Aturan IPO Unicorn-Decacorn Masih Digodok, Ini Kabar Barunya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) tentang multiple voting shares (MVS) atau Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM) masih terus dibahas oleh stakeholder pasar modal Indonesia. Peraturan ini disebut untuk mengakomodir perusahaan rintisan (startup) unicorn atau decacorn yang ingin melakukan penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO).
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna mengatakan, OJK dan BEI selalu berkomunikasi dengan para stakeholders untuk dapat menciptakan kebijakan dan pengaturan yang tepat agar tercipta kondisi pasar yang kondusif.
"Beberapa aspek pengaturan dalam RPOJK tersebut seperti spesifik/jenis industri dari perusahaan yang dapat menerapkan struktur SHSM, rasio hak suara SHSM, pihak penerima SHSM, serta kondisi pengakhiran (sunset provision) SHSM akan terus dikomunikasikan dan didiskusikan dengan para stakeholder agar kebijakan yang dirumuskan tepat sasaran dan bertujuan melindungi kepentingan pemegang saham publik," ujar Nyoman dalam keterangan tertulis, Selasa (20/7/2021).
Nyoman menambahkan, sampai dengan saat ini, OJK bersama SRO (BEI, KPEI dan KSEI) dan para stakeholders di pasar modal sedang berdiskusi dalam penyusunan Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Penerapan Klasifikasi Saham Dengan Hak Suara Multipel Oleh Emiten Dengan Inovasi Dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi Yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas, dimana pada tanggal 8 Juni 2021 lalu, OJK telah melakukan proses Rule Making Rule (RMR) untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari publik
"Kami berharap RPOJK tersebut dapat segera disahkan dan diterbitkan pada tahun ini serta dapat segera dipergunakan oleh calon perusahaan tercatat yang berencana untuk melakukan IPO dengan struktur SHSM," kata dia.
Dia menjelaskan, salah satu latar belakang penerapan SHSM di Indonesia adalah untuk menjaga pengendalian dari para founders yang merupakan key person dalam pertumbuhan sebuah perusahaan. Dengan tetap menjadi pengendali, walaupun persentase kepemilikan pada perusahaan (economic interest) tidak memenuhi syarat pengendalian, para founders ini tetap memiliki power untuk dapat menjaga dan mewujudkan visi & misi perusahaan jangka panjang.
"Khususnya bagi perusahaan yang menggunakan teknologi untuk menciptakan inovasi produk yang meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi serta memiliki kemanfaatan sosial yang luas," ucapnya.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna mengatakan, OJK dan BEI selalu berkomunikasi dengan para stakeholders untuk dapat menciptakan kebijakan dan pengaturan yang tepat agar tercipta kondisi pasar yang kondusif.
"Beberapa aspek pengaturan dalam RPOJK tersebut seperti spesifik/jenis industri dari perusahaan yang dapat menerapkan struktur SHSM, rasio hak suara SHSM, pihak penerima SHSM, serta kondisi pengakhiran (sunset provision) SHSM akan terus dikomunikasikan dan didiskusikan dengan para stakeholder agar kebijakan yang dirumuskan tepat sasaran dan bertujuan melindungi kepentingan pemegang saham publik," ujar Nyoman dalam keterangan tertulis, Selasa (20/7/2021).
Nyoman menambahkan, sampai dengan saat ini, OJK bersama SRO (BEI, KPEI dan KSEI) dan para stakeholders di pasar modal sedang berdiskusi dalam penyusunan Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Penerapan Klasifikasi Saham Dengan Hak Suara Multipel Oleh Emiten Dengan Inovasi Dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi Yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas, dimana pada tanggal 8 Juni 2021 lalu, OJK telah melakukan proses Rule Making Rule (RMR) untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari publik
"Kami berharap RPOJK tersebut dapat segera disahkan dan diterbitkan pada tahun ini serta dapat segera dipergunakan oleh calon perusahaan tercatat yang berencana untuk melakukan IPO dengan struktur SHSM," kata dia.
Dia menjelaskan, salah satu latar belakang penerapan SHSM di Indonesia adalah untuk menjaga pengendalian dari para founders yang merupakan key person dalam pertumbuhan sebuah perusahaan. Dengan tetap menjadi pengendali, walaupun persentase kepemilikan pada perusahaan (economic interest) tidak memenuhi syarat pengendalian, para founders ini tetap memiliki power untuk dapat menjaga dan mewujudkan visi & misi perusahaan jangka panjang.
"Khususnya bagi perusahaan yang menggunakan teknologi untuk menciptakan inovasi produk yang meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi serta memiliki kemanfaatan sosial yang luas," ucapnya.
(nng)