Ini Dia Biang Keladi Pinjol Laknat 'Merakyat'
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tingkat konsumsi yang tinggi serta literasi keuangan yang rendah membuat masyarakat Indonesia mudah terjebak dalam pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal alias laknat. Tak ayal pelaku pinjol laknat kian berkeliaran menjalankan aksinya dengan menawarkan pinjaman kepada masyarakat dengan seribu cara.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, maraknya pinjol, khususnya ilegal, karena banyak faktor. Seperti di antaranya rasio kredit perbankan terhadap produk domestik bruto (PDB) yang terlalu rendah.
"Data dari Bank Dunia terakhir, Indonesia masih 38,7%, sedangkan Malaysia 134%, Thailand 160,3%, dan Singapura 132%. Inilah yang membuat sebagian besar populasi belum mendapatkan akses pembiayaan yang merata dari lembaga perbankan," kata Bhima kepada MNC Portal Indonesia, Kamis (21/10/2021).
Faktor lainnya adalah penetrasi digital pada semua lapisan masyarakat sampai ke level pedesaan jadi sasaran empuk pemasaran pinjol ilegal. Pasalnya, kemudahan yang tinggal klik, isi formulir, uang ditransfer menjadi tawaran menarik bagi masyarakat yang butuh cepat.
Kemudahan yang ditawarkan pinjol ilegal inilah yang membuat calon korban seakan tidak memiliki opsi lain ketika kebutuhan dana cepat meningkat.
"Mungkin ada yang di-PHK karena pandemi, ada yang buat bayar kebutuhan anak sekolah, biaya kebutuhan pokok, sampai biaya renovasi rumah akhirnya melihat pinjol ini jadi opsi pertama," urainya.
Bhima menuturkan, mereka yang mudah terjebak dengan pinjol tidak dibiasakan cek terlebih dahulu ke lembaga keuangan yang formal. Pasalnya, literasi keuangan digital di Indonesia masih rendah.
Namun, Direktur CELIOS ini bilang, ada cara sederhana yang bisa dilakukan masyarakat agar tidak terjerat pinjol ilegal. Contohnya, masyarakat harus bisa membandingkan tingkat bunga pinjaman yang wajar, bisa cek suku bunga KTA (kredit tanpa agunan) di bank melalui website.
"Bisa juga tanya bunga di koperasi simpan pinjam terdekat atau ke BPR misalnya. Jadi usahakan untuk mencari dulu pinjaman di lembaga keuangan yang formal," tuturnya.
Supaya masyarakat dapat membedakan pinjol legal dan ilegal, Bhima mengimbau, lakukan pengecekan legalitas penyedia jasa pinjaman di website Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebab, OJK mengeluarkan list fintech yang resmi secara rutin.
"Ini juga penting! Jangan pernah membalas atau klik link yang ditawarkan pinjaman via pesan pendek (SMS). Tidak ada lembaga keuangan resmi yang menawarkan produk pinjaman lewat SMS karena dilarang oleh OJK," tambahnya.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, maraknya pinjol, khususnya ilegal, karena banyak faktor. Seperti di antaranya rasio kredit perbankan terhadap produk domestik bruto (PDB) yang terlalu rendah.
"Data dari Bank Dunia terakhir, Indonesia masih 38,7%, sedangkan Malaysia 134%, Thailand 160,3%, dan Singapura 132%. Inilah yang membuat sebagian besar populasi belum mendapatkan akses pembiayaan yang merata dari lembaga perbankan," kata Bhima kepada MNC Portal Indonesia, Kamis (21/10/2021).
Faktor lainnya adalah penetrasi digital pada semua lapisan masyarakat sampai ke level pedesaan jadi sasaran empuk pemasaran pinjol ilegal. Pasalnya, kemudahan yang tinggal klik, isi formulir, uang ditransfer menjadi tawaran menarik bagi masyarakat yang butuh cepat.
Kemudahan yang ditawarkan pinjol ilegal inilah yang membuat calon korban seakan tidak memiliki opsi lain ketika kebutuhan dana cepat meningkat.
"Mungkin ada yang di-PHK karena pandemi, ada yang buat bayar kebutuhan anak sekolah, biaya kebutuhan pokok, sampai biaya renovasi rumah akhirnya melihat pinjol ini jadi opsi pertama," urainya.
Bhima menuturkan, mereka yang mudah terjebak dengan pinjol tidak dibiasakan cek terlebih dahulu ke lembaga keuangan yang formal. Pasalnya, literasi keuangan digital di Indonesia masih rendah.
Namun, Direktur CELIOS ini bilang, ada cara sederhana yang bisa dilakukan masyarakat agar tidak terjerat pinjol ilegal. Contohnya, masyarakat harus bisa membandingkan tingkat bunga pinjaman yang wajar, bisa cek suku bunga KTA (kredit tanpa agunan) di bank melalui website.
"Bisa juga tanya bunga di koperasi simpan pinjam terdekat atau ke BPR misalnya. Jadi usahakan untuk mencari dulu pinjaman di lembaga keuangan yang formal," tuturnya.
Supaya masyarakat dapat membedakan pinjol legal dan ilegal, Bhima mengimbau, lakukan pengecekan legalitas penyedia jasa pinjaman di website Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebab, OJK mengeluarkan list fintech yang resmi secara rutin.
"Ini juga penting! Jangan pernah membalas atau klik link yang ditawarkan pinjaman via pesan pendek (SMS). Tidak ada lembaga keuangan resmi yang menawarkan produk pinjaman lewat SMS karena dilarang oleh OJK," tambahnya.
(uka)