Derita Travel Agent di Balik Proses Refund Tiket Pesawat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Meski jadwal penerbangan telah dibuka kembali sesuai dengan Permenhub No 25 tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Mudik Idul Fitri Tahun 1441H, hal itu belum mampu mendorong jumlah masyarakat yang bepergian menggunakan transportasi udara.
Banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi calon penumpang menyebabkan masih belum optimalnya jadwal penerbangan di setiap daerah. Persyaratan yang harus dipenuhi calon penumpang seperti surat keterangan sehat, surat keterangan dari perusahaan, melakukan rapid test/PCR, masih memberatkan konsumen dan membuat mereka enggan untuk bepergian menggunakan transportasi udara.
Akibatnya, jelas Koordinator bagian Ticketing Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Jeffry Darjanto, alih-alih kebanjiran permintaan pembelian tiket pesawat, agen perjalanan atau travel agent anggota Astindo sejak Februari hingga saat ini
justru banyak menerima permintaan refund.
"Hampir semua maskapai juga mengalami kesulitan likuiditas akibat minimnya angka penjualan dan juga masih terbebani dengan biaya operasional seperti gaji karyawan, sewa parkir pesawat, maintenance pesawat, dan lain-lain," ungkapnya melalu keterangan tertulis, Selasa (16/6/2020).
(Baca Juga: Beban Pengusaha Travel Agent Tidak Terhapus dengan Keringanan Pajak)
Akibatnya, lanjut Jeffry, maskapai pun memutuskan untuk melakukan pengembalian tiket dengan menggunakan voucher/credit refund (untuk maskapai internasional) atau top up deposit (untuk maskapai domestik).
"Namun dalam hal ini, travel agent dan konsumen adalah pihak yang dirugikan, karena baik travel agent dan konsumen harus membayar terlebih dahulu kepada maskapai pada saat tiket dikeluarkan, sehingga boleh dikatakan maskapai penerbangan beroperasi bermodalkan uang milik konsumen dan travel agent," ujar Jeffry.
Menurut Jeffry, kondisi bisnis travel agent saat ini dapat diibaratkan, "sudah jatuh, tertimpa tangga". Tidak hanya harus menalangi terlebih dahulu pembelian tiket maskapai penerbangan, sejak merebaknya pandemi Covid-19 hingga saat ini, hampir seluruh travel agent anggota Astindo juga tidak memperoleh penghasilan.
Di sisi lain, travel agent masih tetap berkewajiban untuk membayar seluruh biaya operasional kantornya, seperti misalnya bayar gaji karyawan, pajak, BPJS, sewa kantor, cicilan pinjaman, dan lain-lain.
Menyikapi kondisi ini, kata dia, Astindo telah berhasil bernegosiasi dengan beberapa maskapai yang memberikan refund berbentuk voucher/credit refund untuk memberikan kelonggaran batas waktu pemakaian voucher/credit refund, yang sebelumnya hanya dapat dipergunakan sampai dengan bulan Desember 2020, namun berhasil dimundurkan sampai bulan Desember 2021. Dengan begitu, konsumen masih mempunyai waktu yang cukup panjang untuk merencanakan ulang perjalanannya.
Banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi calon penumpang menyebabkan masih belum optimalnya jadwal penerbangan di setiap daerah. Persyaratan yang harus dipenuhi calon penumpang seperti surat keterangan sehat, surat keterangan dari perusahaan, melakukan rapid test/PCR, masih memberatkan konsumen dan membuat mereka enggan untuk bepergian menggunakan transportasi udara.
Akibatnya, jelas Koordinator bagian Ticketing Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Jeffry Darjanto, alih-alih kebanjiran permintaan pembelian tiket pesawat, agen perjalanan atau travel agent anggota Astindo sejak Februari hingga saat ini
justru banyak menerima permintaan refund.
"Hampir semua maskapai juga mengalami kesulitan likuiditas akibat minimnya angka penjualan dan juga masih terbebani dengan biaya operasional seperti gaji karyawan, sewa parkir pesawat, maintenance pesawat, dan lain-lain," ungkapnya melalu keterangan tertulis, Selasa (16/6/2020).
(Baca Juga: Beban Pengusaha Travel Agent Tidak Terhapus dengan Keringanan Pajak)
Akibatnya, lanjut Jeffry, maskapai pun memutuskan untuk melakukan pengembalian tiket dengan menggunakan voucher/credit refund (untuk maskapai internasional) atau top up deposit (untuk maskapai domestik).
"Namun dalam hal ini, travel agent dan konsumen adalah pihak yang dirugikan, karena baik travel agent dan konsumen harus membayar terlebih dahulu kepada maskapai pada saat tiket dikeluarkan, sehingga boleh dikatakan maskapai penerbangan beroperasi bermodalkan uang milik konsumen dan travel agent," ujar Jeffry.
Menurut Jeffry, kondisi bisnis travel agent saat ini dapat diibaratkan, "sudah jatuh, tertimpa tangga". Tidak hanya harus menalangi terlebih dahulu pembelian tiket maskapai penerbangan, sejak merebaknya pandemi Covid-19 hingga saat ini, hampir seluruh travel agent anggota Astindo juga tidak memperoleh penghasilan.
Di sisi lain, travel agent masih tetap berkewajiban untuk membayar seluruh biaya operasional kantornya, seperti misalnya bayar gaji karyawan, pajak, BPJS, sewa kantor, cicilan pinjaman, dan lain-lain.
Menyikapi kondisi ini, kata dia, Astindo telah berhasil bernegosiasi dengan beberapa maskapai yang memberikan refund berbentuk voucher/credit refund untuk memberikan kelonggaran batas waktu pemakaian voucher/credit refund, yang sebelumnya hanya dapat dipergunakan sampai dengan bulan Desember 2020, namun berhasil dimundurkan sampai bulan Desember 2021. Dengan begitu, konsumen masih mempunyai waktu yang cukup panjang untuk merencanakan ulang perjalanannya.