Menakar Dampak Ekonomi-Sosial Budidaya Ikan Nila Bagi Masyarakat Toba
loading...
A
A
A
Guru Besar IPB, sekaligus Ketua Tim Riset Care LPPM IPB University tentang Resolusi Konflik Dalam Penanganan Sumber Daya Alam Danau Toba, Manuntun Parulian Hutagaol mengungkapkan terdapat banyak entitas yang dapat memberikan dampak pada lingkungan, seperti sungai-sungai kecil yang berjumlah lebih dari 100 sungai, industri perikanan, perhotelan, resto, pemukiman penduduk, pertanian hingga pasar.
Oleh karenanya, kata dia, industri KJA Danau Toba perlu dipertahankan karena memberikan dampak maupun kontribusi besar pada perekonomian di Kawasan Danau Toba.
Salah satunya, mengentaskan kemiskinan, meningkatkan pendapatan masyarakat, serta sebagai pondasi keberagaman basis perekonomian masyarakat Toba. Ia mengatakan, angka kemiskinan di Danau Toba sekitar 10% dan pendapatan rata-rata per kapita per tahun mereka jauh di bawah rata-rata nasional.
“Jadi memang betul-betul dibutuhkan suatu kegiatan ekonomi, pariwisata dan industri lainnya itu untuk menggerakan perekonomian Danau Toba, sehingga kemiskinan yang terjadi di sana bisa segera teratasi. Seperti saya temukan dari literatur, bahwa kemiskinan adalah musuh lingkungan dan faktor penting di balik kerusakan lingkungan,” ujar Parulian.
Selain itu dalam kondisi sekarang ini menurutnya tidak mungkin perairan Danau Toba diupayakan menjadi Oligotropik. Sebab secara teknis sangat sulit memperbaiki dari Status Eutropik ke Status Oligotropik.
“Secara legal juga tidak mungkin melaksanakan atau menyelenggarakan kegiatan wisata di perairan Oligotrofik, wisata hanya diperbolehkan di perairan Mesotrofik, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,” jelasnya.
Kemudian Dosen dan Peneliti dari Universitas Sumatera Utara, Ternala Alexander Barus mengatakan, status trofik atau kualitas perairan Danau Toba saat ini adalah mesotrofik.
Namun demikian, proses eutrofikasi bisa saja akan terjadi nantinya sesuai dengan proses penuaan danau, baik secara alami maupun akibat meningkatnya nutrien yang masuk ke danau dan bersumber dari berbagai aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan Danau Toba.
Maka dari itu, lanjut dia, perlu dikaji ulang penentuan kapasitas daya tampung perikanan Danau Toba melalui sebuah penelitian yang komprehensif dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan di kawasan Danau Toba.
“Banyak alternatif yang bisa dilakukan supaya pencemaran bisa seminimal mungkin. Bisa dari pakannya, dari sistem keramba jaring apungnya dan lain sebagainya. Itu bisa kita lakukan, sehingga ada KJA yang ramah lingkungan. Tinggal komitmen kita mau enggak itu dilakukan. Pencemaran dapat kita minimalkan dengan segala teknologi yang ada, itu bisa dilakukan,” pungkas Ternala.
Oleh karenanya, kata dia, industri KJA Danau Toba perlu dipertahankan karena memberikan dampak maupun kontribusi besar pada perekonomian di Kawasan Danau Toba.
Salah satunya, mengentaskan kemiskinan, meningkatkan pendapatan masyarakat, serta sebagai pondasi keberagaman basis perekonomian masyarakat Toba. Ia mengatakan, angka kemiskinan di Danau Toba sekitar 10% dan pendapatan rata-rata per kapita per tahun mereka jauh di bawah rata-rata nasional.
“Jadi memang betul-betul dibutuhkan suatu kegiatan ekonomi, pariwisata dan industri lainnya itu untuk menggerakan perekonomian Danau Toba, sehingga kemiskinan yang terjadi di sana bisa segera teratasi. Seperti saya temukan dari literatur, bahwa kemiskinan adalah musuh lingkungan dan faktor penting di balik kerusakan lingkungan,” ujar Parulian.
Selain itu dalam kondisi sekarang ini menurutnya tidak mungkin perairan Danau Toba diupayakan menjadi Oligotropik. Sebab secara teknis sangat sulit memperbaiki dari Status Eutropik ke Status Oligotropik.
“Secara legal juga tidak mungkin melaksanakan atau menyelenggarakan kegiatan wisata di perairan Oligotrofik, wisata hanya diperbolehkan di perairan Mesotrofik, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,” jelasnya.
Kemudian Dosen dan Peneliti dari Universitas Sumatera Utara, Ternala Alexander Barus mengatakan, status trofik atau kualitas perairan Danau Toba saat ini adalah mesotrofik.
Namun demikian, proses eutrofikasi bisa saja akan terjadi nantinya sesuai dengan proses penuaan danau, baik secara alami maupun akibat meningkatnya nutrien yang masuk ke danau dan bersumber dari berbagai aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan Danau Toba.
Maka dari itu, lanjut dia, perlu dikaji ulang penentuan kapasitas daya tampung perikanan Danau Toba melalui sebuah penelitian yang komprehensif dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan di kawasan Danau Toba.
“Banyak alternatif yang bisa dilakukan supaya pencemaran bisa seminimal mungkin. Bisa dari pakannya, dari sistem keramba jaring apungnya dan lain sebagainya. Itu bisa kita lakukan, sehingga ada KJA yang ramah lingkungan. Tinggal komitmen kita mau enggak itu dilakukan. Pencemaran dapat kita minimalkan dengan segala teknologi yang ada, itu bisa dilakukan,” pungkas Ternala.