Ekonom Indef Bongkar Motif di Balik Aturan Pencairan JHT

Senin, 21 Februari 2022 - 22:30 WIB
loading...
Ekonom Indef Bongkar...
Masalah pencairan dana JHT mengarah pada keuangan BPJamsostek. Foto/FaisalRahman/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Isu pencairan dana jaminan hari tua ( JHT ) yang hanya bisa dilakukan setelah usia pekerja mencapai 56 tahun menyebabkan pembicaraan mengarah kepada keuangan BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek . Sebagian kalangan menduga aturan baru JHT lantaran BPJamsosek kekurangan likuiditas.



Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, dari sisi keuangan ada kemungkinan pemerintah berupaya mengembalikan fungsi JHT karena ada jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) sehingga JHT difungsikan untuk hari tua.

Meski demikian, Eko menyoroti keuangan BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) akibat penarikan dana JHT yang berlangsung selama pandemi. Banyaknya PHK membuat penarikan dana JHT terjadi secara massif.

"Memang yang jadi concern adalah kenaikan dari penarikan dana JHT yang cukup signifikan. Jadi kalau dana JHT ditarik terus-menerus. Beberapa tahun lalu trennya hanya Rp17-20 triliun, sekarang mungkin karena efek dua tahun pandemi sampai tahun 2021 kemarin sampai Rp37 triliun. Ini kan dana yang besar untuk ditarik," ujar Eko saat dihubungi MNC Portal di Jakarta, Senin(21/2/2022).



Implikasinya, sambung dia, adalah terhadap solvabilitas atau kemampuan jangka panjang dari BPJS Ketenagakerjaan untuk comply terhadap uang para pekerja. Jika dilihat dari tingkat investasinya, secara total lebih rendah dari perkembangan penarikan JHT itu sendiri.

"Ya lama-lama kan akan tergerus, sehingga nanti BPJamsostek akan kesulitan untuk mengelola secara sustained. Itu yang dikhawatirkan, sehingga harus dicari solusi supaya dana ini nanti tidak ditarik besar-besaran seperti saat ini. Katakanlah bisa hampir mencapai Rp40 triliun setahun," ungkapnya.

Terlebih, saat ini, trennya meningkat. Sementara probabilitas terjadinya krisis dalam kurun waktu 10 tahun ke depan masih bisa terjadi, terlebih dengan situasi pandemi yang belum jelas berakhirnya.

"Ini ada ketidakpastian. Jadi dari sisi keuangan, memang kalau ditarik terus-menerus seperti yang dilakukan selama dua tahun terakhir, ya tidak akan menghasilkan JHT yang sustained, walaupun BPJamsostek membantah dengan mengatakan bahwa uangnya akan aman jika ditarik. Iya aman, itu kan posisi sekarang, tapi kalau setiap tahun peningkatan penarikan terjadi terus karena ekonomi tak kunjung membaik, yang kena ya sustainabilitas dana itu sendiri, sehingga kemudian ada program yang memang sudah direncanakan dalam SJSN adalah JKP," paparnya.



Kendati demikian, meski dikatakan bahwa dana JKP ada, Eko ragu karena pola lamanya seperti di tahun kemarin. Jika JHT digantikan dengan JKP, maka yang ditarik dananya sampai Rp30 triliun lebih.

"Jika anggaran dananya tidak sebesar itu atau tidak mengimbangi, ya secara common sense kan akan susah untuk switch ke JKP," pungkas Eko.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2086 seconds (0.1#10.140)