Strategi Pemanfaatan Utang Negara di Masa Pandemi
loading...
A
A
A
Selain itu, Indonesia juga tidak mengalami kontraksi ekonomi yang parah dibandingkan negara lain. "Pertumbuhan ekonomi bersama India, China, Turki, dan Vietnam, kontraksi ekonomi Indonesia relatif lebih kecil dari negara lainnya," ucapnya.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menyampaikan bahwa ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan utang negara. "Berhutang tak ada masalah, asal bisa digunakan dengan baik," katanya.
Yusuf juga mengapresiasi, pemerintah yang selama ini memang dapat mengelola rata-rata jatuh tempo utang dan risiko volatilitas dari penerbitan utang valas di level yang terjaga.
"Setelah pandemi berakhir, utang menjadi problem di berapa negara. Sudah diprediksi," sambungnya.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mengungkapkan, pembayaran utang Indonesia saat ini dalam posisi yang relatif terjaga.
Pada quarter 1/2021 Neraca Pembayaran Indonesia mencatatkan surplus USD4,1 miliar. Sedangkan Neraca transaksi berjalan mengalami defisit rendah USD1 miliar. "Perkembangan ini didukung meningkatnya kinerja ekspor," kata Kamru.
Menurutnya, investasi portofolio makin meningkat seiring persepsi positif investor terhadap perbaikan ekonomi domestik. "Sementara investasi langsung mengalami surplus yang ditopang dalam bentuk ekuitas," sambungya.
Kamru juga mengutarakan total utang pemerintah mencapai Rp6.600 triliun per Agustus 2021. Namun, paling banyak adalah utang dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp4.517 triliun. "Kalau pinjaman luar negerinya Rp820,40 triliun," tegasnya.
Meskipun rasio utang pemerintah terus mengalami peningkatan dari 30,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2019 menjadi 40,85% dari PDB pada tahun 2021, tapi hal tersebut masih lebih baik dari negara-negara lainnya.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menyampaikan bahwa ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan utang negara. "Berhutang tak ada masalah, asal bisa digunakan dengan baik," katanya.
Yusuf juga mengapresiasi, pemerintah yang selama ini memang dapat mengelola rata-rata jatuh tempo utang dan risiko volatilitas dari penerbitan utang valas di level yang terjaga.
"Setelah pandemi berakhir, utang menjadi problem di berapa negara. Sudah diprediksi," sambungnya.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mengungkapkan, pembayaran utang Indonesia saat ini dalam posisi yang relatif terjaga.
Pada quarter 1/2021 Neraca Pembayaran Indonesia mencatatkan surplus USD4,1 miliar. Sedangkan Neraca transaksi berjalan mengalami defisit rendah USD1 miliar. "Perkembangan ini didukung meningkatnya kinerja ekspor," kata Kamru.
Menurutnya, investasi portofolio makin meningkat seiring persepsi positif investor terhadap perbaikan ekonomi domestik. "Sementara investasi langsung mengalami surplus yang ditopang dalam bentuk ekuitas," sambungya.
Kamru juga mengutarakan total utang pemerintah mencapai Rp6.600 triliun per Agustus 2021. Namun, paling banyak adalah utang dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp4.517 triliun. "Kalau pinjaman luar negerinya Rp820,40 triliun," tegasnya.
Meskipun rasio utang pemerintah terus mengalami peningkatan dari 30,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2019 menjadi 40,85% dari PDB pada tahun 2021, tapi hal tersebut masih lebih baik dari negara-negara lainnya.