Kemenkeu Bahas Cukai Miras: Makin Memabukkan Makin Besar Cukainya?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana penyesuaian tarif cukai minol atau minuman mengandung etil alkohol (MMEA) untuk golongan B dan C tengah dibahas Direktorat Jenderal Bea Cukai , Kementerian Keuangan.
Minuman golongan A yang berkadar alkohol sampai dengan 5% biasa dikenal sebagai bir. Selanjutnya, golongan B dengan kadar 5% sampai 20% dikenal sebagai anggur. Lalu minuman golongan C adalah minuman dengan kadar alkohol di atas 20% yang biasa dikenal sebagai minuman keras.
"Penyesuaian tarif cukai untuk MMEA golongan B dan C menjadi salah satu agenda pembahasan rumusan kebijakan cukai MMEA yang saat ini sedang dibahas oleh Kemenkeu," ungkap Direktur Kepabeanan Antar Lembaga dan Internasional Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Syarif Hidayat, Kamis (25/11/2021).
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Pande Putu Oka. Menurut Pande, kebijakan terkait tarif cukai untuk MMEA masih dalam proses pembahasan dengan stakeholders terkait.
"Pemerintah akan segera mengumumkan,” imbuhnya.
Menurut Syarif, saat ini, telah terjadi penyesuaian tarif cukai MMEA terhadap golongan A di tahun 2019, baik dalam negeri maupun impor. Sejak diterbitkannya PMK No. 158/PMK.010/2018 lalu, belum ada lagi penyesuaian terhadap tarif cukai MMEA.
Dalam PMK itu ditetapkan besaran cukai miras golongan A, B, dan C. Untuk golongan A, baik impor maupun produk lokal dikenakan cukai sebesar Rp15 ribu per liter. Untuk golongan B Rp33 ribu per liter (dalam negeri) dan Rp44 ribu (impor). Sedangkan golongan C sebesar Rp80 ribu per liter (lokal) dan Rp139 ribu per liter (impor).
Hingga dengan saat ini, proyeksi penerimaan negara di bidang cukai pada akhir 2021 diproyeksikan dapat memenuhi target yang diamanatkan pada 2021. Penerimaan cukai sendiri telah mencapai Rp128,3 triliun di kuartal III-2021 atau tumbuh 15,1% dari penerimaan tahun lalu sebesar Rp111,5 triliun.
"Kinerja itu dipengaruhi oleh kebijakan di bidang cukai (penyesuaian tarif) dan efektifitas pengawasan melalui program gempur rokok ilegal," imbuhnya.
Untuk melakukan optimalisasi penerimaan negara melalui cukai, pemerintah telah memiliki Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam UU ini, nantinya proses persetujuan ekstensifikasi cukai bisa menjadi lebih sederhana, dengan cukup disampaikan ke DPR dan dibahas serta disetujui dalam RUU APBN.
"Hal tersebut membuat proses peningkatan penerimaan negara melalui ekstensifikasi akan lebih cepat karena menggabungkan dua proses yang sebelumnya terpisah menjadi satu momen yang bersamaan," tegas Syarif.
Jika ada tindak pidana cukai, Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai Kemenkeu mengedepankan upaya pengembalian kerugian negara terlebih dahulu, sedangkan upaya pidana merupakan yang terakhir.
"Singkatnya, jika pelaku tindak pidana cukai diberi kesempatan untuk mengganti kerugian negara berupa denda, baik pada tahap penelitian (denda sebesar tiga kali dari nilai cukai) maupun penyelidikan (denda sebesar empat kali dari nilai cukai). Adanya hal itu diharapkan bisa menimbulkan efek jera dan potensi kerugian negara dapat diminimalisasi, sekaligus dapat meningkatkan penerimaan negara," tukas dia.
Lihat Juga: Ekonomi Indonesia Relatif Stabil dengan Inflasi Rendah, Penyesuaian PPN 12 Persen Sudah Tepat
Minuman golongan A yang berkadar alkohol sampai dengan 5% biasa dikenal sebagai bir. Selanjutnya, golongan B dengan kadar 5% sampai 20% dikenal sebagai anggur. Lalu minuman golongan C adalah minuman dengan kadar alkohol di atas 20% yang biasa dikenal sebagai minuman keras.
"Penyesuaian tarif cukai untuk MMEA golongan B dan C menjadi salah satu agenda pembahasan rumusan kebijakan cukai MMEA yang saat ini sedang dibahas oleh Kemenkeu," ungkap Direktur Kepabeanan Antar Lembaga dan Internasional Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Syarif Hidayat, Kamis (25/11/2021).
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Pande Putu Oka. Menurut Pande, kebijakan terkait tarif cukai untuk MMEA masih dalam proses pembahasan dengan stakeholders terkait.
"Pemerintah akan segera mengumumkan,” imbuhnya.
Menurut Syarif, saat ini, telah terjadi penyesuaian tarif cukai MMEA terhadap golongan A di tahun 2019, baik dalam negeri maupun impor. Sejak diterbitkannya PMK No. 158/PMK.010/2018 lalu, belum ada lagi penyesuaian terhadap tarif cukai MMEA.
Dalam PMK itu ditetapkan besaran cukai miras golongan A, B, dan C. Untuk golongan A, baik impor maupun produk lokal dikenakan cukai sebesar Rp15 ribu per liter. Untuk golongan B Rp33 ribu per liter (dalam negeri) dan Rp44 ribu (impor). Sedangkan golongan C sebesar Rp80 ribu per liter (lokal) dan Rp139 ribu per liter (impor).
Hingga dengan saat ini, proyeksi penerimaan negara di bidang cukai pada akhir 2021 diproyeksikan dapat memenuhi target yang diamanatkan pada 2021. Penerimaan cukai sendiri telah mencapai Rp128,3 triliun di kuartal III-2021 atau tumbuh 15,1% dari penerimaan tahun lalu sebesar Rp111,5 triliun.
"Kinerja itu dipengaruhi oleh kebijakan di bidang cukai (penyesuaian tarif) dan efektifitas pengawasan melalui program gempur rokok ilegal," imbuhnya.
Untuk melakukan optimalisasi penerimaan negara melalui cukai, pemerintah telah memiliki Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam UU ini, nantinya proses persetujuan ekstensifikasi cukai bisa menjadi lebih sederhana, dengan cukup disampaikan ke DPR dan dibahas serta disetujui dalam RUU APBN.
"Hal tersebut membuat proses peningkatan penerimaan negara melalui ekstensifikasi akan lebih cepat karena menggabungkan dua proses yang sebelumnya terpisah menjadi satu momen yang bersamaan," tegas Syarif.
Jika ada tindak pidana cukai, Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai Kemenkeu mengedepankan upaya pengembalian kerugian negara terlebih dahulu, sedangkan upaya pidana merupakan yang terakhir.
"Singkatnya, jika pelaku tindak pidana cukai diberi kesempatan untuk mengganti kerugian negara berupa denda, baik pada tahap penelitian (denda sebesar tiga kali dari nilai cukai) maupun penyelidikan (denda sebesar empat kali dari nilai cukai). Adanya hal itu diharapkan bisa menimbulkan efek jera dan potensi kerugian negara dapat diminimalisasi, sekaligus dapat meningkatkan penerimaan negara," tukas dia.
Lihat Juga: Ekonomi Indonesia Relatif Stabil dengan Inflasi Rendah, Penyesuaian PPN 12 Persen Sudah Tepat
(uka)