IPO Unicorn Bisa Dongkrak Nilai Kapitalisasi Pasar Modal Indonesia Sebesar Rp553,9 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - IPO Unicorn ini diyakini akan bermanfaat bagi pendalaman pasar modal Indonesia. Salah satu potensi manfaat yang akan didapatkan jika unicorn melantai di bursa adalah peningkatan kapitalisasi pasar (market cap) pasar modal Indonesia.
“Potensi peningkatan nilai kapitalisasi pasar modal Indonesia sebesar Rp553,9 triliun atau sebesar 7,69% dengan tercatatnya 6 perusahaan unicorn di Indonesia,” ujar Kepala Divisi Pengembangan Start-up dan SME BEI, Aditya Nugraha
dalam acara Edukasi Wartawan Pasar Modal secara virtual.
Seperti diketahui Bursa Efek Indonesia (BEI) terus melakukan persiapan guna mengakomodasi perusahaan-perusahaan rintisan (startup) dengan valuasi lebih dari USD1 Miliar (unicorn) untuk segera melakukan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) di bursa.
Aditya menuturkan, keberhasilan unicorn IPO di pasar modal Indonesia akan meningkatkan kredibilitas pasar modal Indonesia dan meningkatkan hasrat calon unicorn lainnya untuk IPO dan tercatat di BEI.
“Terdapat sekitar 37 perusahaan yang berkategori centaur (startup dengan valuasi USD100 juta-USD1 miliar) juga berpotensi ke depan untuk IPO dengan nilai fundraised dan nilai kapitalisasi pasar yang besar,” ungkapnya.
Selain itu, Aditya menerangkan, bahwa jumlah pengguna yang besar dari masing-masing perusahaan teknologi di Indonesia memunculkan potensi pertumbuhan investor di pasar modal Indonesia melalui konversi pengguna menjadi investor perusahaan tersebut.
"Jadi, number of new investor, potensinya sangat besar. Ini menjadi salah satu aspek yang kita harapkan akan meningkat ketika unicorn IPO atau listing di BEI,” ucapnya.
Kemudian, dikatakan Aditya, adanya capital inflow, yaitu penambahan perusahaan tercatat dari industri teknologi meningkatkan potensi Indonesia sebagai satu tujuan investasi bagi investor global. “Komposisi dari sektor teknologi di portofolio investor diperkirakan akan semakin meningkat di tahun-tahun mendatang,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Layanan dan Pengembangan Perusahaan Tercatat BEI, Saptono Adi Junarso mengungkapkan, bahwa sejak 2019, pihak BEI bersama OJK terus menggagas peraturan mengenai multiple voting shares (MVS) atau Saham Hak Suara Multiple (SHSM) untuk mengakomodir unicorn IPO di bursa.
“Saat ini sudah pada tahapan RPOJK, semoga bisa keluar secepatnya. Pembahasan sudah final di OJK, dan semoga bisa digunakan untuk mengakomodir unicorn-unicorn lain untuk IPO di BEI,” ujarnya.
Di samping itu, sebagai bentuk perlindungan investor, Saptono mengatakan bahwa pihaknya tengah menyiapkan memberikan notasi khusus kepada perusahaan tercatat yang memiliki SHSM dalam struktur permodalannya di tahap pertama.
“Menurut kami, investor harus aware, bahwa perusahaan-perusahaan ini adalah perusahaan yang akan menerapkan model bisnis berbeda. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan ini ada yang menggunakan SHSM, maka kami sedang menyiapkan notasi khusus yang akan disematkan selama perusahaan ini masih menerapkan SHSM,” pungkasnya.
“Potensi peningkatan nilai kapitalisasi pasar modal Indonesia sebesar Rp553,9 triliun atau sebesar 7,69% dengan tercatatnya 6 perusahaan unicorn di Indonesia,” ujar Kepala Divisi Pengembangan Start-up dan SME BEI, Aditya Nugraha
dalam acara Edukasi Wartawan Pasar Modal secara virtual.
Seperti diketahui Bursa Efek Indonesia (BEI) terus melakukan persiapan guna mengakomodasi perusahaan-perusahaan rintisan (startup) dengan valuasi lebih dari USD1 Miliar (unicorn) untuk segera melakukan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) di bursa.
Aditya menuturkan, keberhasilan unicorn IPO di pasar modal Indonesia akan meningkatkan kredibilitas pasar modal Indonesia dan meningkatkan hasrat calon unicorn lainnya untuk IPO dan tercatat di BEI.
“Terdapat sekitar 37 perusahaan yang berkategori centaur (startup dengan valuasi USD100 juta-USD1 miliar) juga berpotensi ke depan untuk IPO dengan nilai fundraised dan nilai kapitalisasi pasar yang besar,” ungkapnya.
Selain itu, Aditya menerangkan, bahwa jumlah pengguna yang besar dari masing-masing perusahaan teknologi di Indonesia memunculkan potensi pertumbuhan investor di pasar modal Indonesia melalui konversi pengguna menjadi investor perusahaan tersebut.
"Jadi, number of new investor, potensinya sangat besar. Ini menjadi salah satu aspek yang kita harapkan akan meningkat ketika unicorn IPO atau listing di BEI,” ucapnya.
Kemudian, dikatakan Aditya, adanya capital inflow, yaitu penambahan perusahaan tercatat dari industri teknologi meningkatkan potensi Indonesia sebagai satu tujuan investasi bagi investor global. “Komposisi dari sektor teknologi di portofolio investor diperkirakan akan semakin meningkat di tahun-tahun mendatang,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Layanan dan Pengembangan Perusahaan Tercatat BEI, Saptono Adi Junarso mengungkapkan, bahwa sejak 2019, pihak BEI bersama OJK terus menggagas peraturan mengenai multiple voting shares (MVS) atau Saham Hak Suara Multiple (SHSM) untuk mengakomodir unicorn IPO di bursa.
“Saat ini sudah pada tahapan RPOJK, semoga bisa keluar secepatnya. Pembahasan sudah final di OJK, dan semoga bisa digunakan untuk mengakomodir unicorn-unicorn lain untuk IPO di BEI,” ujarnya.
Di samping itu, sebagai bentuk perlindungan investor, Saptono mengatakan bahwa pihaknya tengah menyiapkan memberikan notasi khusus kepada perusahaan tercatat yang memiliki SHSM dalam struktur permodalannya di tahap pertama.
“Menurut kami, investor harus aware, bahwa perusahaan-perusahaan ini adalah perusahaan yang akan menerapkan model bisnis berbeda. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan ini ada yang menggunakan SHSM, maka kami sedang menyiapkan notasi khusus yang akan disematkan selama perusahaan ini masih menerapkan SHSM,” pungkasnya.
(akr)