Penyederhanaan Tarif Cukai Efektif Kendalikan Konsumsi Rokok
loading...
A
A
A
JAKARTA - Demi mencapai tujuan pengendalian konsumsi tembakau di Indonesia, penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau harus segera dilakukan. Pemerintah juga mulai merencanakan agar struktur tarif cukai hasil tembakau yang kompleks dan rumit menjadi lebih sederhana.
Kasubdit SDM dan Pembiayaan Kesehatan Bappenas Renova Siahaan mengatakan bahwa pihaknya kini telah mendesain pelaksanaan simplifikasi sesuai dengan arahan RPJMN 2020-2024. "Sebenarnya secara bertahap mulai dari 10 layer, menjadi delapan, enam, lima, hingga pada akhirnya 3-5 layer di 2024," ujarnya dalam webinar virtual belum lama ini.
Akan tetapi, kata Renova, kebijakan ini agak tarik ulur karena penyusunan rencana ini tidak hanya dari sisi pemerintah, tetapi juga membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. Adapun, penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau harus segera dilaksanakan karena tanpa simplifikasi ini, kebijakan cukai dinilai kurang signifikan untuk menurunkan jumlah perokok.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan kebijakan penyederhanaan atau simplifikasi struktur tarif cukai rokok perlu untuk didukung supaya pengawasan cukai rokok dapat berjalan efektif di lapangan. Semakin sedikit golongan cukai rokok, maka pengawasan justru semakin mudah. "Langkah simplifikasi struktur rokok sebaiknya didukung oleh semua pihak," tegas Bhima saat dihubungi wartawan (21/6) di Jakarta.
Seperti diketahui, kebijakan simplifikasi sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 77/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024. Terlebih lagi, PMK tersebut sebagai turunan Peraturan Presiden Nomor 18/2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang juga menempatkan rencana penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau sebagai salah satu kebijakan strategis pemerintah. Disampaikan Bhima simplifikasi struktur tarif cukai rokok merupakan pembahasan yang cukup lama dan saat ini mendesak untuk dilakukan penyederhanaan layer. "Saat ini terlalu banyak golongan sampai 10 itu kan sulit ya pengawasannya," kata Bhima.
Ia menjelaskan, dari sisi keadilan justru simplifikasi struktur tarif cukai rokok segmen SKM dan SPM sangat ideal untuk diterapkan. Menurut Bhima, kebijakan simplifikasi akan berdampak pada makin naiknya harga rokok di pasaran. "Kalau semangat cukai adalah pengendalian konsumsi rokok, maka simplifikasi adalah jawabannya," jelasnya.
Bhima yang juga pengamat ekonomi ini menambahkan tidak ada tawar menawar kalau soal simplifikasi rokok. Bhima mengatakan asumsi bahwa struktur tarif cukai rokok yang ada saat ini menguntungkan perusahaan kecil itu tidak tepat. "Kalau ada simplifikasi maka yang benar-benar produsen rokok skala industri kecil akan mendapatkan cukai yang seharusnya. Tanpa simplifikasi cukai rokok maka perusahaan besar yang akan diuntungkan," pungkasnya.
Kasubdit SDM dan Pembiayaan Kesehatan Bappenas Renova Siahaan mengatakan bahwa pihaknya kini telah mendesain pelaksanaan simplifikasi sesuai dengan arahan RPJMN 2020-2024. "Sebenarnya secara bertahap mulai dari 10 layer, menjadi delapan, enam, lima, hingga pada akhirnya 3-5 layer di 2024," ujarnya dalam webinar virtual belum lama ini.
Akan tetapi, kata Renova, kebijakan ini agak tarik ulur karena penyusunan rencana ini tidak hanya dari sisi pemerintah, tetapi juga membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. Adapun, penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau harus segera dilaksanakan karena tanpa simplifikasi ini, kebijakan cukai dinilai kurang signifikan untuk menurunkan jumlah perokok.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan kebijakan penyederhanaan atau simplifikasi struktur tarif cukai rokok perlu untuk didukung supaya pengawasan cukai rokok dapat berjalan efektif di lapangan. Semakin sedikit golongan cukai rokok, maka pengawasan justru semakin mudah. "Langkah simplifikasi struktur rokok sebaiknya didukung oleh semua pihak," tegas Bhima saat dihubungi wartawan (21/6) di Jakarta.
Seperti diketahui, kebijakan simplifikasi sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 77/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024. Terlebih lagi, PMK tersebut sebagai turunan Peraturan Presiden Nomor 18/2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang juga menempatkan rencana penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau sebagai salah satu kebijakan strategis pemerintah. Disampaikan Bhima simplifikasi struktur tarif cukai rokok merupakan pembahasan yang cukup lama dan saat ini mendesak untuk dilakukan penyederhanaan layer. "Saat ini terlalu banyak golongan sampai 10 itu kan sulit ya pengawasannya," kata Bhima.
Ia menjelaskan, dari sisi keadilan justru simplifikasi struktur tarif cukai rokok segmen SKM dan SPM sangat ideal untuk diterapkan. Menurut Bhima, kebijakan simplifikasi akan berdampak pada makin naiknya harga rokok di pasaran. "Kalau semangat cukai adalah pengendalian konsumsi rokok, maka simplifikasi adalah jawabannya," jelasnya.
Bhima yang juga pengamat ekonomi ini menambahkan tidak ada tawar menawar kalau soal simplifikasi rokok. Bhima mengatakan asumsi bahwa struktur tarif cukai rokok yang ada saat ini menguntungkan perusahaan kecil itu tidak tepat. "Kalau ada simplifikasi maka yang benar-benar produsen rokok skala industri kecil akan mendapatkan cukai yang seharusnya. Tanpa simplifikasi cukai rokok maka perusahaan besar yang akan diuntungkan," pungkasnya.
(nng)