Ingin Bersaing? Literasi Digital UMKM Harus Ditingkatkan
loading...
A
A
A
Langkah ini sejalan dengan program digitalisasi yang dicanangkan pemerintah dengan target 30 juta pelaku UMKM masuk dalam ekosistem digital pada 2024. Meskipun tidak mudah, Hanung menegaskan program harus tetap dilaksanakan demi perbaikan struktur ekonomi nasional yang didominasi oleh sektor usaha tersebut.
Menurut Hanung, beragam kemudahan bisa diperoleh para pelaku UMKM yang go digital. Misalnya, pendanaan atau pinjaman. Beberapa perusahaan platform digital dikabarkan menyediakan akses pinjaman bagi pelaku usaha yang bergabung di aplikasi buatannya. Di sisi lain, tidak semua platform mengenakan wajib bayar bagi pelaku usaha yang memanfaatkan aplikasinya.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memiliki target bisa melatih dan membuat 26.000 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) aktif berjualan di berbagai platform digital pada tahun ini. hambatannya, masih banyak yang gagap teknologi (gaptek).
Pelaksana Tugas Direktur Ekonomi Digital Kementerian Kominfo I Nyoman Adhiarna mengatakan, direktoratnya akan memberikan aplikasi gratis kepada pelaku UMKM. Kominfo bekerja sama dengan Jubelio yang menjadi aggregator dengan banyak marketplace. Nantinya, pelaku UMKM tidak lagi memantau penjualan produk di setiap akun marketplace. “Yang kami berikan adalah penggunaan aplikasi gratis karena kami yang bayarin. Kami berikan toolkit berupa pulsa untuk pelatihan lewat Zoom. Itu sekitar 44 Gb per bulan. Kemudian kami memberikan aplikasi manajemen learning system. Isinya berbagai macam paket-paket pelatihan UMKM,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO.
Kemenkominfo mempunyai alasan mengapa bekerja sama dengan Jubelio. Aplikasi itu sudah populer digunakan marketplace. “Kalau bikin sendiri enggak bagus dan biasanya mahal,” ucapnya.
Nyoman menerangkan, kementeriannya menargetkan pelatihan kepada UMKM yang menjadi maker (produsen), bukan reseller (pedagang kedua). “Banyak reseller UMKM yang ingin ikut pelatihan kami. Namun, kami tolak karena kami fokus pada maker. Kalau UMKM pedagang biarlah itu di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koperasi (dan UMKM). Maker itu ada makanan (food & beverage), termasuk pedagang kaki lima. Juga kriya atau kerajinan, dan fashion atau busana,” tuturnya.
Kominfo tidak hanya menghelat pelatihan secara daring, tapi mendatangi satu per satu pelaku UMKM. Kominfo menyiapkan 90 fasilitator di 10 destinasi wisata prioritas. Misalnya di Labuan Bajo, Kominfo menempatkan sembilan orang. Mereka ditargetkan bisa melatih hingga 2.700 orang. Data sementara, ada 11.000 pelaku UMKM yang telah dilatih dan aktif berjualan di marketplace.
Pelatihan biasanya berupa cara bagaimana mengunduh dan mengoperasikan aplikasi. Terlihat sederhana bagi orang-orang yang sudah akrab dengan gawai dan teknologi informasi (TI). Namun, situasi di lapangan tak semudah yang dibayangkan. Nyoman Adhiarna pernah dikeluhkan pelaku UMKM mengenai kesulitan mereka itu.
Mereka yang berproduksi pun bilang, cukup satu orang yang diajari aplikasi dan cara berjualan secara daring, sisanya cukup fokus pada produksi. Nyoman langsung menolak. Baginya, semuanya harus bisa mengoperasikan gawai, melek teknologi informasi (TI), dan berjualan secara daring dengan fasih. Hambatan lainnya, banyak pelaku UMKM yang belum memiliki ponsel pintar. Ini menyulitkan Kementerian Kominfo dalam memberikan pelatihan secara daring dan mengajak mereka bermigrasi ke pasar digital.
Menurut Hanung, beragam kemudahan bisa diperoleh para pelaku UMKM yang go digital. Misalnya, pendanaan atau pinjaman. Beberapa perusahaan platform digital dikabarkan menyediakan akses pinjaman bagi pelaku usaha yang bergabung di aplikasi buatannya. Di sisi lain, tidak semua platform mengenakan wajib bayar bagi pelaku usaha yang memanfaatkan aplikasinya.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memiliki target bisa melatih dan membuat 26.000 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) aktif berjualan di berbagai platform digital pada tahun ini. hambatannya, masih banyak yang gagap teknologi (gaptek).
Pelaksana Tugas Direktur Ekonomi Digital Kementerian Kominfo I Nyoman Adhiarna mengatakan, direktoratnya akan memberikan aplikasi gratis kepada pelaku UMKM. Kominfo bekerja sama dengan Jubelio yang menjadi aggregator dengan banyak marketplace. Nantinya, pelaku UMKM tidak lagi memantau penjualan produk di setiap akun marketplace. “Yang kami berikan adalah penggunaan aplikasi gratis karena kami yang bayarin. Kami berikan toolkit berupa pulsa untuk pelatihan lewat Zoom. Itu sekitar 44 Gb per bulan. Kemudian kami memberikan aplikasi manajemen learning system. Isinya berbagai macam paket-paket pelatihan UMKM,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO.
Kemenkominfo mempunyai alasan mengapa bekerja sama dengan Jubelio. Aplikasi itu sudah populer digunakan marketplace. “Kalau bikin sendiri enggak bagus dan biasanya mahal,” ucapnya.
Nyoman menerangkan, kementeriannya menargetkan pelatihan kepada UMKM yang menjadi maker (produsen), bukan reseller (pedagang kedua). “Banyak reseller UMKM yang ingin ikut pelatihan kami. Namun, kami tolak karena kami fokus pada maker. Kalau UMKM pedagang biarlah itu di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koperasi (dan UMKM). Maker itu ada makanan (food & beverage), termasuk pedagang kaki lima. Juga kriya atau kerajinan, dan fashion atau busana,” tuturnya.
Kominfo tidak hanya menghelat pelatihan secara daring, tapi mendatangi satu per satu pelaku UMKM. Kominfo menyiapkan 90 fasilitator di 10 destinasi wisata prioritas. Misalnya di Labuan Bajo, Kominfo menempatkan sembilan orang. Mereka ditargetkan bisa melatih hingga 2.700 orang. Data sementara, ada 11.000 pelaku UMKM yang telah dilatih dan aktif berjualan di marketplace.
Pelatihan biasanya berupa cara bagaimana mengunduh dan mengoperasikan aplikasi. Terlihat sederhana bagi orang-orang yang sudah akrab dengan gawai dan teknologi informasi (TI). Namun, situasi di lapangan tak semudah yang dibayangkan. Nyoman Adhiarna pernah dikeluhkan pelaku UMKM mengenai kesulitan mereka itu.
Mereka yang berproduksi pun bilang, cukup satu orang yang diajari aplikasi dan cara berjualan secara daring, sisanya cukup fokus pada produksi. Nyoman langsung menolak. Baginya, semuanya harus bisa mengoperasikan gawai, melek teknologi informasi (TI), dan berjualan secara daring dengan fasih. Hambatan lainnya, banyak pelaku UMKM yang belum memiliki ponsel pintar. Ini menyulitkan Kementerian Kominfo dalam memberikan pelatihan secara daring dan mengajak mereka bermigrasi ke pasar digital.