Penasaran Kenapa PLN Bisa Utang Ratusan Triliun? Simak Penjelasan Pengamat Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Utang PT PLN (Persero) yang tembus di atas Rp500 triliun belakangan ini ramai menjadi perbincangan publik. Umumnya, publik bertanya-tanya mengapa PLN berutang begitu besar sementara BUMN kelistrikan tersebut merupakan pemain tunggal bisnis listrik di Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan memberikan penjelasan terkait ini. Secara umum, jelas dia, hal itu berkaitan dengan peran PLN serta penugasaan yang dibebankan pemerintah kepadanya.
"Memang utang PLN mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir ini, tapi berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan, kenaikan ini berbanding lurus dengan jumlah aset yang dimiliki oleh PLN. Hal ini membuktikan bahwa dana pinjaman tersebut digunakan untuk kegiatan produktif," tuturnya dalam keterangan pers, Sabtu (12/6/2021).
Pada periode 2015–2020, kata Mamit, aset PLN meningkat menjadi Rp1.589 triliun, naik sebesar Rp275 triliun. Menurut dia, sesuai dengan Perpres No 4/2016, PLN mendapatkan penugasan untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan seperti FTP-1 dan Program Pembangkit 35.000 MW. Tugas itu, tegas Mamit, jelas membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Kebutuhan untuk program 35.000 MW menurutnya adalah sebesar Rp1.200 triliun. Dari jumlah itu, PLN harus menyediakan dana kurang lebih Rp600 triliun dan selebihnya diharapkan ditutupi menggunakan dana swasta.
"Maka PLN harus putar otak agar penugasan tersebut bisa berjalan. Maka, untuk kebutuhan tersebut, PLN harus menggunakan dana internal, PMN, dan juga pinjaman dari luar," ujarnya.
Dana pinjaman tersebut menurutnya saat ini sudah terkonversi menjadi aset yang dimiliki PLN, dimana infrastruktur tersebut bisa dinikmati oleh masyarakat. Sampai Maret 2021, progress pembangunan 35 GW yang sudah beroperasi adalah 10 GW, jumlah transmisi 23.445 kms serta Gardu Induk dengan kapasitas 83.947 MVA. "Rasio elektrifikasi pun sudah meningkat dalam 5 tahun terakhir dari 88,3% pada 2015 menjadi 99,2% pada 2020," urai Mamit.
Melalui infrastruktur tersebut, saat ini daerah yang dahulu kekurangan pasokan listrik maka pada saat ini kondisi kelistrikan di daerah sudah terpenuhi. Kehandalan pasokan listrik PLN pun menurutnya saat ini sudah sangat bagus karena BUMN kelistrikan tersebut menyadari bahwa saat ini listrik merupakan kebutuhan utama dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.
Di tengah gencarnya pembangunan yang dilakukan, lanjut Mamit, PLN juga masih memberikan kontribusi kepada negara sejak tahun 2015 dalam bentuk pajak dan deviden yang jumlahnya mencapai Rp199,5 triliun. "Patut kita apresiasi apa yang sudah dilakukan oleh PLN saat ini. Mereka pada tahun ini berhasil membukukan keuntungan sebesar Rp5,9 triliun dengan berbagai macam inovasi dan efisiensi yang dilakukan," kata Mamit.
Dia menambahkan, efisiensi yang dilakukan PLN saat ini juga tidak mengurangi keandalan pasokan listrik kepada masyarakat. "Jangan sampai nanti terjadi black out kembali, karena listrik saat ini sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat. Bisa terganggu nanti roda perekonomian," kata Mamit.
Masih berkaitan dengan kinerja PLN dan keandalan pasokan listrik nasional, Mamit pun meminta agar pemerintah dan DPR mengkaji kembali tarif listrik saat ini. Menurut Mamit, saat ini tarif listrik PLN sudah sangat murah jika dibandingkan biaya pokok produksinya.
"Beban keuangan PLN sudah semakin berat, sudah saatnya pemerintah melakukan evaluasi tarif listrik PLN. Sejak tahun 2017 tarif listrik tidak pernah mengalami kenaikan untuk semua golongan," tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan memberikan penjelasan terkait ini. Secara umum, jelas dia, hal itu berkaitan dengan peran PLN serta penugasaan yang dibebankan pemerintah kepadanya.
"Memang utang PLN mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir ini, tapi berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan, kenaikan ini berbanding lurus dengan jumlah aset yang dimiliki oleh PLN. Hal ini membuktikan bahwa dana pinjaman tersebut digunakan untuk kegiatan produktif," tuturnya dalam keterangan pers, Sabtu (12/6/2021).
Pada periode 2015–2020, kata Mamit, aset PLN meningkat menjadi Rp1.589 triliun, naik sebesar Rp275 triliun. Menurut dia, sesuai dengan Perpres No 4/2016, PLN mendapatkan penugasan untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan seperti FTP-1 dan Program Pembangkit 35.000 MW. Tugas itu, tegas Mamit, jelas membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Kebutuhan untuk program 35.000 MW menurutnya adalah sebesar Rp1.200 triliun. Dari jumlah itu, PLN harus menyediakan dana kurang lebih Rp600 triliun dan selebihnya diharapkan ditutupi menggunakan dana swasta.
"Maka PLN harus putar otak agar penugasan tersebut bisa berjalan. Maka, untuk kebutuhan tersebut, PLN harus menggunakan dana internal, PMN, dan juga pinjaman dari luar," ujarnya.
Dana pinjaman tersebut menurutnya saat ini sudah terkonversi menjadi aset yang dimiliki PLN, dimana infrastruktur tersebut bisa dinikmati oleh masyarakat. Sampai Maret 2021, progress pembangunan 35 GW yang sudah beroperasi adalah 10 GW, jumlah transmisi 23.445 kms serta Gardu Induk dengan kapasitas 83.947 MVA. "Rasio elektrifikasi pun sudah meningkat dalam 5 tahun terakhir dari 88,3% pada 2015 menjadi 99,2% pada 2020," urai Mamit.
Melalui infrastruktur tersebut, saat ini daerah yang dahulu kekurangan pasokan listrik maka pada saat ini kondisi kelistrikan di daerah sudah terpenuhi. Kehandalan pasokan listrik PLN pun menurutnya saat ini sudah sangat bagus karena BUMN kelistrikan tersebut menyadari bahwa saat ini listrik merupakan kebutuhan utama dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.
Di tengah gencarnya pembangunan yang dilakukan, lanjut Mamit, PLN juga masih memberikan kontribusi kepada negara sejak tahun 2015 dalam bentuk pajak dan deviden yang jumlahnya mencapai Rp199,5 triliun. "Patut kita apresiasi apa yang sudah dilakukan oleh PLN saat ini. Mereka pada tahun ini berhasil membukukan keuntungan sebesar Rp5,9 triliun dengan berbagai macam inovasi dan efisiensi yang dilakukan," kata Mamit.
Dia menambahkan, efisiensi yang dilakukan PLN saat ini juga tidak mengurangi keandalan pasokan listrik kepada masyarakat. "Jangan sampai nanti terjadi black out kembali, karena listrik saat ini sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat. Bisa terganggu nanti roda perekonomian," kata Mamit.
Masih berkaitan dengan kinerja PLN dan keandalan pasokan listrik nasional, Mamit pun meminta agar pemerintah dan DPR mengkaji kembali tarif listrik saat ini. Menurut Mamit, saat ini tarif listrik PLN sudah sangat murah jika dibandingkan biaya pokok produksinya.
"Beban keuangan PLN sudah semakin berat, sudah saatnya pemerintah melakukan evaluasi tarif listrik PLN. Sejak tahun 2017 tarif listrik tidak pernah mengalami kenaikan untuk semua golongan," tandasnya.
(fai)