Harga Batubara Naik, Ada Kekhawatiran Produsen Pilih Ekspor daripada Pasok Dalam Negeri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keputusan mencabut pemberian sanksi terhadap produsen batubara yang tak memenuhi persentase minimal penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri dinilai gegabah. Hal itu memunculkan kekhawatiran produsen lebih memilih ekspor ketimbang pasok dalam negeri.
Pengurus Besar HMI menyoroti keputusan mencabut Kepmen ESDM Nomor 261 K/30/MEM/2019 yang mengatur sanksi terhadap produksi batubara yang tak memenuhi persentase minimal penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri alias Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% dari rencana jumlah produksi batubara yang disetujui oleh menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Dalam hal para pemegang izin (IUP/K) dan PKP2B tidak memenuhi persentase minimal penjualan batubara, akan dikenakan kewajiban pembayaran kompensasi terhadap sejumlah kekurangan penjualan batubara dalam rangka pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Ketua Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba PB HMI, Muhamad Ikram Pelesa mengatakan, pemerintah terlalu gegabah dalam mengeluarkan keputusan KEPMEN ESDM Nomor 255.K/30/MEM/2020 yang mencabut pemberian sanksi terhadap produsen batubara yang tak memenuhi persentase minimal penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri.
Sementara secara volume, realisasi DMO pada 2020 hanya menyentuh angka 132 juta ton, lebih rendah dari rencana yang ditetapkan sebesar 155 juta ton.
"Boleh jadi saat ini produsen batubara tengah merayakan jaminan masa depan ekspor yang gemilang di tahun ini. Naiknya harga jual diyakini bakal membangkitkan gairah para pengusaha di sektor ini," katanya.
Sambung dia menerangkan, bayangkan selain harga jual batubara yang melonjak naik, para produsen ini juga telah dibebaskan dari sanksi produksi batubara yang tak memenuhi DMO. Dengan sikap seperti ini, Ikran menyebut negara seolah lemah di hadapan para pengusaha tambang itu
Ikram menduga produsen batubara berupaya monopoli arus produksi agar tampak lesu tidak mencapai target DMO akibat pandemi Covid-19 untuk mengejar kebijakan relaksasi dan penghapusan sanksi produksi batubara yang tidak memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebab, ketika perusahaan tersebut lebih memilih ekspor ketimbang memenuhi kebetuhan dalam negeri, tidak ada lagi sanksi yang menanti.
"Mungkin skenarionya begini, produksi dibuat turun karena pandemi, kemudian minta pemerintah hapus sanksi ketika target DMO tidak terpenuhi, kemudian dikabulkan dengan komitmen harus penuhi pasokan dalam negeri," kata Ikram.
Pengurus Besar HMI menyoroti keputusan mencabut Kepmen ESDM Nomor 261 K/30/MEM/2019 yang mengatur sanksi terhadap produksi batubara yang tak memenuhi persentase minimal penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri alias Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% dari rencana jumlah produksi batubara yang disetujui oleh menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Dalam hal para pemegang izin (IUP/K) dan PKP2B tidak memenuhi persentase minimal penjualan batubara, akan dikenakan kewajiban pembayaran kompensasi terhadap sejumlah kekurangan penjualan batubara dalam rangka pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Ketua Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba PB HMI, Muhamad Ikram Pelesa mengatakan, pemerintah terlalu gegabah dalam mengeluarkan keputusan KEPMEN ESDM Nomor 255.K/30/MEM/2020 yang mencabut pemberian sanksi terhadap produsen batubara yang tak memenuhi persentase minimal penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri.
Sementara secara volume, realisasi DMO pada 2020 hanya menyentuh angka 132 juta ton, lebih rendah dari rencana yang ditetapkan sebesar 155 juta ton.
"Boleh jadi saat ini produsen batubara tengah merayakan jaminan masa depan ekspor yang gemilang di tahun ini. Naiknya harga jual diyakini bakal membangkitkan gairah para pengusaha di sektor ini," katanya.
Sambung dia menerangkan, bayangkan selain harga jual batubara yang melonjak naik, para produsen ini juga telah dibebaskan dari sanksi produksi batubara yang tak memenuhi DMO. Dengan sikap seperti ini, Ikran menyebut negara seolah lemah di hadapan para pengusaha tambang itu
Ikram menduga produsen batubara berupaya monopoli arus produksi agar tampak lesu tidak mencapai target DMO akibat pandemi Covid-19 untuk mengejar kebijakan relaksasi dan penghapusan sanksi produksi batubara yang tidak memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebab, ketika perusahaan tersebut lebih memilih ekspor ketimbang memenuhi kebetuhan dalam negeri, tidak ada lagi sanksi yang menanti.
"Mungkin skenarionya begini, produksi dibuat turun karena pandemi, kemudian minta pemerintah hapus sanksi ketika target DMO tidak terpenuhi, kemudian dikabulkan dengan komitmen harus penuhi pasokan dalam negeri," kata Ikram.