Krisis Energi Jadi Kelemahan Kebijakan Prioritas Xi Jinping
loading...
A
A
A
JAKARTA - Krisis energi di China yang belakangan ini mencuat ke publik menunjukkan ada kelemahan kebijakan dari program prioritas Presiden Xi Jinping dalam mengatur urusan energi. Satu hal yang menjadi pokok persoalan adalah keamanan energi, yang mau tidak mau punya dampak terhadap sistem kelistrikan di masa depan.
China perlu melakukan langkah besar untuk membentuk kembali jaringan dan pasar tenaga listrik, membangun cadangan bahan bakar, serta menambahkan lebih banyak sumber energi terbarukan. Inilah yang menjadi benang merah penjelasan sekaligus resolusi kebijakan publik dari Studi Energi Program Penelitian Energi China dari Oxford Institute.
"Semuanya sudah tersedia dan akan ada dorongan besar jika situasi (krisis) telah mereda," kata Direktur Program Penelitian Energi China di Oxford Institute for Energy Studies, Michal Meidan, dilansir Bloomberg, Minggu (3/10/2021).
Berdasarkan kajian sejumlah analis, berikut 4 pilihan solusi yang mungkin bisa dieksplorasi Beijing:
1. Liberalisasi Pasar Listrik
Pemicu krisis energi di China saat ini merupakan imbas dari penutupan sejumlah pembangkit listrik. Pembelian batu bara di tengah meningkatnya harga komoditas, membuat perusahaan mengalami kerugian besar di pasar listrik yang punya regulasi ketat.
Aturan harga saat ini merupakan acuan yang hanya berlaku untuk tahun 2019. Apabila tolak-ukur energi listrik saat ini bisa diganti dengan model hibrida, maka akan jauh lebih fleksibel.
"Jika China bisa membebaskan pasar listrik, maka mungkin bisa menyediakan pasokan listrik yang cukup, tetapi memang kenaikan biaya listrik juga dapat melemahkan ekonomi lokal," kata Head of China Research BloombergNEF, Kou Nannan.
Kendati begitu, hambatan utama liberalisasi pasar listrik China berada di tingkat hilir, yakni pengguna, bahkan juga industri manufaktur.
China perlu melakukan langkah besar untuk membentuk kembali jaringan dan pasar tenaga listrik, membangun cadangan bahan bakar, serta menambahkan lebih banyak sumber energi terbarukan. Inilah yang menjadi benang merah penjelasan sekaligus resolusi kebijakan publik dari Studi Energi Program Penelitian Energi China dari Oxford Institute.
"Semuanya sudah tersedia dan akan ada dorongan besar jika situasi (krisis) telah mereda," kata Direktur Program Penelitian Energi China di Oxford Institute for Energy Studies, Michal Meidan, dilansir Bloomberg, Minggu (3/10/2021).
Berdasarkan kajian sejumlah analis, berikut 4 pilihan solusi yang mungkin bisa dieksplorasi Beijing:
1. Liberalisasi Pasar Listrik
Pemicu krisis energi di China saat ini merupakan imbas dari penutupan sejumlah pembangkit listrik. Pembelian batu bara di tengah meningkatnya harga komoditas, membuat perusahaan mengalami kerugian besar di pasar listrik yang punya regulasi ketat.
Aturan harga saat ini merupakan acuan yang hanya berlaku untuk tahun 2019. Apabila tolak-ukur energi listrik saat ini bisa diganti dengan model hibrida, maka akan jauh lebih fleksibel.
"Jika China bisa membebaskan pasar listrik, maka mungkin bisa menyediakan pasokan listrik yang cukup, tetapi memang kenaikan biaya listrik juga dapat melemahkan ekonomi lokal," kata Head of China Research BloombergNEF, Kou Nannan.
Kendati begitu, hambatan utama liberalisasi pasar listrik China berada di tingkat hilir, yakni pengguna, bahkan juga industri manufaktur.