Merger Pelindo, Simak Dampak ke IPCM dan IPCC
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah telah menyetujui merger PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo I-IV, ditandai dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) perihal penggabungan Pelindo oleh Presiden Joko Widodo.
Dengan adanya aksi korporasi ini, patut diperhatikan dampaknya terhadap dua emiten anak usaha PT Pelindo II yang melantai di Bursa Efek Indonesia yaitu PT Jasa Armada Indonesia Tbk (IPCM) dan PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC).
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, kabar merger Pelindo terhadap harga saham kedua emiten tersebut diperkirakan belum berdampak signifikan, dimana saat ini harga saham IPCM dan IPCC masih bergerak secara sideways.
"Untuk aksi korporasinya saya pikir menarik untuk ditunggu, misalkan setelah merger tentunya pelaku pasar melihat bagaimana tingkat ekspansi perusahaan tersebut, misalkan IPCM pasti pembangunan pelabuhan di berbagai daerah agar supaya meningkatkan konektivitas," ujar Nafan kepada MNC Portal Indonesia, Sabtu (2/10/2021).
"Sementara untuk IPCC saya pikir seiring dengan membaiknya industri manufaktur dalam negeri dan juga karena adanya potensi pemulihan ekonomi global dengan peningkatan demand terhadap suatu kendaraan misalkan dan kita bisa memaksimalkan potensi pasar di regional ASEAN, saya pikir tentunya bisa dioptimalkan untuk IPCC," sambungnya.
Dia menyebut, investor saat ini harus mencermati terlebih dahulu perihal implementasi dari merger tersebut agar bisa memberikan hasil yang optimal dalam rangka meningkatkan mutu, standarisasi pelabuhan menuju taraf internasional, dan juga koordinasi dengan berbagai pelabuhan di daerah dalam rangka meningkatkan konektivitas di laut yang menurutnya sangat penting.
Dia mencontohkan, IPCC yang merupakan bagian dari elemen penting dalam rangka meningkatkan kapasitas maupun kapabilitas ekspor kendaraan ke luar negeri khususnya ASEAN, dan kebetulan juga PMI Manufacturing Indonesia sudah di angka 52 yang menandakan telah ekspansif dari sebelumnya kontraksi.
Sementara itu, untuk IPCM dirinya menyebut bahwa saat ini fungsi perusahaan tersebut mengoptimalkan kapal-kapal navigasi yang berukuran kecil untuk ke pelabuhan. Dia menyebut, selama pandemi Covid-19 aktivitas pelabuhan masih terpantau memadai dan berdampak kepada laporan keuangan yang masih menciptakan net profit selama pandemi, sementara itu IPCC justru sebaliknya.
"Biasanya sih saya pikir tentunya dari aksi merger tersebut saya pikir apresiasinya tetap positif dan kalau misalkan lebih positif lagi menurut saya ini juga diimbangi dengan peningkatan mutu dan standar pelayanan," ucapnya.
Dengan adanya peningkatan kinerja kedua emiten tersebut dari efek merger Pelindo, maka hal ini bisa menarik perhatian investor berkaitan dengan potensi membaiknya atau meningkatnya kinerja fundamental emiten. Selain itu, dia menitikberatkan pentingnya aksi korporasi dari IPCM maupun IPCC seperti dalam hal pembagian dividen.
"Misalkan pergerakan harga saham masih sideways dan masih belum terjadi pelepasan harga saham oleh investor dalam jumlah besar, berarti kan harga saham ini konsolidasi. dia menunggu breakout atau breakdown, misal terjadi breakout otomatis pelaku pasar sudah mengapresiasi optimalisasi implementasi daripada operasional dari merger tersebut dan bisa memberikan benefit bagi peningkatan kinerja fundamental emiten," tuturnya.
Dengan adanya aksi korporasi ini, patut diperhatikan dampaknya terhadap dua emiten anak usaha PT Pelindo II yang melantai di Bursa Efek Indonesia yaitu PT Jasa Armada Indonesia Tbk (IPCM) dan PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC).
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, kabar merger Pelindo terhadap harga saham kedua emiten tersebut diperkirakan belum berdampak signifikan, dimana saat ini harga saham IPCM dan IPCC masih bergerak secara sideways.
"Untuk aksi korporasinya saya pikir menarik untuk ditunggu, misalkan setelah merger tentunya pelaku pasar melihat bagaimana tingkat ekspansi perusahaan tersebut, misalkan IPCM pasti pembangunan pelabuhan di berbagai daerah agar supaya meningkatkan konektivitas," ujar Nafan kepada MNC Portal Indonesia, Sabtu (2/10/2021).
Baca Juga
"Sementara untuk IPCC saya pikir seiring dengan membaiknya industri manufaktur dalam negeri dan juga karena adanya potensi pemulihan ekonomi global dengan peningkatan demand terhadap suatu kendaraan misalkan dan kita bisa memaksimalkan potensi pasar di regional ASEAN, saya pikir tentunya bisa dioptimalkan untuk IPCC," sambungnya.
Dia menyebut, investor saat ini harus mencermati terlebih dahulu perihal implementasi dari merger tersebut agar bisa memberikan hasil yang optimal dalam rangka meningkatkan mutu, standarisasi pelabuhan menuju taraf internasional, dan juga koordinasi dengan berbagai pelabuhan di daerah dalam rangka meningkatkan konektivitas di laut yang menurutnya sangat penting.
Dia mencontohkan, IPCC yang merupakan bagian dari elemen penting dalam rangka meningkatkan kapasitas maupun kapabilitas ekspor kendaraan ke luar negeri khususnya ASEAN, dan kebetulan juga PMI Manufacturing Indonesia sudah di angka 52 yang menandakan telah ekspansif dari sebelumnya kontraksi.
Sementara itu, untuk IPCM dirinya menyebut bahwa saat ini fungsi perusahaan tersebut mengoptimalkan kapal-kapal navigasi yang berukuran kecil untuk ke pelabuhan. Dia menyebut, selama pandemi Covid-19 aktivitas pelabuhan masih terpantau memadai dan berdampak kepada laporan keuangan yang masih menciptakan net profit selama pandemi, sementara itu IPCC justru sebaliknya.
"Biasanya sih saya pikir tentunya dari aksi merger tersebut saya pikir apresiasinya tetap positif dan kalau misalkan lebih positif lagi menurut saya ini juga diimbangi dengan peningkatan mutu dan standar pelayanan," ucapnya.
Dengan adanya peningkatan kinerja kedua emiten tersebut dari efek merger Pelindo, maka hal ini bisa menarik perhatian investor berkaitan dengan potensi membaiknya atau meningkatnya kinerja fundamental emiten. Selain itu, dia menitikberatkan pentingnya aksi korporasi dari IPCM maupun IPCC seperti dalam hal pembagian dividen.
"Misalkan pergerakan harga saham masih sideways dan masih belum terjadi pelepasan harga saham oleh investor dalam jumlah besar, berarti kan harga saham ini konsolidasi. dia menunggu breakout atau breakdown, misal terjadi breakout otomatis pelaku pasar sudah mengapresiasi optimalisasi implementasi daripada operasional dari merger tersebut dan bisa memberikan benefit bagi peningkatan kinerja fundamental emiten," tuturnya.
(nng)