Kronologi Penipuan Investasi Bodong Oleh CEO Jouska Hingga jadi Tersangka
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Jouska Finansial Indonesia merupakan perusahaan perencana keuangan independen yang didirikan oleh didirikan pada 2017 lalu oleh Aakar Abyasa Fidzuno. Sering memberikan informasi tentang investasi, Jouska menjadi pilihan banyak investor untuk melihat prediksi saham.
Lantas Jouska viral di media sosial Twitter usai nasabahnya beramai-ramai mengeluh rugi usai investasi. Hal itu berujung pada kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang dilakukan Jouska dan Aakar mulai menjadi perbincangan sejak 2020 silam.
Para investor yang merupakan korban mengaku diarahkan untuk membeli saham tertentu yang kemudian anjlok hingga 70%. Menanggapi berbagai tuduhan yang dilayangkan kepadanya, Aakar pada 23 Juli 2020 menyatakan siap menjalani proses hukum jika klien Jouska menemukan pelanggaran legal yang dilakukan pihaknya.
Ternyata saat itu Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa Jouska hanya mengantongi izin melalui Online Single Submission (OSS) untuk kegiatan jasa pendidikan lainnya. Sehingga, pada 24 Juli 2020 lalu SWI menghentikan kegiatan Jouska selaku penasihat investasi dan/atau agen perantara perdagangan efek.
SWI kala itu juga meminta Jouska bertanggung jawab menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi dengan nasabah secara terbuka dan mengundang korban untuk diskusi menyelesaikan masalah tersebut.
Selain itu, SWI juga meminta perusahaan afiliasi yaitu PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta Investa Indonesia menghentikan kegiatannya. Kedua perusahaan diduga melakukan kegiatan penasehat investasi, manajer investasi atau perusahaan sekuritas tanpa izin.
Kemudian, SWI pun memanggil Aakar dan dari hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan perusahaan melakukan kegiatan usaha penasihat investasi atau manajer investasi tanpa izin. Dengan kata lain, Jouska diduga melanggar UU Pasar Modal.
Tak hanya diduga melakukan praktik penasihat keuangan tanpa izin, Jouska juga diduga melakukan pencucian uang. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turun tangan menelusuri dugaan pencucian uang pada Agustus 2020 lalu.
Terpisah, Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat memanggil PT Philip Sekuritas Indonesia yang tersandung kasus Jouska karena mayoritas klien diarahkan membuka rekening dana nasabah di Philip Sekuritas. Sayangnya BEI enggan mengungkap pertemuannya dengan Jouska yang dilakukan pada Agustus 2020 lalu.
Saling lempar pernyataan dan bantahan terus terjadi antara Aakar dan nasabah Jouska hingga pada babak baru penyelidikan melibatkan pihak Kepolisian pada September tahun lalu.
Berbagai laporan ke kepolisian dibuat klien Jouska yang merasa dirugikan. Salah satunya laporan dari Rinto Wardana, kuasa hukum 41 korban PT Jouska Finansial Indonesia yang memperkirakan jumlah kerugian kliennya menembus Rp18 miliar.
Laporan dibuat pada 12 November 2020 lalu di Polda Metro Jaya dengan dugaan tindak pidana pasal 28 ayat 1 UU ITE Nomor 11 tahun 2018 tentang Berita Bohong dan Merugikan Konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Pada Januari 2021 lalu, Rinto mengatakan penyidik menambah satu pasal terkait pasar modal dalam kasus terkait yaoitu Pasal 104 Undang-Undang (UU) Pasar Modal. Dengan tambahan itu, artinya ada tiga tindak pidana yang diselidiki oleh penyidik.
Rinto menjelaskan ada temuan bahwa Aakar membuka rahasia terkait perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini biasa disebut dengan insider trading. "Informasi terbaru digunakan pasal 104 itu karena ada yang namanya unsur membuka rahasia terkait perdagangan di bursa saham," kata Rinto saat itu.
Dalam Pasal 104 UU Pasar Modal, pelanggaran tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar. Hingga akhirnya pada hari ini Selasa (12/10/2021) polisi menetapkan CEO PT Jouska Finansial Indonesia Aakar Abyasa Fidzuno menjadi tersangka kasus penipuan, penggelapan, kejahatan pasar modal, hingga pencucian uang.
Hal itu terungkap dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan bernomor B/75/X/RES.1.11/2021.Dittipideksus yang ditujukan kepada Ketua Umum Teman Ganjar Rinto Wardana pada 4 Oktober lalu.
Dalam surat itu tertera informasi Badan Reserse Kriminal Polri akan memeriksa Aakar Abyasa Fidzuno dan Tias Nugraha Putra sebagai tersangka. Pemeriksaan dilakukan sesuai perkembangan hasil gelar perkara pada 7 September.
Dari hasil pemeriksaan polisi sepakat menetapkan Aakar menjadi tersangka. Pasal yang disangkakan adalah tindak pidana pasar modal dan/atau penipuan dan/atau penggelapan dan/atau tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat 1 juncto Pasal 30 dan/atau Pasal 103 ayat 1 jo. Pasal 34 dan/atau Pasal 104 Jo. Pasal 90 dan/atau Pasal 104 Jo. Pasal 91 UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Selain itu, Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dan/atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Lantas Jouska viral di media sosial Twitter usai nasabahnya beramai-ramai mengeluh rugi usai investasi. Hal itu berujung pada kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang dilakukan Jouska dan Aakar mulai menjadi perbincangan sejak 2020 silam.
Para investor yang merupakan korban mengaku diarahkan untuk membeli saham tertentu yang kemudian anjlok hingga 70%. Menanggapi berbagai tuduhan yang dilayangkan kepadanya, Aakar pada 23 Juli 2020 menyatakan siap menjalani proses hukum jika klien Jouska menemukan pelanggaran legal yang dilakukan pihaknya.
Ternyata saat itu Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa Jouska hanya mengantongi izin melalui Online Single Submission (OSS) untuk kegiatan jasa pendidikan lainnya. Sehingga, pada 24 Juli 2020 lalu SWI menghentikan kegiatan Jouska selaku penasihat investasi dan/atau agen perantara perdagangan efek.
SWI kala itu juga meminta Jouska bertanggung jawab menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi dengan nasabah secara terbuka dan mengundang korban untuk diskusi menyelesaikan masalah tersebut.
Selain itu, SWI juga meminta perusahaan afiliasi yaitu PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta Investa Indonesia menghentikan kegiatannya. Kedua perusahaan diduga melakukan kegiatan penasehat investasi, manajer investasi atau perusahaan sekuritas tanpa izin.
Kemudian, SWI pun memanggil Aakar dan dari hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan perusahaan melakukan kegiatan usaha penasihat investasi atau manajer investasi tanpa izin. Dengan kata lain, Jouska diduga melanggar UU Pasar Modal.
Tak hanya diduga melakukan praktik penasihat keuangan tanpa izin, Jouska juga diduga melakukan pencucian uang. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turun tangan menelusuri dugaan pencucian uang pada Agustus 2020 lalu.
Terpisah, Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat memanggil PT Philip Sekuritas Indonesia yang tersandung kasus Jouska karena mayoritas klien diarahkan membuka rekening dana nasabah di Philip Sekuritas. Sayangnya BEI enggan mengungkap pertemuannya dengan Jouska yang dilakukan pada Agustus 2020 lalu.
Saling lempar pernyataan dan bantahan terus terjadi antara Aakar dan nasabah Jouska hingga pada babak baru penyelidikan melibatkan pihak Kepolisian pada September tahun lalu.
Berbagai laporan ke kepolisian dibuat klien Jouska yang merasa dirugikan. Salah satunya laporan dari Rinto Wardana, kuasa hukum 41 korban PT Jouska Finansial Indonesia yang memperkirakan jumlah kerugian kliennya menembus Rp18 miliar.
Laporan dibuat pada 12 November 2020 lalu di Polda Metro Jaya dengan dugaan tindak pidana pasal 28 ayat 1 UU ITE Nomor 11 tahun 2018 tentang Berita Bohong dan Merugikan Konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Pada Januari 2021 lalu, Rinto mengatakan penyidik menambah satu pasal terkait pasar modal dalam kasus terkait yaoitu Pasal 104 Undang-Undang (UU) Pasar Modal. Dengan tambahan itu, artinya ada tiga tindak pidana yang diselidiki oleh penyidik.
Rinto menjelaskan ada temuan bahwa Aakar membuka rahasia terkait perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini biasa disebut dengan insider trading. "Informasi terbaru digunakan pasal 104 itu karena ada yang namanya unsur membuka rahasia terkait perdagangan di bursa saham," kata Rinto saat itu.
Dalam Pasal 104 UU Pasar Modal, pelanggaran tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar. Hingga akhirnya pada hari ini Selasa (12/10/2021) polisi menetapkan CEO PT Jouska Finansial Indonesia Aakar Abyasa Fidzuno menjadi tersangka kasus penipuan, penggelapan, kejahatan pasar modal, hingga pencucian uang.
Hal itu terungkap dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan bernomor B/75/X/RES.1.11/2021.Dittipideksus yang ditujukan kepada Ketua Umum Teman Ganjar Rinto Wardana pada 4 Oktober lalu.
Dalam surat itu tertera informasi Badan Reserse Kriminal Polri akan memeriksa Aakar Abyasa Fidzuno dan Tias Nugraha Putra sebagai tersangka. Pemeriksaan dilakukan sesuai perkembangan hasil gelar perkara pada 7 September.
Dari hasil pemeriksaan polisi sepakat menetapkan Aakar menjadi tersangka. Pasal yang disangkakan adalah tindak pidana pasar modal dan/atau penipuan dan/atau penggelapan dan/atau tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat 1 juncto Pasal 30 dan/atau Pasal 103 ayat 1 jo. Pasal 34 dan/atau Pasal 104 Jo. Pasal 90 dan/atau Pasal 104 Jo. Pasal 91 UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Selain itu, Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dan/atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
(ind)