Milenial Harus Manfaatkan Teknologi Digital untuk Kegiatan Produktif
loading...
A
A
A
Tiga tahun ke depan jumlah peserta yang ditarget mencapai 50 juta dan tersebar di 514 kabupaten/kota. Ada empat pilar yang menjadi fokus pelatihan, yakni cakap bermedia digital, budaya, aman, dan etis bermedia digital. Pemerintah juga berencana memberikan 700.000 beasiswa dalam bingkai Talent Scholarship.
Selain itu, ada program Digital Leadership Academy. Ini bertujuan melahirkan para pengambil kebijakan yang paham dengan lanskap isu digital. Program lainnya, yakni Sekolah Beta untuk pelaku usaha ekonomi digital, 1.000 startup digital, Startup Studio, dan Hub.id. Semua itu sebagai wadah pengembangan kemampuan dan upscaling usaha bagi masyarakat yang berminat menjadi pionir perusahaan rintisan dan ekonomi berbasis teknologi.
Dedy mengklaim, Kementerian Kominfo telah berkolaborasi dengan penggiat perusahaan rintisan nasional untuk memberikan pendampingan dan pengembangan perusahaan rintisan di daerah. Saat ini program ini telah hadir di 20 kota. Bukan perkara mudah menjangkau dan mendorong masyarakat di daerah untuk cepat berkembang. Sebab, mereka mengalami sejumlah masalah, modal, penguasaan iptek, infrastruktur, dan tidak ada mentor bisnis.
“Dari sisi Kementerian Kominfo, tantangannya adalah merencanakan metode pengajaran dan kurikulum program pengembangan keterampilan digital yang inklusif. Juga, mengakomodasi ragam kebutuhan wilayah Indonesia. Namun, dengan terus mengevaluasi dan memutakhirkan program yang ada, kami percaya diri bahwa kendala tersebut dapat terselesaikan,” ucapnya kepada KORAN SINDO kemarin.
Dedy mengungkapkan, berbagai asosiasi TIK, digital, e-commerce, dan perusahaan teknologi telah banyak berkontribusi dalam pengembangan masyarakat di perdesaan dan pelosok. ”Berbagai inisiasi pengembangan kapasitas digital seperti Gerakan Nasional Literasi Digital, Digital Talent Scholarship, dan Starupdigital.id dilakukan dalam kolaborasi erat dengan perwakilan asosiasi,” pungkasnya.
Pengamat Pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin menilai, pandemi saat ini membuat masyarakat dari semua usia semakin dekat dengan teknolgi. Hal ini dinilai sebagai kesempatan besar untuk meningkatkan kualitas untuk pandai di bidang teknologi infromasi.
“Mulai dari sekarang, khususnya anak SD (belajar) untuk berpikir logis, kritis dapat memecahkan masalah, sensitif dengan masalah lalu, kreatif dan komunikatif,” jelas Totok.
Itu semua merupakan soft skill sebagai bekal awal untuk melanjutkan pada kompetensi teknologi informasi yang lain seperti coding dan programming. Seorang programmer harus memiliki pikiran logis dahulu sebelum dia bisa menyelesaikan coding.
Dia menilai, kurikulum di sekolah juga harus menyesuaikan dengan tantangan ke depan, yakni menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul yang menguasai teknologi. Apakah kurikulum itu masih relevan dengan kebutuhan lima tahun mendatang. “Sebenarnya sudah menuju ke arah digital karena Kemendikbud memberikap laptop kepad anak-anak dengan anggaran fantastis. Tetapi, yang dibutuhkan bukan hanya secara fisik anak memiliki perangkat, namun kelengkapan lain guru dan anak itu sendiri apakah mereka sudah siap,” tuturnya.
Para guru pun dapat terus meningkatkan kemampuan digital, mendampingi anak yang sekarang sudah belajar menggunakan laptop. Semua bahan pengajaran harus mampu memberikan soft skill sebagai bekal untuk belajar teknologi informasi lebih lanjut.
Selain itu, ada program Digital Leadership Academy. Ini bertujuan melahirkan para pengambil kebijakan yang paham dengan lanskap isu digital. Program lainnya, yakni Sekolah Beta untuk pelaku usaha ekonomi digital, 1.000 startup digital, Startup Studio, dan Hub.id. Semua itu sebagai wadah pengembangan kemampuan dan upscaling usaha bagi masyarakat yang berminat menjadi pionir perusahaan rintisan dan ekonomi berbasis teknologi.
Dedy mengklaim, Kementerian Kominfo telah berkolaborasi dengan penggiat perusahaan rintisan nasional untuk memberikan pendampingan dan pengembangan perusahaan rintisan di daerah. Saat ini program ini telah hadir di 20 kota. Bukan perkara mudah menjangkau dan mendorong masyarakat di daerah untuk cepat berkembang. Sebab, mereka mengalami sejumlah masalah, modal, penguasaan iptek, infrastruktur, dan tidak ada mentor bisnis.
“Dari sisi Kementerian Kominfo, tantangannya adalah merencanakan metode pengajaran dan kurikulum program pengembangan keterampilan digital yang inklusif. Juga, mengakomodasi ragam kebutuhan wilayah Indonesia. Namun, dengan terus mengevaluasi dan memutakhirkan program yang ada, kami percaya diri bahwa kendala tersebut dapat terselesaikan,” ucapnya kepada KORAN SINDO kemarin.
Dedy mengungkapkan, berbagai asosiasi TIK, digital, e-commerce, dan perusahaan teknologi telah banyak berkontribusi dalam pengembangan masyarakat di perdesaan dan pelosok. ”Berbagai inisiasi pengembangan kapasitas digital seperti Gerakan Nasional Literasi Digital, Digital Talent Scholarship, dan Starupdigital.id dilakukan dalam kolaborasi erat dengan perwakilan asosiasi,” pungkasnya.
Pengamat Pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin menilai, pandemi saat ini membuat masyarakat dari semua usia semakin dekat dengan teknolgi. Hal ini dinilai sebagai kesempatan besar untuk meningkatkan kualitas untuk pandai di bidang teknologi infromasi.
“Mulai dari sekarang, khususnya anak SD (belajar) untuk berpikir logis, kritis dapat memecahkan masalah, sensitif dengan masalah lalu, kreatif dan komunikatif,” jelas Totok.
Itu semua merupakan soft skill sebagai bekal awal untuk melanjutkan pada kompetensi teknologi informasi yang lain seperti coding dan programming. Seorang programmer harus memiliki pikiran logis dahulu sebelum dia bisa menyelesaikan coding.
Dia menilai, kurikulum di sekolah juga harus menyesuaikan dengan tantangan ke depan, yakni menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul yang menguasai teknologi. Apakah kurikulum itu masih relevan dengan kebutuhan lima tahun mendatang. “Sebenarnya sudah menuju ke arah digital karena Kemendikbud memberikap laptop kepad anak-anak dengan anggaran fantastis. Tetapi, yang dibutuhkan bukan hanya secara fisik anak memiliki perangkat, namun kelengkapan lain guru dan anak itu sendiri apakah mereka sudah siap,” tuturnya.
Para guru pun dapat terus meningkatkan kemampuan digital, mendampingi anak yang sekarang sudah belajar menggunakan laptop. Semua bahan pengajaran harus mampu memberikan soft skill sebagai bekal untuk belajar teknologi informasi lebih lanjut.