Peningkatan Impor Bahan Baku Baja Menunjukkan Industri Nasional Tumbuh
loading...
A
A
A
Kalangan pengusaha memandang bahwa kebijakan pemerintah dalam menjaga keseimbangan pasokan dan kebutuhan baja nasional saat ini sudah tepat untuk menjaga laju pertumbuhan dan berharap agar kebijakan tersebut dapat terus dilakukan secara konsisten pada masa mendatang,
Di tengah fenomena kenaikan impor baja yang terjadi pada paruh pertama 2021, neraca perdagangan besi dan baja nasional justru mengalami surplus sebesar USD2,7 miliar. “Hal ini mengindikasikan bahwa impor dilakukan untuk menciptakan nilai tambah produk besi dan baja,” kata Fernando.
Fernando melihat persoalan impor baja ini adalah bentuk kegagalan Krakatau Steel yang tidak mampu menyediakan bahan baku baja di dalam negeri. Walaupun investasi yang ditanam di BUMN ini sudah triliunan rupiah.
(Baca juga:Laba Krakatau Steel Meroket 619,59% di Kuartal II/2021)
Menurut Fernando, proyek mangkrak PT. Meratus Jaya Iron and Steel, anak perusahaan KS yang ada di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan yang sudah menyerap dana negara Rp2 triliunan dari target Rp3,9 triliun seharusnya bisa menutup defisit impor baja nasional.
Jika terealisasi, pabrik tersebut dapat menghasilkan slab, billet, dan bloom dari pengolahan biji besi. Saat ini impor slab, billet, dan bloom nasional mencapai 3 juta ton yang diimpor oleh KS dan Anggota Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) lainnya dengan nilai miliaran dolar per tahunnya.
Slab, billet, dan bloom merupakan bahan baku utama industri baja dan semuanya belum dapat diproduksi di dalam negeri. “Hal ini merupakan bentuk kegagalan KS. Negara mengandalkan BUMN ini, tetapi tidak dapat terwujud,” kata Fernando.
Lebih jauh, KS juga tidak mampu menghasilkan produk-produk baja engineering steel yang dibutuhkan sebagai bahan baku produk-produk bernilai tambah tinggi seperti automotif, permesinan, pertahanan, penerbangan, pengeboran minyak dan peralatan-peralatan khusus.
Industri-industri tersebut tidak akan berkembang secara maksimal selama bahan baku bajanya tidak dapat dipasok dari dalam negeri. Alih-alih berusaha untuk melakukan diversifikasi produk, KS justru melakukan ekspansi ke sektor konstruksi yang merupakan sektor hilir.
(Baca juga:Krakatau Steel Akan Terbitkan OWK Senilai Rp800 Miliar)
Di tengah fenomena kenaikan impor baja yang terjadi pada paruh pertama 2021, neraca perdagangan besi dan baja nasional justru mengalami surplus sebesar USD2,7 miliar. “Hal ini mengindikasikan bahwa impor dilakukan untuk menciptakan nilai tambah produk besi dan baja,” kata Fernando.
Fernando melihat persoalan impor baja ini adalah bentuk kegagalan Krakatau Steel yang tidak mampu menyediakan bahan baku baja di dalam negeri. Walaupun investasi yang ditanam di BUMN ini sudah triliunan rupiah.
(Baca juga:Laba Krakatau Steel Meroket 619,59% di Kuartal II/2021)
Menurut Fernando, proyek mangkrak PT. Meratus Jaya Iron and Steel, anak perusahaan KS yang ada di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan yang sudah menyerap dana negara Rp2 triliunan dari target Rp3,9 triliun seharusnya bisa menutup defisit impor baja nasional.
Jika terealisasi, pabrik tersebut dapat menghasilkan slab, billet, dan bloom dari pengolahan biji besi. Saat ini impor slab, billet, dan bloom nasional mencapai 3 juta ton yang diimpor oleh KS dan Anggota Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) lainnya dengan nilai miliaran dolar per tahunnya.
Slab, billet, dan bloom merupakan bahan baku utama industri baja dan semuanya belum dapat diproduksi di dalam negeri. “Hal ini merupakan bentuk kegagalan KS. Negara mengandalkan BUMN ini, tetapi tidak dapat terwujud,” kata Fernando.
Lebih jauh, KS juga tidak mampu menghasilkan produk-produk baja engineering steel yang dibutuhkan sebagai bahan baku produk-produk bernilai tambah tinggi seperti automotif, permesinan, pertahanan, penerbangan, pengeboran minyak dan peralatan-peralatan khusus.
Industri-industri tersebut tidak akan berkembang secara maksimal selama bahan baku bajanya tidak dapat dipasok dari dalam negeri. Alih-alih berusaha untuk melakukan diversifikasi produk, KS justru melakukan ekspansi ke sektor konstruksi yang merupakan sektor hilir.
(Baca juga:Krakatau Steel Akan Terbitkan OWK Senilai Rp800 Miliar)