Rencana Kenaikan Tarif Cukai Rokok Dinilai Kontraproduktif

Sabtu, 11 September 2021 - 23:28 WIB
loading...
Rencana Kenaikan Tarif Cukai Rokok Dinilai Kontraproduktif
Rencana pemerintah menaikkan tarif CHT pada 2022 dinilai mencekik IHT dan para pemangku kepentingan dari hulu hingga hilir. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Langkah pemerintah untuk menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) di tengah pandemi dinilai sangat kontraproduktif dengan semangat membangkitkan perekonomian yang sedang lesu.

Hal tersebut dijelaskan Pengamat ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi saat menghadiri webinar Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Berdiskusi Seri II, Sabtu (11/9/2021). Menurutnya, Industri Hasil Tembakau (IHT) memang adalah sektor industri yang jelas memberikan kontribusi pendapatan yang menopang keuangan negara. Namun langkah menaikkan tarif cukai ibarat pisau bermata dua.


“Kebijakan CHT harus ditimbang matang-matang karena implikasinya sangat besar. Sebanyak 6 juta orang hidup dari tembakau. Pemerintah tidak melihat bagaimana dampak kebijakan ini pelan-pelan membunuh sektor hulu dan hilir IHT,” kata Prima Gandhi dalam keterangan rilisnya di Jakarta, Sabtu (11/9/2021).

Efisiensi yang dilakukan oleh industri saat merespon kebijakan kenaikan tarif cukai rokok akan berkaitan langsung kepada penyerapan hasil tembakau dan cengkeh dari petani, pengurangan tenaga kerja termasuk pekerja linting, maupun penurunan omzet bagi pedagang dan umkm yang terlibat dalam distribusi rokok.

“Nah yang ditekan adalah tenaga kerja dan pengurangan produksi atau menekan harga baku. Ujungnya, tenaga kerja dan petani tembakau sudah pasti jadi korban. Seharusnya alur kerugian ini dipertimbangkan secara matang-matang oleh pemerintah,” tutup Gandhi.

Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menyatakan rencana pemerintah menaikkan tarif CHT pada 2022 dinilai mencekik IHT dan para pemangku kepentingan dari hulu hingga hilir, termasuk petani tembakau dan cengkih, serta para tenaga kerja pabrik. Terlebih, kenaikan dilakukan ketika IHT masih berupaya pulih akibat dampak pandemi Covid-19 dan kenaikan tarif cukai tinggi pada 2021.

“Petani tembakau dan cengkih dihadapkan dengan jatuhnya volume serapan sampai mencapai 30%. Di sisi lain, ada 6 juta tenaga kerja IHT yang terancam. Bila CHT naik, semuanya akan berimbas,” kata Budidoyo.

Ketua DPC Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Temanggung Jawa Tengah Siyamin menambahkan bagi petani, kenaikan tarif CHT akan memperburuk kondisi petani yang hasil panennya tidak sesuai harapan. Menurut Siyamin, bila biasanya awal Agustus sampai Oktober kondisi iklim cukup kering, kenyataannya saat ini hujan terus mengguyur tembakau sampai September. Selain itu, harga jual tembakau dari petani tidak sesuai harapan sehingga merugi.


“Petani itu, bisa bertahan hidup saja, sudah Alhamdulilah. Tolong pemerintah bangkitkan ekonomi petani. Jika tarif cukai naik, otomatis harga rokok naik, karena pabrikan akan menaikkan harga rokok. Berarti pabrikan akan menekan biaya produksi, ya caranya dengan membeli sedikit saja tembakau dari petani,” ujar Siyamin.

Menurutnya, alangkah lebih baik jika pemerintah fokus pada upaya meningkatkan produktivitas petani tembakau. Mulai dari cara mengolah lahan, memberi bantuan pupuk atau memberi pendampingan cara membuat pupuk yang baik, pembibitan, hingga persiapan pemasaran.

“Daripada menaikkan tarif cukai yang jelas akan semakin menyulitkan petani, lebih baik pemerintah melakukan pendampingan agar petani benar-benar bisa mandiri dan sejahtera. Bukan dibiarkan saja,” ungkap Siyamin.
(dar)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1294 seconds (0.1#10.140)