PLTS Atap Jadi Peluang Kejar Target Bauran Energi 23% di 2025

Kamis, 23 Desember 2021 - 10:01 WIB
loading...
PLTS Atap Jadi Peluang...
PLTS atap merupakan peluang untuk memaksimalkan kontribusi masyarakat dan badan usaha untuk ikut berinvestasi dalam proses dekarbonisasi. Foto/Dok SINDOnews/Yulianto
A A A
JAKARTA - Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia saat ini dinilai lamban dan tidak on track dengan target 23% bauran energi terbarukan pada 2025. Hingga kuartal III/2021, bauran energi terbarukan masih berkisar 11,2%.

Adapun total kapasitas terpasang energi terbarukan hingga September 2021 hanya mencapai 10.827 MW atau bertambah sekitar 400 MW.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, kurang kondusifnya iklim investasi energi terbarukan di Indonesia dan komitmen politik yang tidak konsisten dapat membuat pencapaian target 23% bauran energi terbarukan pada 2025 terkendala.

"Untuk mencapai target KEN dan RUEN di 2025 kapasitas pembangkit energi terbarukan diperkirakan harus minimal mencapai 24.000 MW atau sekitar 2-3 GW penambahan kapasitas energi terbarukan setiap tahunnya," ujarnya, dikutip Kamis (23/12/2021).



Sementara itu, agar sesuai dengan Persetujuan Paris, dibutuhkan setidaknya 11-13 GW pembangkit energi terbarukan untuk mendekarbonisasi sistem energi di Indonesia yang mencakup sektor pembangkitan listrik, transportasi dan industri pada tahun 2050.

"Selain itu, pemanfaatan energi surya pun terbilang tidak signifikan, hanya meningkat 18 MW yang didominasi PLTS atap. Bandingkan dengan kebutuhan 10-11 GW PLTS atap tiap tahunnya untuk mendorong bebas emisi pada 2045 di sektor ketenagalistrikan," bebernya.

IESR memandang PLTS atap merupakan peluang untuk memaksimalkan kontribusi masyarakat dan badan usaha untuk ikut berinvestasi dalam proses dekarbonisasi.



Upaya dekarbonisasi sistem transportasi dengan adopsi kendaraan listrik dan penggunaan bahan bakar nabati juga masih jauh dari target yang ditetapkan. Penjualan kendaraan listrik masih di bawah 1% dari total penjualan kendaraan.

"Hanya sekitar 2.000 mobil listrik dan 5.000 mobil listrik sepeda motor terdaftar, sementara total mobil dan sepeda motor listrik perlu mencapai 1,7 juta dan 100 juta pada tahun 2030," jelas Fabby.

Sementara itu, bahan bakar nabati pun masih terbatas pada pengembangan biodiesel yang masih belum ekonomis dan terkendala dengan isu keberlanjutan (sustainability).

Implementasi B40, dari yang semula B30, yang direncanakan di tahun 2022 pun dinilai akan terkendala melihat harga minyak sawit saat ini.



Fabby melanjutkan, pemerintah harus memfokuskan pada upaya memperkuat komitmen politik untuk dekarbonisasi dengan merevisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) agar selaras dengan tujuan Net-Zero Emission (NZE).

Di sisi lain, kualitas regulasi juga harus diperbaiki untuk meningkatkan daya tarik investasi, memangkas hambatan perizinan, dan mengakselerasi pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan di luar PLN dengan mendorong gotong royong warga masyarakat dan bisnis berinvestasi pada pembangkit energi terbarukan terdistribusi dan efisiensi energi. "Dengan demikian 23% bauran energi terbarukan di 2025 dapat tercapai," tandasnya.
(ind)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2272 seconds (0.1#10.140)