Beranikah Jokowi Tangkap Perampok Dana BLBI di Singapura? Ini Jawabannya

Jum'at, 27 Agustus 2021 - 22:47 WIB
loading...
Beranikah Jokowi Tangkap...
Ilustrasi Singapura. FOTO/Therealsingapore
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kasus skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dibuka kembali setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan SP3 atau memberhentikan penyidikan kasus ini. Berdasarkan laporan Satgas BLBI , ternyata banyak obligor/debitur selama 22 tahun tak melunasi utang dana BLBI justru sembunyi di Singapura.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui pemerintah banyak kendala menangkap obligor/debitur yang saat ini kebanyakan berada di luar negeri apalagi menyita aset yang diperkirakan mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp110,45 triliun. Pasalnya pemerintah tidak bisa sembarangan masuk ke negara orang lain lantaran memiliki aturan hukum berbeda dengan Indonesia.

"Ada aturan yurisdiksi dan hukum berbeda dan kompleks," kata dia saat konferensi pers, Jumat (27/8/2021).



Meski begitu, Presiden Jokowi tak pantang menyerah. Ia meminta kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani membentuk Satgas BLBI tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI yang telah ditetapkan pada 6 April 2021 sampai masa tugas 31 Desember 2023. Menurut dia, itu merupakan hak tagih negara yang berasal dari krisis perbankan pada 1997-1998.

"Jadi memang pada saat itu negara melakukan bailout melalui Bank Indonesia yang sampai hari ini pemerintah masih harus membayar biaya tersebut," ujarnya

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan Satgas BLBI dibentuk dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih negara atas sisa piutang negara dari dana BLBI maupun aset properti. Jika ditarik ke belakang, pada 1997-1998 terjadi krisis moneter alias krismon yang diawali melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.

Setelah adanya paket deregulasi perbankan Oktober 1988 (Pakto 88), bank-bank baru bermunculan seiring kemudahan izin mendirikan bank. Saat itu orang bisa bikin bank hanya dengan modal Rp 1 miliar namun tidak dibarengi dengan manajerial yang mumpuni sehingga pemerintah dipaksa untuk melakukan apa yang disebut penjaminan blanket guarantee kepada seluruh perbankan di Indonesia.

"Dalam proses itu dalam rangka untuk menjaga stabilitas sistem keuangan maka Bank Indonesia melakukan apa yang disebut bantuan likuiditas kepada bank-bank yang mengalami kesulitan," kata dia.

Ia menjelaskan bahwa bantuan likuiditas itu dibiayai dalam bentuk surat utang negara, yaitu surat utang negara yang diterbitkan oleh pemerintah yang sampai sekarang masih dipegang oleh Bank Indonesia.



Pemerintah selama 22 tahun, tentu dalam hal ini membayar pokok juga bunga utang. Guna mengurangi atau mengompensasi penyelamatan perbankan, maka kemudian pemilik bank atau debitur harus mengembalikan dana tersebut.

Mantan Direktur Bank Dunia itu mengungkpakan bahwa sebetulnya persoalan itu muncul sudah cukup lama namun sampai sekarang masih terus menanggung biaya pokok hingga bunga utang. Biaya tersebut yang sekarang melalui Satgas BLBI untuk diminimalkan atau dikurangi.

"Caranya, kita melakukan negosiasi dengan para obligor dan debitur untuk membayar kembali apa yang sudah mereka terima 22 tahun yang lalu apakah sebagai pemilik bank atau sebagai peminjam di bank yang dibantu oleh pemerintah," jelas Sri Mulyani.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1289 seconds (0.1#10.140)