Ekonom Ini Minta Pajak Sembako Minimal, Barang Mewah Maksimal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) kini tengah menjadi sorotan. Pasalnya, dalam rancangan beleid itu pemerintah berencana memungut tarif pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako dan sekolah.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menuturkan, reformasi perpajakan merupakan amanah yang harus dilakukan pemerintah dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya perlu mempertimbangkan situasi dan besaran pajaknya.
Baca juga:Betah di Klub Saham Gocapan, Fundamental Grup Bakrie Mengkhawatirkan
“Mengenakan PPN atas barang-barang yang sebelumnya tidak kena pajak, termasuk sembako. Tetapi tarifnya akan sangat rendah, misal dengan skema final 1% sehingga tidak memberatkan masyarakat,” tuturnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, di Jakarta, Kamis (10/6/2021).
Namun, Piter menegaskan, meski besarannya kecil, pengenaan PPN itu tidak dilakukan ketika pandemi masih berlangsung. Soalnya, saat ini daya beli sebagian masyarakat masih terdampak sehingga pengenaan PPN sebesar 1% sekalipun akan memicu kenaikan harga yang bisa memberatkan masyarakat.
Baca juga:Biden kepada Putin: AS Tak Cari Konflik, tapi Akan Merespons Rusia Secara Kuat
“Pemerintah hendaknya melakukan perubahan menunggu waktu yang tepat, yakni ketika perekonomian sudah benar-benar pulih,” ujar Piter.
Lanjut dia, perubahan PPN hendaknya juga dilakukan secara adil dan produktif. Rencana pemerintah mengubah tarif PPN tidak lagi dilakukan secara tunggal sama untuk semua tapi berbeda-beda.
“Pemerintah merencanakan mengubah tarif PPN tidak lagi tunggal sama untuk semua, tapi berbeda-beda. Misalnya, barang-barang kebutuhan pokok dikenakan PPN minimal, sementara barang-barang mewah dikenakan maksimal,” kata dia.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menuturkan, reformasi perpajakan merupakan amanah yang harus dilakukan pemerintah dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya perlu mempertimbangkan situasi dan besaran pajaknya.
Baca juga:Betah di Klub Saham Gocapan, Fundamental Grup Bakrie Mengkhawatirkan
“Mengenakan PPN atas barang-barang yang sebelumnya tidak kena pajak, termasuk sembako. Tetapi tarifnya akan sangat rendah, misal dengan skema final 1% sehingga tidak memberatkan masyarakat,” tuturnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, di Jakarta, Kamis (10/6/2021).
Namun, Piter menegaskan, meski besarannya kecil, pengenaan PPN itu tidak dilakukan ketika pandemi masih berlangsung. Soalnya, saat ini daya beli sebagian masyarakat masih terdampak sehingga pengenaan PPN sebesar 1% sekalipun akan memicu kenaikan harga yang bisa memberatkan masyarakat.
Baca juga:Biden kepada Putin: AS Tak Cari Konflik, tapi Akan Merespons Rusia Secara Kuat
“Pemerintah hendaknya melakukan perubahan menunggu waktu yang tepat, yakni ketika perekonomian sudah benar-benar pulih,” ujar Piter.
Lanjut dia, perubahan PPN hendaknya juga dilakukan secara adil dan produktif. Rencana pemerintah mengubah tarif PPN tidak lagi dilakukan secara tunggal sama untuk semua tapi berbeda-beda.
“Pemerintah merencanakan mengubah tarif PPN tidak lagi tunggal sama untuk semua, tapi berbeda-beda. Misalnya, barang-barang kebutuhan pokok dikenakan PPN minimal, sementara barang-barang mewah dikenakan maksimal,” kata dia.
(uka)