Krisis Minyak Goreng Disebut Tidak Humanis, Kaum Perempuan Bersuara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Memperingati Hari Perempuan Internasional setiap tanggal 8 Maret, kaum perempuan di Indonesia tidak hanya dihadapkan dengan Pandemi. Tetapi juga polemik bahan pokok, mulai dari kelangkaan minyak goreng , mahalnya kedelai, daging, hingga gas naik secara beruntun.
Ketua PeremPUAN Indonesia, Nida ZP menyampaikan, kehidupan kaum perempuan yang selama ini berjuang menopang keluarga menjadi semakin sulit akibat krisis minyak goreng yang sudah sangat tidak humanis.
PeremPUAN Indonesia menghargai tindakan Satgas Pangan dan Polri yang konsisten bekerja di lapangan untuk memberantas penimbunan komoditi yang dibutuhkan oleh rumah tangga di Indonesia.
" Menteri perdagangan yang harusnya merumuskan Kebijakan yang tegas, tampaknya hanya fafifuwasweswos lip service belaka. Tidak pernah melakukan kerja yang tegas satsetwatwet untuk menyelesaikan krisis ini," ungkap Nida.
Di tengah pandemi dan bencana alam seperti saat ini, menurutnya kaum perempuan butuh dibantu dan di lindungi oleh kebijakan, bukan malah ditakut-takuti dengan tuduhan menimbun minyak goreng di dapur.
Sementara itu Akademisi UI, Agnes S. Poerbasari menjelaskan, kondisi yang membawa kesengsaraan masyarakat, khususnya Perempuan Indonesia ini sangat memprihatinkan dan tentunya mendorong pertanyaan bagaimana sikap Pemerintah.
"Pemerintah yang dituntun oleh kewajiban konstitusional untuk memajukan kesejahteraan umum seharusnya sudah memiliki pegangan moral dan kekuatan hukum untuk menindak pihak-pihak yang membawa kesengsaraan masyarakat, hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok," paparnya.
Ketua PeremPUAN Indonesia, Nida ZP menyampaikan, kehidupan kaum perempuan yang selama ini berjuang menopang keluarga menjadi semakin sulit akibat krisis minyak goreng yang sudah sangat tidak humanis.
PeremPUAN Indonesia menghargai tindakan Satgas Pangan dan Polri yang konsisten bekerja di lapangan untuk memberantas penimbunan komoditi yang dibutuhkan oleh rumah tangga di Indonesia.
" Menteri perdagangan yang harusnya merumuskan Kebijakan yang tegas, tampaknya hanya fafifuwasweswos lip service belaka. Tidak pernah melakukan kerja yang tegas satsetwatwet untuk menyelesaikan krisis ini," ungkap Nida.
Di tengah pandemi dan bencana alam seperti saat ini, menurutnya kaum perempuan butuh dibantu dan di lindungi oleh kebijakan, bukan malah ditakut-takuti dengan tuduhan menimbun minyak goreng di dapur.
Sementara itu Akademisi UI, Agnes S. Poerbasari menjelaskan, kondisi yang membawa kesengsaraan masyarakat, khususnya Perempuan Indonesia ini sangat memprihatinkan dan tentunya mendorong pertanyaan bagaimana sikap Pemerintah.
"Pemerintah yang dituntun oleh kewajiban konstitusional untuk memajukan kesejahteraan umum seharusnya sudah memiliki pegangan moral dan kekuatan hukum untuk menindak pihak-pihak yang membawa kesengsaraan masyarakat, hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok," paparnya.
(akr)