Kasus BLBI Tidak Juga Tuntas Sejak 1998, Serius Engga Sih?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, meski kasus debitur dan obligor terhadap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI ) tak kunjung usai dari tahun 1998 saat ini pihak pemerintah akan serius dan mengusut untuk mengembalikan kembali uang dan aset milik negara .
"Betul jadi begini ya, meski kasus ini sudah lama, kasus ini dimulai dari tahun 1998 di zaman Pak Habibie yang saat itu mengeluarkan BLBI. Harus dikeluarkan karena pada waktu itu memang, kalau tidak maka ekonomi kita akan semakin hancur," kata Mahfud MD melalui konferensi virtual.
Dirinya mengatakan perusahaan-perusahaan yang tengah memiliki hutang dan telah collapse dan ditutupi oleh negara, sudah diberikan surat pengakuan hutang.
"Sesudah itu pemerintah telah membuatkan surat dan dibuat surat pengakuan hutang itu ya sebagai surat pengakuan hutang itu digarap oleh DPPN. Itu sudah kerja tahun 2001-2002 kemudian ada Inpres dari Bu Mega pembebasan surat keterangan lunas itu surat keterangan lunas (itu dengan jaminan ini) tadi yang akan kita data saat ini," tambahnya.
Jadi selama 20 tahun ini mengaku telah berupaya untuk membuktikan pidana-pidana yang bisa dibuktikan dan pihak pemerintah saat ini tengah sungguh-sungguh untuk menggarap kasus secara serius.
"Sekarang kita mulai sungguh-sungguh nyatanya, kita sudah menyita di 4 kota Tangerang Bogor, Pekanbaru dan Medan. Tapi nanti masih ada di beberapa lagi daerah lain dan akan terus kami panggil dan diproses debitur dan obligornya," tambahnya.
Meski demikian Mahfud mengatakan pihak pemerintah tengah bekerjasama dengan Satgas BLBI, Kejaksaan Agung, Bareskrim, Kapolri dan berbagai Kementerian serta Lembaga untuk menyelesaikan kasus Hak tagih uang negara BLBI.
Sebelumnya, disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tenggat penyelesaian (deadline) kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ini hingga Desember 2023.
"Kita akan tegas soal ini karena kita diberi waktu oleh negara, oleh Presiden, tidak lama. Diberi waktu sampai Desember 2023," pungkasnya.
Lihat Juga: Cerita Mahfud MD Dikawal 2 Anggota Sat-81/Gultor Kopassus Anak Buah Luhut saat Konflik Cicak Vs Buaya
"Betul jadi begini ya, meski kasus ini sudah lama, kasus ini dimulai dari tahun 1998 di zaman Pak Habibie yang saat itu mengeluarkan BLBI. Harus dikeluarkan karena pada waktu itu memang, kalau tidak maka ekonomi kita akan semakin hancur," kata Mahfud MD melalui konferensi virtual.
Baca Juga
Dirinya mengatakan perusahaan-perusahaan yang tengah memiliki hutang dan telah collapse dan ditutupi oleh negara, sudah diberikan surat pengakuan hutang.
"Sesudah itu pemerintah telah membuatkan surat dan dibuat surat pengakuan hutang itu ya sebagai surat pengakuan hutang itu digarap oleh DPPN. Itu sudah kerja tahun 2001-2002 kemudian ada Inpres dari Bu Mega pembebasan surat keterangan lunas itu surat keterangan lunas (itu dengan jaminan ini) tadi yang akan kita data saat ini," tambahnya.
Jadi selama 20 tahun ini mengaku telah berupaya untuk membuktikan pidana-pidana yang bisa dibuktikan dan pihak pemerintah saat ini tengah sungguh-sungguh untuk menggarap kasus secara serius.
"Sekarang kita mulai sungguh-sungguh nyatanya, kita sudah menyita di 4 kota Tangerang Bogor, Pekanbaru dan Medan. Tapi nanti masih ada di beberapa lagi daerah lain dan akan terus kami panggil dan diproses debitur dan obligornya," tambahnya.
Meski demikian Mahfud mengatakan pihak pemerintah tengah bekerjasama dengan Satgas BLBI, Kejaksaan Agung, Bareskrim, Kapolri dan berbagai Kementerian serta Lembaga untuk menyelesaikan kasus Hak tagih uang negara BLBI.
Sebelumnya, disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tenggat penyelesaian (deadline) kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ini hingga Desember 2023.
"Kita akan tegas soal ini karena kita diberi waktu oleh negara, oleh Presiden, tidak lama. Diberi waktu sampai Desember 2023," pungkasnya.
Lihat Juga: Cerita Mahfud MD Dikawal 2 Anggota Sat-81/Gultor Kopassus Anak Buah Luhut saat Konflik Cicak Vs Buaya
(akr)