Potensial Raup Miliaran Rupiah, Investasi NFT Mesti Hati-hati
loading...
A
A
A
JAKARTA - Non Fungible Token (NFT) potensial dan banyak diminati karena bisa menghasilkan untung miliaran rupiah. Apalagi, jika melihat fenomena viralnya Ghozali Everyday yang berhasil menjual NFT di marketplace aset digital OpenSea hingga meraup miliaran rupiah.
Namun, investasi di NFT ini juga mesti hati-hati. NFT sendiri merupakan aset digital yang menggambarkan objek asli seperti karya seni, musik, atau item yang terdapat pada video dan game dalam format JPEG, PNG, MP4, dan lainnya. Aset sejenis kripto tersebut tidak dapat digandakan atau diganti.
Sebelum memutuskan berinvestasi NFT, ada baiknya calon investor mempelajari terlebih dahulu secara mendalam supaya tidak mengalami kerugian besar. Hal ini karena sulit memberi nilai instriksi pada produk virtual yang sepenuhnya ada di dunia maya seperti kripto dan NFT.
Kripto maupun NFT juga tidak memiliki sektor riil atau aset riil yang menunjang harga atau nilai pasar dan tidak didukung oleh bisnis utama atau underlying. Nilai pada produk-produk tersebut sepenuhnya diserahkan kepada tangan-tangan tidak terlihat.
"Jadi kripto maupun NFT lebih besar faktor spekulasi daripada investasi," kata Praktisi Hukum Hendra Setiawan Boen, di Jakarta, Senin (17/1/2022).
Dia mengungkapkan, investasi di perusahaan yang memiliki underlying dan aset riil saja perlu hati-hati, apalagi seperti blokchain hingga NFT. Tentu prinsip tersebut perlu diterapkan sebelum menanamkan investasi di produk yang fundamentalnya tidak jelas.
Pasalnya, berinvestasi pada produk dengan fundamental rendah risikonya lebih besar. Ia mengingatkan terkait krisis global tahun 2008 yang disebabkan oleh produk mortgage-backed securities (MBS) dan collateralized debt obligations (CDO).
Surat berharga MBS dan CDO tersebut berasal dari berbagai kredit kepemilikan rumah (KPR) di Amerika yang tidak diteliti kemampuan membayar dari debitur KPR. Akibatnya ketika para debitur ramai-ramai tidak membayar KPR mereka karena berbagai alasan, pasar MBS dan CDO runtuh seketika dan merugikan para investor.
Krisis tahun 2008 yang dikenal sebagai subprime mortgage ini membangkrutkan perusahaan pialang besar seperti Fannie Mae, Freddie Mac, Lehman Brothers sampai menimbulkan kerusakan parah pada sistem perbankan negara Islandia.
Selain itu perlu juga dipertimbangkan dampak kerusakan lingkungan karena proses komputansi terkait blockchain, kripto dan NFC membutuhkan konsumsi energi yang luar biasa besar. Analisis Universitas Cambridge menemukan bahwa penambangan bitcoin mengkonsumsi 121,36 terawatt-per jam per tahun.
Sebagai ilustrasi, jumlah ini mengalahkan konsumsi kumulatif aktivitas di Facebook, Microsoft dan Apple. Dampaknya dari penelitian Universitas Columbia, bitcoin dapat mendorong pemanasan global lebih dari 2 derajat celcius.
Data Digiconomist menunjukan, bitcoin menghasilkan sekitar 96 juta ton karbondioksida per tahun, setara jejak karbon negara-negara kecil. "Ini baru satu bitcoin dan belum menghitung kegiatan terkait blockchain," kata dia.
Sebagai produk digital, tidak ada batasan untuk menghasilkan kripto dan NFC yang lahir dari teknologi blockchain, namun sumber daya alam bumi untuk terus menerus memproduksi energi sebesar itu sangat terbatas. Baru-baru ini saja Indonesia sampai harus melarang ekspor produk batu bara karena PLN kekurangan pasokan. Larangan ini menyebabkan krisis listrik di berbagai negara lain.
"Jadi para calon investor dan investor perlu secara hati-hati menghitung apakah keuntungan dari blockchain, kripto dan NFC lebih banyak manfaat atau mudharatnya," kata dia.
Namun, investasi di NFT ini juga mesti hati-hati. NFT sendiri merupakan aset digital yang menggambarkan objek asli seperti karya seni, musik, atau item yang terdapat pada video dan game dalam format JPEG, PNG, MP4, dan lainnya. Aset sejenis kripto tersebut tidak dapat digandakan atau diganti.
Sebelum memutuskan berinvestasi NFT, ada baiknya calon investor mempelajari terlebih dahulu secara mendalam supaya tidak mengalami kerugian besar. Hal ini karena sulit memberi nilai instriksi pada produk virtual yang sepenuhnya ada di dunia maya seperti kripto dan NFT.
Kripto maupun NFT juga tidak memiliki sektor riil atau aset riil yang menunjang harga atau nilai pasar dan tidak didukung oleh bisnis utama atau underlying. Nilai pada produk-produk tersebut sepenuhnya diserahkan kepada tangan-tangan tidak terlihat.
"Jadi kripto maupun NFT lebih besar faktor spekulasi daripada investasi," kata Praktisi Hukum Hendra Setiawan Boen, di Jakarta, Senin (17/1/2022).
Dia mengungkapkan, investasi di perusahaan yang memiliki underlying dan aset riil saja perlu hati-hati, apalagi seperti blokchain hingga NFT. Tentu prinsip tersebut perlu diterapkan sebelum menanamkan investasi di produk yang fundamentalnya tidak jelas.
Pasalnya, berinvestasi pada produk dengan fundamental rendah risikonya lebih besar. Ia mengingatkan terkait krisis global tahun 2008 yang disebabkan oleh produk mortgage-backed securities (MBS) dan collateralized debt obligations (CDO).
Surat berharga MBS dan CDO tersebut berasal dari berbagai kredit kepemilikan rumah (KPR) di Amerika yang tidak diteliti kemampuan membayar dari debitur KPR. Akibatnya ketika para debitur ramai-ramai tidak membayar KPR mereka karena berbagai alasan, pasar MBS dan CDO runtuh seketika dan merugikan para investor.
Krisis tahun 2008 yang dikenal sebagai subprime mortgage ini membangkrutkan perusahaan pialang besar seperti Fannie Mae, Freddie Mac, Lehman Brothers sampai menimbulkan kerusakan parah pada sistem perbankan negara Islandia.
Selain itu perlu juga dipertimbangkan dampak kerusakan lingkungan karena proses komputansi terkait blockchain, kripto dan NFC membutuhkan konsumsi energi yang luar biasa besar. Analisis Universitas Cambridge menemukan bahwa penambangan bitcoin mengkonsumsi 121,36 terawatt-per jam per tahun.
Sebagai ilustrasi, jumlah ini mengalahkan konsumsi kumulatif aktivitas di Facebook, Microsoft dan Apple. Dampaknya dari penelitian Universitas Columbia, bitcoin dapat mendorong pemanasan global lebih dari 2 derajat celcius.
Data Digiconomist menunjukan, bitcoin menghasilkan sekitar 96 juta ton karbondioksida per tahun, setara jejak karbon negara-negara kecil. "Ini baru satu bitcoin dan belum menghitung kegiatan terkait blockchain," kata dia.
Sebagai produk digital, tidak ada batasan untuk menghasilkan kripto dan NFC yang lahir dari teknologi blockchain, namun sumber daya alam bumi untuk terus menerus memproduksi energi sebesar itu sangat terbatas. Baru-baru ini saja Indonesia sampai harus melarang ekspor produk batu bara karena PLN kekurangan pasokan. Larangan ini menyebabkan krisis listrik di berbagai negara lain.
"Jadi para calon investor dan investor perlu secara hati-hati menghitung apakah keuntungan dari blockchain, kripto dan NFC lebih banyak manfaat atau mudharatnya," kata dia.
(nng)