Krisis Energi Makin Ngeri, dari China ke Eropa Kini Mengancam Jepang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Krisis energi global semakin meluas dari China hingga Eropa kini mengancam Jepang. Krisis tersebut seiring naiknya harga listrik ke level tertinggi dalam sembilan bulan terakhir.
Meningkatnya harga listrik dipicu lonjakan harga minyak, gas dan batu bara dunia alhasil sehingga mengganggung pasar energi di Jepang. Pasar energi di Jepang bernilai hingga USD150 miliar atau setara Rp2.100 triliun.
Meroketnya harga energi dipengaruhi oleh meningkatnya aktivitas ekonomi pasca pandemi. Namun kebangkitan ekonomi tidak didukung produksi energi yang turun terdampak Covid-19.
Meskipun Negeri Sakura tersebut hanya mengimpor energi dalam jumlah relatif sedikit, namun harga energi yang tinggi mendorong lonjakan inflasi tertinggi dalam 13 tahun terakhir. Dikutip Reuters Rabu (13/10) kenaikan harga minyak mendorong kenaikan biaya bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik hingga 32,4% pada September.
Kenaikan tarif listrik mengingatkan kembali krisis akibat ledakan Fukushima akibat diterjang Tsunami beberapa waktu silam. Belum lagi dalam waktu musim dingin akan mendorong biaya pasokan LNG dan batu bara. Hal itu membuat industri di Jepang mengambil langkah-langkah untuk mencegah terjadinya krisis.
"Kami melihat pembangkit berbasis geothermal ditawarkan ke pasar dengan harga sangat tinggi untuk menghemat bahan bakar musim dingin," kata seorang pelaku pasar.
Meningkatnya harga listrik dipicu lonjakan harga minyak, gas dan batu bara dunia alhasil sehingga mengganggung pasar energi di Jepang. Pasar energi di Jepang bernilai hingga USD150 miliar atau setara Rp2.100 triliun.
Meroketnya harga energi dipengaruhi oleh meningkatnya aktivitas ekonomi pasca pandemi. Namun kebangkitan ekonomi tidak didukung produksi energi yang turun terdampak Covid-19.
Meskipun Negeri Sakura tersebut hanya mengimpor energi dalam jumlah relatif sedikit, namun harga energi yang tinggi mendorong lonjakan inflasi tertinggi dalam 13 tahun terakhir. Dikutip Reuters Rabu (13/10) kenaikan harga minyak mendorong kenaikan biaya bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik hingga 32,4% pada September.
Kenaikan tarif listrik mengingatkan kembali krisis akibat ledakan Fukushima akibat diterjang Tsunami beberapa waktu silam. Belum lagi dalam waktu musim dingin akan mendorong biaya pasokan LNG dan batu bara. Hal itu membuat industri di Jepang mengambil langkah-langkah untuk mencegah terjadinya krisis.
"Kami melihat pembangkit berbasis geothermal ditawarkan ke pasar dengan harga sangat tinggi untuk menghemat bahan bakar musim dingin," kata seorang pelaku pasar.
(nng)