Produksi Kedelai Lokal Harus Ditingkatkan

Selasa, 22 Februari 2022 - 11:28 WIB
loading...
Produksi Kedelai Lokal...
Produksi kedelai lokal harus ditingkatkan. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) terus mengupayakan agar harga kedelai stabil dengan meningkatkan produksi kedelai lokal. Tahun ini, Kementan menargetkan produksi bisa mencapai 1 juta ton. Target ini terbilang tinggi jika dibandingkan dengan produksi 2021 yang hanya di kisaran 200.000 ton.

Menurut Kementan peningkatan produksi lokal ini diupayakan untuk memenuhi kebutuhan produksi tahu dan tempe yang kini bergantung pada kedelai impor dengan jumlah tidak kurang dari 2 juta ton pada 2021 lalu.

Ditjen Tanaman Panan yang juga Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementan Yuris Tiyanto menegaskan, Kementan memiliki target 1 juta ton produksi kedelai yang diambil dari hasil area penanaman kedelai seluas 650.000 hektare di tahun ini. ‎Sedangkan, 52.000 hektare akan didanai langsung dari anggaran pemerintah, 598.000 hektare sisanya akan difasilitasi langsung dengan kredit usaha rakyat (KUR) bunga 6% sesuai usulan para petani. Lahan tersebut tersebar di 14 provinsi dan monokultur sehingga tidak menumpang pada komoditas lain.

"Tentunya untuk tahun ini kami memiliki target yang tinggi dibandingkan tahun lalu. Karena ketika ingin mengatasi kelangkaan bahan baku untuk pabrik tahu dan tempe yang masih bergantung pada kedelai impor. Beberapa provinsi yang sudah ditanami kedelai yaitu provinsi Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Lampung, Jambi, dan Banten. Kita harap dari beberapa daerah tersebut bisa meningkatkan produktivitas," tuturnya.



Kementan juga telah menyusun target hingga 2024. Yuris menuturkan, jika target penanaman di 2022 berhasil, di 2023 produksi kedelai ditargetkan naik menjadi 1,55 juta ton dan 2024 akan bertambah menjadi 1,88 juta ton.

"Untuk mencapai target tersebut, tentunya ada syarat yang harus dipenuhi. Salah satunya ada payung hukum setingkat peraturan Presiden (perpres) agar semua pemangku kepentingan nanti bisa mendukung dan tidak jalan sendiri-sendiri," lanjutnya

Syarat selanjutnya, harus ada ide baru agar penggunaan KUR bisa lebih mudah lagi dan mampu dipercaya oleh petani. Program KUR tentunya akan dilengkapi denan asuransi petani untuk menjamin apabila petani kedelai mengalami gagal panen. Selain itu, perlu dilakukan pendampingan teknologi yang intensif dengan pola tumpang sisip di lahan penanaman jagung. Hal tersebut untuk memperluas areal penanaman di luar target 650.000 hektare.

"Hal lain yang tentunya tidak boleh tertinggal, menyiapkan off taker. Nantinya setiap provinsi diharapkan terdapat perusahaan seperti BUMD, BUMND, atau swasta yang bisa menyerap kedelai petani lokal," ungkapnya.

Kementan optimistis petani akan lebih antusias untuk menanam kedelai di tahun ini. Pasalnya, waktu tanam kedelai hanya 78 hari sehingga biaya produksi tentu akan lebih hemat dari komoditas lain. Jika dilihat dari tingkat produktivitas saat ini sekitar 1,6 ton per hektare dengan rata-rata harga kedelai lokal berkisar Rp10.000 sampai Rp11.000 per kg. Harga tersebut tentunya sudah lebih tinggi dari harga acuan pemerintah yang berkisar Rp8.500 per kg.



Namun, mengenai harga yang cukup tinggi. Ia pun menjelaskan tentunya ini masih menjadi pemahasan bersama gabungan koperasi tahu tempe Indonesia (Gakoptindo) karena para pembuat tahu dan tempe menginginkan harga murah. "Ini masih dalam pembahasan bersama, karena memang para pengrajin inginnya murah sedangkan para petani inginnya mahal. Ini perlu ada peraturan yang bisa menguntungkan keduanya," lanjutnya.

Sementara itu, sebagai dampak dari kenaikan harga kacang kedelai, seluruh pembuat tahu dan tempe di Kota Depok, Jawa Barat, mulai Senin (21/2/2022) mogok beroperasi. Aksi mogok ini dilakukan selama tiga hari sejak Senin hingga Rabu (23/2/2022). “Kami mogok secara menyeluruh karena harga kacang melambung tinggi,” kata Ketua Umum Paguyuban Dadi Ruku, Rasjani.

Tingginya harga pokok bahan baku pembuatan tahu tempe membuat pengrajin merugi karena tidak menutupi harga produksi. Mereka berharap agar pemerintah mengambil sikap dan menstabilkan harga kedelai. “Kenaikan sudah dua tahun tapi sekarang yang benar-benar tinggi. Harapan kami pemerintah bisa menstabilk harga kedelai. Kenaikan mulai dari harga Rp8.000 per kilo hingga kini tembus Rp11.000. Ini kenaikannya cukup cepat dari Rp9.000 ke Rp11.000,” keluhnya.

Rasjani mengaku tidak tahu mengapa harga kedelai sampai tinggi seperti ini. Sebagai pelaku usaha kecil, pihaknya hanya ingin agar harga kedelai normal dan tidak tinggi seperti saat ini.

“Makanya kami melakukan aksi ini supaya masyarakat tahu kalau harga kedelai mahal. Dan kalaupun kami produksi lagi nanti kemungkinan akan naik dan supaya masyarakat mengetahui hal itu,” tukasnya.

Selama ini solusi yang dilakukan adalah dengan memperkecil ukuran tahu dan tempe yang diproduksi. Namun terus melonjaknya harga kedelai membuat mereka teriak karena sudah tidak bisa lagi terus memperkecil ukuran tahu dan tempe yangt diproduksi namun juga tidak bisa menaikkan harga jual. “Kalau kemarin-kemarin ya diperkecil ukurannya. Tapi lama-lama juga harga kedelai makin tidak menutupi biaya produksi,” keluhnya.

Setelah tiga hari mogok nanti mereka akan kembali memproduksi. Namun dipastikan harga jual juga akan dinaikkan. “Kemarin tempe dijual Rp 4.000 per potong kalau nanti bisa naik jadi Rp 5.000. kalau untuk tahu ada kenaikan Rp 20.000 per papan,” ungkapnya.

Di sisi lain, aksi mogok pengrajin tahu tempe menyebabkan tidak ada penjual tahu tempe di pasar. Salah satunya di Pasar Cisalak, Depok. Bahkan di penjual sayur juga tidak ditemukan penjual yang menjual tahu tempe. Padahal dua makanan itu termasuk makanan yang diburu masyarakat.

“Nggak jualan (tempe). Dari pembuatnya ngga dikirim. Katanya lagi mogok produksi,” kata Sahat, salah seorang penjual sayur di Pasar Tugu, Depok, Senin (21/2/2022).

Mengenai kosongnya tahu tempe ini, Sahat mengaku sudah mengetahui sejak sehari sebelumnya. Karena itu, dia pun memutuskan tidak menjual tempe. Di sisi lain, dia juga menginformasikan kepada para pembeli tentang persoalan yang terjadi.
“Yang datang hari ini banyak menanyakan tempe, tetapi ada juga yang setelah kami berikan informasi mereka langsunh beli yang biasanya dua papan jadi empat papan untuk persediaan,” tuturnya.

Santi, salah seorang pembeli mengaku sangat kehilangan dengan tidak adanya tempe dan tahu di pasaran. Dua makanan tersebut menjadi menu yang hampir tiap hari ada di rumahnya.

“Jadi bingung ya karena kan biasanya selalu ada tahu atau tempe kalau masak. Murah meriah dan anak-anak juga suka kebetulan tahu,” katanya.

Dia berharap agar kondisi ini dapat segera teratasi sehingga ibu rumah tangga seperti dirinya tidak kebingungan. Menurutnya tahu dan tempe menjadi andalan dirinya untuk menyajikan makanan untuk keluarga terutama saat tengah bulan. “Kalau kayak sekarang nih belum gajian kan biasanya lauknya tahu atau tempe. Nah sekarang ngga ada jadi bingung. Mau beli ayam atau ikan kan harganya lebih mahal dibanding tahu tempe,” pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi menyatakan, langka dan tingginya harga kedelai di pasaran harus menjadi perhatian serius dan segera diatasi pemerintah. Menurut Dedi, dalam jangka panjang maka pemerintah harus terus mendorong agar jumlah produksi kedelai di dalam negeri ditingkatkan. Sedangkan untuk jangka pendek, kata dia, pemerintah harus menyiapkan ketersediaan kedelai sesuai dengan kebutuhan pasar dengan melakukan intervensi.

"Karena ini (kedelai) adalah sebuah kebutuhan mendasar dari pangan rakyat," tegas Dedi melalui keterangan tertulis, di Jakarta, Senin (21/2).

Ketua Bidang Pertanian dan Perkebunan DPP Partai Golkar ini menekankan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan) pun harus berperan aktif mengatasi permasalahan ini. Bagi Kemendag, tutur Dedi, perlu segera melakukan langkah-langkah guna mendorong ketersediaan kedelai di pasaran dan menstabilkan harga.

Menurut dia, yang paling penting pula adalah mendongkrak produksi kedelai di dalam negeri. Bagi Dedi, ketika harga stabil dan kedelai tersedia, maka akan memudahkan masyarakat mendapatkan komoditas ini di pasaran.

"Kedelai di kita memiliki kualitas baik, dan itu rasanya enak dibanding yang impor. Tapi, sering kali untuk kepentingan tempe kurang diminati karena ukurannya dianggap kecil dibanding impor yang ukurannya besar. Itu yang mendorong pedagang menyukai kedelai impor," ujarnya.

Dedi menggariskan, khusus untuk Kementan maka harus segera membuat perencanaan agar kedelai dapat diproduksi di Tanah Air. Perencanaan ini mencakup penanaman serentak, penyediaan lahan, bibit unggul yang sesuai kebutuhan pasar Indonesia, tenaga pendamping, hingga sejumlah alat produksi pascapanen. Dia menjelaskan, pascapanen jelas harus ada mesin pemanas dan mesin pemilahnya. Bahkan kata dia, kalau perlu disediakan karung kedelai bagi para petani.

"Karena salah satu problem di kita ini adalah karung dari petani bukan murni untuk kedelai tapi bekas. Kemudian kedelai tidak dalam keadaan bersih karena bercampur dengan bahan lain. Sehingga pembeli tidak tertarik lagi. Sehingga pemerintah harus intervensi. Karena kalau tidak ada intervensi sampai kapanpun kita akan impor," ungkap Dedi.

Dia menjelaskan, hakikatnya DPR tidak memiliki kewenangan untuk melakukan langkah teknis di lapangan. Meski demikian, ujar Dedi, DPR sempat mengagendakan rapat gabungan Komisi IV, Komisi VI, Komisi VII dengan Mentan Syahrul Yasin Limpo, Mendag Muhammad Lutfi, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Menteri ESDM Arifin Tasrif, Kamis (17/2).

Sayangnya kata Dedi, Mendag tidak hadir dan akhirnya rapat ditunda. Rapat ini tutur Dedi, bertujuan untuk memastikan seluruh langkah yang akan diambil pemerintah dengan pengawasan DPR dan aga publik mengetahui.

Menurut Dedi, pemerintah jelas harus segera segera mengambil langkah-langkah kongkrit dan memberikan informasi kepada publik ihwal kondisi komoditas kedelai. Dengan begitu kata dia, tidak ada lagi persepsi saling menyalahkan terkait kelangkaan dan mahalnya harga kedelai di pasaran yang menimbulkan pedagang mengancam untuk melakukan mogok produksi. Lebih dari itu, tutur dia, DPR akan mengedepankan kembali rapat gabungan yang sempat tertunda.

"Kita harapkan pada rapat nanti bisa bicara secara terbuka antara Kementan dan Kemendag jangan saling menyalahkan. Kita buat perencanaan untuk tahun depan agar isu tahunan kedelai ini tidak lagi terjadi," paparnya.

Dedi melanjutkan, kedelai lebih khusus kelangkaan dan tingginya harga kedelai merupakan isu klasik yang kerap kali terjadi dan berulang setiap tahun. Persoalan ini, tutur Dedi, mau tidak mau jelas harus segera diatasi mulai dari mengetahui dan menyiapkan segala kebutuhan dasar produksi baik perencanaan impor atau tanam lokal. Dalam konteks inilah, kata dia, sangat diperlukan langkah efektif dan nyata dari Kemendag dan Kementan.

"Sehingga, misal ada kesepakatan intervensi tanam tapi harus dijamin ada yang membeli itu kedelainya. Sering kali petani mengalami kerugian karena menanam kedelai tapi dijual harga yang murah. Kita lihat banyak kedelai masih muda dibabat, dijualin untuk dimakan direbus," ucap Dedi.
r ratna purnama/fahmi w bahtiar/sabir laluhu
(ynt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1569 seconds (0.1#10.140)