Perluasan Peringatan di Bungkus Rokok Dinilai Tidak Memiliki Urgensi

Senin, 01 Juni 2020 - 15:59 WIB
loading...
Perluasan Peringatan...
Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) berpendapat berbagai manuver kelompok anti rokok yang mengampanyekan rokok dikaitkan dengan kesehatan merupakan akal-akalan kaum antirokok. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Azami Mohammad berpendapat berbagai manuver kelompok anti rokok yang mengampanyekan rokok dikaitkan dengan kesehatan merupakan akal-akalan kaum antirokok yang sekadar menunaikan kewajiban yang diorder oleh pendonor asing. Menurut Azami mereka ingin eksis agar dana asing dapat terus mengalir mendanai program-program pengendalian tembakau di Indonesia.

“Semua argumentasi kelompok anti rokok hanyalah omong kosong belaka. Mereka sekedar menunaikan kewajiban yang diorder oleh pendonor asing (Bloomberg, Bill Gates, dkk) agar sesuai dengan pedoman Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)," tegas dia di Jakarta, Senin (1/6/2020).

Belum lama ini terang dua, kaum antirokok menunggangi isu pandemi Covid-19 dengan mengeluarkan opini yang mengaitkan Covid-19 dengan rokok. Mereka melontarkan pendapat mengenai asap rokok dapat menjadi medium penularan Covid-19.

Kemudian, mewacanakan kepada publik bahwa memperluas gambar peringatan pada bungkus rokok dapat mempengaruhi persoalan pandemi Covid-19. “Wacana tersebut sangat tidak masuk akal, karena tidak memiliki urgensi dan relevansi dalam penanganan Covid-19,” terang Azami.

KNPK juga mengkritisi agenda perluasan gambar peringatan di bungkus rokok yang sudah sejak lama digaungkan. Adanya gambar seram sebesar 40% di bungkus rokok sekarang ini merupakan hasil pekerjaan kelompok anti rokok.

Selama ini argumentasi yang mereka gunakan adalah dengan adanya gambar peringatan pada bungkus rokok, maka dapat menurunkan pravelensi perokok di Indonesia. Kini, mereka mendompleng isu Covid-19 untuk mendorong perluasan gambar peringatan menjadi sebesar 90%.

"Sejauh ini strategi perluasan gambar peringatan di bungkus rokok sama sekali tidak terbukti mengurangi pravelensi perokok di Indonesia. Jika strategi ini tidak berhasil kenapa masih terus didorong?," tegasnya.

Merujuk data Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), bahwa terdapat penurunan jumlah pabrik rokok yang aktif berproduksi. Pabrikan rokok di Indonesia yang memiliki izin sebanyak 600 pabrik. Namun hanya 100 pabrik yang masih aktif berproduksi setiap harinya.

“Maka tak heran jika banyak pabrikan rokok kecil yang gulung tikar. Padahal pabrik rokok kecil ini mempunyai manfaat yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja bagi masyarakat sekitar,” ujarnya.

KNPK juga menyoroti kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani tahun 2019 yang menaikan cukai rokok sebesar 23% dan harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 35%. Kebijakan tersebut mengakibatkan harga rokok naik, namun penjualannya turun. Hal ini berakibat pada menurunnya jumlah pembelian tembakau oleh industri rokok kepada para petani.

"Diperparah oleh Covid-19 dan resesi ekonomi saat ini. Jumlah pembelian tembakau semakin menurun," tegasnya.

Resesi ekonomi di tengah pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini, diharapkan pemerintah bisa bersimpati kepada sektor pertembakauan yang kontribusinya untuk penerimaan negara sangat signifikan. Belum lagi sumbangsih dana bagi hasil cukai tembakau untuk penanganan dan pencegahan virus Covid-19. "Kami berharap pemerintah mampu bersikap adil dalam menempatkan industri hasil tembakau sebagai sektor strategis nasional," pungkas Azami.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1559 seconds (0.1#10.140)