetap bertahan dengan terus merekrut tenaga kerja. Menyumbang pendapatan bagi negara. Menggerakkan perekonomian dari berbagai sektor dari hulu hingga hilir.
“Industri hasil tembakau nasional harusnya dilindungi dan dilestarikan karena terlihat jelas jasanya bagi pemulihan ekonomi nasional di masa pendemic Covid 19 ini,” papar Purnomo
Sependapat dengan Azami, Purnomo juga meminta pemerintah lebih bijaksana dalam menyikapi gerakan gerakan yang memusuhi industri hasil tembakau. Pemerintah harus lebih memperhatkan kepentingan nasional baik dari sisi ketenagakerjaan, pertanian dan industri. Pemerintah harus memperhatikan kesejahteran jutaan buruh dan petani tembakau daripada memperhatikan kampanye antirokok yang dianggap bisa mematikan perekonomian nasional.
Pandangan ini disampaikan Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Mohammad Nur Azami dan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM) daerah Jawa Timur, Purnomo, kepada pers di Jakarta, dikutip Selasa (1/6/2021).
“Kita punya kepentingan dan ketergantungan sangat besar dari IHT. Selain menyediakan lapangan pekerjaan bagi jutaan tenaga kerja Indonesia, juga pemasukan keuangan yang menopang APBN kita baik dari cukai rokok maupun dari pajak pajak lainnya,” kata Ketua KNPT Azami.
Meski demikian Azami berpendapat, sebagai negara yang menganut azas demokratis, adanya kelompok masyarakat yang ingin merayakan dan menyampaikan pendapat tentang anti-tembakau, sah-sah saja. Pendapat dan gerakan mereka, meski dianggap kurang tepat, tetap harus dihormati.
Baca juga: Siap Bersaing, Ini Janji PLN Soal Layanan Internet ICONNET
“Pemerintah Indonesia sebaiknya tidak terpengaruh oleh desakan dan gerakan masyarakat anti-tembakau yang akan menyelenggarakan peringatan hari anti-tembakau sedunia. Jangan karena desakan masyarakat internasional atau karena khawatir citra negara kita di dunia internasional, jadi ikut-ikutan mendukungan gerakan anti-tembakau,” jelas Azami.
Lebih lanjut Ketua KNPK meminta pemerintah melakukan kajian secara komprehensif atau menyeluruh terhadap sumbangan dan manfaat keberadaan IHT nasional yang selama ini telah menopang perekonomian. Pemerintah jangan hanya melihat dari sudut pengendalian tembakaunya saja, tapi juga lihat kepentingan nasional dari sektor pertanian, ketenaga kerjaan, keuangan dan industri ,” papar Azami.
Sementara itu, Ketua FSP RTMM Jawa Timur Purnomo melihat gerakan maupun kampanye yang dilakukan oleh sekelompok kecil masyarakat yang tergabung di beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM)-anti rokok harus dilawan.
“Mereka bicara dan melakukan gerakan anti-tembakau, tidak melihat situasi dan kondisi negara kita. Mereka melupakan budaya dan kehidupan sosial bangsa kita. Mereka lupa, bahwa industri tembakau itu menyerap jutaan tenaga kerja. Memberikan pemasukan pendapatan buat negara dan menggerakan perekonomian masyarakat. Kampanye dan gerakan anti-tembakau itu hanya menjalankan pesan-pesan sponsor tertentu dari pihak tertentu yang ingin mematikan industri hasil tembakau nasional. Gerakan dan kampanye itu adalah gerakan dan kampanye melawan rakyat Indonesia. Gerakan yang ingin menghancurkan perekonomian nasional. Itu Harus dilawan,” tegas Purnomo.
Purnomo mengingatkan, sekiranya kampanye yang dilakukan sebagian kecil LSM anti-rokok dipenuhi pemerintah. Satu hari masyarakat dilarang merokok. Berapa juta batang rokok yang tidak terserap. Itu berarti kerugian yang amat besar bagi masyarakat sekaligus juga pemerintah. Tenaga kerja kita berhenti bekerja. Dan pemerintah kehilangan pemasukan keuangan dari cukai puluhan triliun.
Baca juga: Muhaimin Iskandar dan Peluang Kader NU Maju Capres 2024
“Apakah para LSM anti-rokok bisa memberikan solusi atas masalah tersebut?” tanya Purnomo sembari melanjutkannya, "Penyakit yang ada di masyarakat banyak disebabkan faktor lain. Bahkan pembunuh nomor satu masyarakat adalah gula yang menyebabkan penyakit kencing manis atau diabetes. Mengapa mereka tidak melakukan gerakan menghentikan atau melarang mengkonsumsi gula? Mengapa hanya rokok yang dikampanyekan untuk dihentikan?”.
Ditambahkan Purnomo, di masa pendemi yang berimbas pada terjadinya krisis ekonomi, ketika ribuan tenaga kerja kehilangan pekerja. Perekonomian masyarakat baik di kota maupun di desa terganggu bahkan hampir ambruk. Industri rokok justru tetap bertahan dengan terus merekrut tenaga kerja. Menyumbang pendapatan bagi negara. Menggerakkan perekonomian dari berbagai sektor dari hulu hingga hilir.
“Industri hasil tembakau nasional harusnya dilindungi dan dilestarikan karena terlihat jelas jasanya bagi pemulihan ekonomi nasional di masa pendemic Covid 19 ini,” papar Purnomo
Sependapat dengan Azami, Purnomo juga meminta pemerintah lebih bijaksana dalam menyikapi gerakan gerakan yang memusuhi industri hasil tembakau. Pemerintah harus lebih memperhatkan kepentingan nasional baik dari sisi ketenagakerjaan, pertanian dan industri. Pemerintah harus memperhatikan kesejahteran jutaan buruh dan petani tembakau daripada memperhatikan kampanye antirokok yang dianggap bisa mematikan perekonomian nasional.
(uka)