Menakar Dampak Ekonomi-Sosial Budidaya Ikan Nila Bagi Masyarakat Toba

Jum'at, 17 Desember 2021 - 20:17 WIB
loading...
Menakar Dampak Ekonomi-Sosial Budidaya Ikan Nila Bagi Masyarakat Toba
Sebagai danau terbesar di kawasan Asia Tenggara, Danau Toba menyimpan berbagai potensi ekonomi. Mulai dari usaha transportasi air, pertanian, peternakan, budidaya perikanan, industri, sampai pariwisata. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Sebagai danau terbesar di kawasan Asia Tenggara, Danau Toba menyimpan berbagai potensi ekonomi. Mulai dari usaha transportasi air, pertanian, peternakan, budidaya perikanan , industri, sampai pariwisata.

Danau Toba bukan saja menjadi objek keindahan alam, tapi juga membawa kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. Salah satu kegiatan ekonomi yang paling berkembang di Danau Toba adalah budidaya ikan nila atau tilapia dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA).



Perputaran ekonomi budidaya perikanan, khususnya ikan Nila dapat mencapai hingga Rp5 triliun per tahun. Data Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Sumatera Utara pada tahun 2020 menunjukkan, produksi ikan nila di Danau Toba adalah sebesar 80.941 ton.

Ekspor ikan nila dari Danau Toba juga memberi kontribusi sebesar 21% untuk Produk Domestik Regional Bruto di wilayah Danau Toba dan dinilai jauh lebih besar dari sumbangan sektor lain.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) 2021, volume ekspor ikan nila pada 2020 mencapai 12,29 ribu ton dengan nilai ekspor Rp1,5 Triliun. Dan penyumbang ekspor tilapia terbesar adalah Sumatera Utara, yakni sekitar 95%.

Namun demikian, seiring dengan kebijakan pemerintah pusat yang menetapkan Danau Toba sebagai tujuan wisata super prioritas, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Danau Toba, serta SK Gub Nomor 188.44/209/KPTS/2017 mengenai Status Trofik Danau Toba.

SK menyebut daya dukung Danau Toba untuk KJA menjadi 10.000 ton per tahun, dengan tujuan agar kualitas air yang tercemar dapat terkendali.

SK tersebut menetapkan bahwa Danau Toba merupakan danau berstatus oligotrofik atau danau dengan kandungan zat hara yang sangat rendah. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya untuk memperbaiki atau mengembalikan kesuburan Danau Toba.

Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Rokhmin Dahuri menanggapi pembatasan total ikan nila dari KJA sebesar 10.000 ton per tahun menurutnya tidak akan menyelesaikan masalah.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2161 seconds (0.1#10.140)