Kenaikan Tarif Pajak dan Retribusi Daerah Bisa Kerek PAD di 2022

Selasa, 07 Desember 2021 - 16:05 WIB
loading...
Kenaikan Tarif Pajak dan Retribusi Daerah Bisa Kerek PAD di 2022
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Foto/Dok MPI/Arif Julianto
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menaikkan tarif pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) pada tahun depan. Penyesuaian tarif ini berpotensi mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD).

Hasil simulasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan bahwa penerimaan PDRD bagi kabupaten/kota diperkirakan dapat meningkat 50% dari Rp61,2 triliun menjadi Rp91,3 triliun. Hal ini berarti penerimaan seluruh pemerintah daerah (Pemda) bisa bertambah hingga Rp30,1 triliun pada tahun 2022.

“Perubahan pengaturan pajak daerah termasuk tarif, justru akan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah secara terukur,” kata Menkeu saat Rapat Paripurna DPR RI ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2021-2022 di Jakarta, Selasa (7/12/2021).



Kebijakan baru PDRD ini pun tertuang dalam Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) yang telah diundangkan dalam rapat tersebut. "Salah satu tarif PDRD yang diubah yakni Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Kebijakan tersebut tertuang dalam Pasal 41 UU HKPD," ungkap Sri.

Melalui undang-undang tersebut, batas atas tarif PBB Pedesaan dan Perkotaan atau PBB-P2 ditetapkan sebesar 0,5%. Tarif ini lebih tinggi dari ketentuan batas maksimal tarif PBB-P2 yang berlaku saat ini sebesar 0,3%.

"Saya yakin paket kebijakan baru PDRD, yang dibarengi dengan komitmen daerah untuk meningkatkan kualitas administrasi perpajakan, akan mampu meningkatkan kemampuan keuangan dan ruang fiskal daerah. Perlu dicatat bahwa meskipun terdapat penyederhanaan jenis PDRD, hal tersebut tidak mengurangi jumlah PDRD yang akan diterima daerah," tandasnya.



Dia menjelaskan, salah satu bentuk penyederhanaan adalah reklasifikasi 16 jenis pajak daerah menjadi 14 jenis pajak. Selain itu, rasionalisasi retribusi daerah dari 32 jenis layanan menjadi 18 jenis layanan.

"Hal ini demi memudahkan optimalisasi dan integrasi pemungutan, dan memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak (WP) dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Selain itu dilakukan dalam rangka efisiensi pelayanan publik di daerah,” urainya.
(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1331 seconds (0.1#10.140)