ASI Bersuara: Pajak Karbon Bisa Bikin Pabrik Semen Gulung Tikar

Senin, 05 Juli 2021 - 23:15 WIB
loading...
ASI Bersuara: Pajak...
Asosiasi Semen Indonesia (ASI) menolak implementasi pajak karbon kepada pabrik semen karena pengenaan pajak tersebut membuat utilisasi industri kembali terpuruk. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mendorong, agar rencana Kementerian Keuangan (Keuangan) menyiapkan pajak emisi karbon atau carbon tax harus dibicarakan dengan stakeholder terkait. Rencana tersebut tertuang di dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022.

Pajak karbon akan dikenakan berdasar jumlah emisi yang dihasilkan oleh aktivitas ekonomi atau dikenakan atas objek sumber emisi. Objek potensial yang dapat dikenakan pajak karbon seperti bahan bakar fosil dan emisi yang dikeluarkan oleh pabrik atau kendaraan bermotor.



Untuk pengenaan emisi atas aktivitas ekonomi, pemerintah dapat fokus pada sektor padat karbon seperti industri pulp and paper, semen, pembangkit listrik, juga petrokimia.

Ketua ASI Widodo Santoso mengatakan, pihaknya menolak implementasi pajak karbon kepada pabrik semen karena pengenaan pajak tersebut membuat utilisasi industri kembali terpuruk.

“Pengenaan pajak karbon akan membuat biaya produksi bertambah setidaknya Rp50.000 per ton semen. Pabrikan semen bisa gulung tikar dan penerapan pajak karbon tidak relevan,” katanya kepada wartawan, Senin (5/7/2021).

Widodo menilai, kegiatan ekspor adalah satu-satunya cara industri semen nasional untuk mengungkit utilisasi pabrikan. Konsumsi semen nasional pada 2020 belum mampu mengungkit utilisasi ke atas level 60%.

“Untungnya, kegiatan ekspor membuat utilisasi industri semen di level 62% pada 2020 walau permintaan domestik anjlok sekitar 10%,” papar dia.

Lebih lanjut, Widodo menerima masukan untuk menangkal pemanasan global. Cara yang sesuai untuk diterapkan pada industri semen nasional adalah meminimalisasi karbon dengan skema perdagangan karbon.

“Kami mengusulkan pemerintah menetapkan batas atas karbon yang dapat dikeluarkan sebuah pabrikan. Pabrikan dapat mengeluarkan karbon dari yang ditentukan dengan membeli kuota karbon dari pabrikan yang belum menyentuh kuota maksimal,” ujar Widodo.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1547 seconds (0.1#10.140)