Berlaku Mulai 2 Juli, Ini Tarif Baru Ekspor Kelapa Sawit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Keuangan menyesuaikan tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76/PMK.05/2021 tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit .
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, penyesuaian tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku 7 hari setelah diundangkan pada 25 Juni 2021, atau mulai berlaku pada 2 Juli 2021.
"Besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit, termasuk Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya, ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)," kata Sri Mulyani dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (29/6/2021).
Sesuai PMK Nomor 76/PMK.05/2021, batas pengenaan tarif progresif berubah yang semula pada harga CPO USD670/MT menjadi USD750/MT. Apabila harga CPO di bawah atau sama dengan USD750/MT, maka tarif pungutan ekspor tetap, yaitu misalnya untuk tarif produk crude adalah sebesar USD55/MT.
Selanjutnya, setiap kenaikan harga CPO sebesar USD50/MT, maka tarif pungutan ekspor naik sebesar USD20/MT untuk produk crude, dan USD16/MT untuk produk turunan sampai harga CPO mencapai USD1.000. Apabila harga CPO di atas USD1.000, maka tarif tetap sesuai tarif tertinggi masing-masing produk.
Direktur Utama BPDPKS Eddy Aburrachman mengatakan, pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah untuk meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional.
"Hal ini juga dilakukan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan petani kelapa sawit dan keberlanjutan pengembangan layanan pada program pembangunan industri sawit nasional, antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel," paparnya.
Dia menejlaskan, dengan perubahan tarif sesuai PMK Nomor 76/PMK.05/2021, kewajiban eksportir produk kelapa sawit, yaitu pungutan ekspor dan bea keluar secara advalorem turun menjadi maksimal di bawah 30% dari harga CPO, dari saat ini yang mencapai 36,4% (maksimal) dari harga CPO. "Penurunan tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk kelapa sawit di pasar internasional," tandasnya.
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, penyesuaian tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku 7 hari setelah diundangkan pada 25 Juni 2021, atau mulai berlaku pada 2 Juli 2021.
"Besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit, termasuk Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya, ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)," kata Sri Mulyani dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (29/6/2021).
Sesuai PMK Nomor 76/PMK.05/2021, batas pengenaan tarif progresif berubah yang semula pada harga CPO USD670/MT menjadi USD750/MT. Apabila harga CPO di bawah atau sama dengan USD750/MT, maka tarif pungutan ekspor tetap, yaitu misalnya untuk tarif produk crude adalah sebesar USD55/MT.
Selanjutnya, setiap kenaikan harga CPO sebesar USD50/MT, maka tarif pungutan ekspor naik sebesar USD20/MT untuk produk crude, dan USD16/MT untuk produk turunan sampai harga CPO mencapai USD1.000. Apabila harga CPO di atas USD1.000, maka tarif tetap sesuai tarif tertinggi masing-masing produk.
Direktur Utama BPDPKS Eddy Aburrachman mengatakan, pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah untuk meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional.
"Hal ini juga dilakukan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan petani kelapa sawit dan keberlanjutan pengembangan layanan pada program pembangunan industri sawit nasional, antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel," paparnya.
Dia menejlaskan, dengan perubahan tarif sesuai PMK Nomor 76/PMK.05/2021, kewajiban eksportir produk kelapa sawit, yaitu pungutan ekspor dan bea keluar secara advalorem turun menjadi maksimal di bawah 30% dari harga CPO, dari saat ini yang mencapai 36,4% (maksimal) dari harga CPO. "Penurunan tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk kelapa sawit di pasar internasional," tandasnya.
(fai)