Potensi Ekonomi Digital Capai Rp4.500 Triliun, Tapi Pekerjaan Rumah Masih Banyak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di masa pandemi, internet telah menunjukkan jati dirinya sebagai pendorong transformasi digital pada berbagai aktivitas kehidupan manusia sekaligus menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi digital. Tentu saja, hal ini membutuhkan dukungan akses internet yang berkualitas prima dari para penyedia (provider) layanan.
Pasalnya, masyarakat kini menjadi lebih contactless dan cenderung menggunakan layanan yang sifatnya digital. Dan, kini tren perkembangan kebutuhan dan pemanfaatan digital sudah jadi kebutuhan sehari-hari dan terus meningkat.
Mulai dari e-commerce, video conference, video on demand, video streaming, teledoctor, dan lainnya. Belum lagi stream baru seperti enterprise services, VOD, IOT, cyber security, big data, digital advertising dan digital entertainment.
Karena itu, tak berlebihan jika pertumbuhan sektor telekomunikasi Indonesia tahun 2022 dan seterusnya diprediksi akan didorong oleh penetrasi digital platform dan services. Dengan kata lain, ICT dan digital akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan konektivitas.
Saat ini, di Indonesia layanan yang menopang pertumbuhan industri telekomunikasi tidak lain adalah konektivitas berupa peningkatan penggunaan mobile data dan fixed broadband, layanan ICT, serta layanan digital. Untuk konektivitas pada kurun waktu 2020-2024 akan tumbuh sekitar 4%, ICT akan tumbuh lebih tinggi di angka 8%, dan digital tumbuh paling tinggi sampai 12%.
Dengan fakta ini, ke depan, para pelaku industri telekomunikasi di Indonesia akan terus mengembangkan core asset-nya, hingga mengembangkan beragam peluang di bisnis digital , tidak lagi bergantung pada bisnis konektivitas semata.
Apalagi, potensi digital ekonomi Indonesia sangat besar. University Technology Sydney menyebutkan angka Rp 630 triliun, bahkan dalam 8 tahun ke depan bisa menjadi empat kali lipat menjadi Rp4.500 triliun. Ini harus jadi semangat kita semua dalam menjawab tantangan tersebut.
Meski demikian, ada pekerjaan rumah yang belum tuntas hingga saat ini. Tantangan utamanya adalah distribusi internet user belum merata, masih terkonsentrasi di Jawa kemudian pulau-pulau besar di Indonesia. Seharusnya seluruh masyarakat Indonesia bisa merasakan akses internet. Hal ini bisa diatasi jika para pelaku industri telekomunikasi bisa melakukan orkestrasi dalam mendigitalkan ekonomi Indonesia.
Pemerintah telah bergerak cepat, dengan mendukung operator melakukan investasi jaringan untuk meningkatkan kapasitas. Terlebih pemerintah telah mencanangkan seluruh desa di Indonesia bisa ter-cover layanan 4G. Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar berupa kesenjangan akses internet sekaligus masih lemahnya perlindungan konsumen terkait dengan data pribadi.
Dari 83.218 desa/kelurahan, sebanyak 12.548 desa/kelurahan berada di area blankspot alias tidak ada akses internet. Karena itu pemerintah telah melakukan pembenahan. Dari sebanyak 12.548 desa/kelurahan, ada 9.113 desa/kelurahan yang terletak di wilayah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T) yang dikerjakan oleh Bakti Kominfo, sedangkan sisanya 3.435 desa/kelurahan daerah non-3T dilakukan operator seluler.
"Untuk memperluas jangkauan internet untuk dapat lebih terjangkau, kementerian mencari setiap solusi dan opsi yang memungkinkan termasuk dalam membangun kemitraan dan berkolaborasi dengan pihak ketiga," ujar Menkominfo Johnny G Plate.
Di sisi lain, terungkap fakta bahwa hingga saat ini penetrasi internet di Indonesia masih kalah jauh dengan negara ASEAN lainnya. Tercatat Indonesia masih 64% atau di bawah Singapura yang telah mencapai 88%, Malaysia 85%, Thailand 75%, dan Vietnam 70%.
Tak hanya itu, kecepatan internet mobile Indonesia juga masih lemah yakni rata-rata 13,83 Mbps, jauh tertinggal dengan Malaysia 23,8 Mbps, Thailand 25,9 Mbps, dan Vietnam 30,39 Mbps.
Padahal, seperti dipaparkan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah bahwa potensi ekonomi digital di Indonesia begitu besar seiring dengan pengguna telepon genggam aktif sebanyak 355 juta pada 2019 dan tahun ini mencapai 370 juta. Sedangkan untuk pengguna internet, pada 2019 sebanyak 150 juta dan kemudian naik di tahun berikutnya 202 juta. Tahun ini sudah mencapai 204 juta pengguna internet.
“Ini gambaran potensi pasar digital di Indonesia. Para pengguna internet cukup tinggi dengan pasar yang besar, jumlah penduduk kelas menengah yang tinggi dan penggunaan internet tinggi,” ujarnya.
"Ini sekaligus menggambarkan prospek bisnis digital Indonesia termasuk tertinggi di Asia Tenggara, bahkan mungkin di Asia," tandas Piter Abdullah.
Kondisi ini menjadi peluang dan tantangan Indonesia dalam pengembangan ekonomi digital untuk semakin maju lagi. Tantangan memang harus diselesaikan, tetapi sekaligus menjadi peluang karena ketika pemerintah mampu menyelesaikannya maka semua potensi akan lebih terbuka dan besar.
Salah satu langkah untuk meningkatkan akses internet ke publik, pemerintah tidak cukup hanya mendukung kemudahan konsolidasi antar-operator. Pemerintah juga harus mengkaji regulasi yang sudah tidak keekonomian di masa kini.
Misalnya, saat operator melakukan pembangunan menara atau menarik kabel maka akan muncul beban-beban yang diberikan pemerintah, khusus oleh pemerintah daerah. Mulai dari PNBP, iuran membangun menara, hingga proses menarik kabel yang banyak sekali iuran yang ditanggung operator.
Padahal, pembangunan infrastruktur tersebut tujuannya untuk meningkatkan kualitas layanan internet di masyarakat di berbagai wilayah. "Kalau bandwidth internet tersedia dengan baik, kecepatan lebih tinggi, kualitas lebih baik, maka masyarakat bisa memanfaatkannya untuk berbagai macam kegiatan," ujar Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia, Sarwoto Atmosutarno.
Sedangkan Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Muhammad Farhan mengatakan, besarnya potensi ekonomi digital di Indonesia harus dimaksimalkan dengan perbaikan kualitas jaringan internet, regulasi yang mendukung dan keamanan data.
“Di balik potensi yang menggiurkan itu ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bersama. Hal ini terkait dengan keamanan data dan juga kualitas jaringan,” ujar Farhan.
Industri telekomunikasi di Indonesia diharapkan sudah menyiapkan instrumen manajemen dan teknis untuk perlindungan data pribadi. Hal tersebut sangat penting mengingat Indonesia memasuki masa transformasi digital.
“Karenanya, kualitas jaringan yang ada perlu didukung dengan perlindungan data. Hal ini menjadi sangat penting seperti kegiatan niaga di e-commerce dan semacamnya yang rentan ancaman kebocoran. Salah satu solusi adalah regulasi yang kondusif dan mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP),” tukas Farhan.
Lihat Juga: Menkomdigi Meutya Hafid Kunker Perdana ke NTT, Cek Jaringan Internet dan Dialog dengan Pelajar
Pasalnya, masyarakat kini menjadi lebih contactless dan cenderung menggunakan layanan yang sifatnya digital. Dan, kini tren perkembangan kebutuhan dan pemanfaatan digital sudah jadi kebutuhan sehari-hari dan terus meningkat.
Baca Juga
Mulai dari e-commerce, video conference, video on demand, video streaming, teledoctor, dan lainnya. Belum lagi stream baru seperti enterprise services, VOD, IOT, cyber security, big data, digital advertising dan digital entertainment.
Karena itu, tak berlebihan jika pertumbuhan sektor telekomunikasi Indonesia tahun 2022 dan seterusnya diprediksi akan didorong oleh penetrasi digital platform dan services. Dengan kata lain, ICT dan digital akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan konektivitas.
Saat ini, di Indonesia layanan yang menopang pertumbuhan industri telekomunikasi tidak lain adalah konektivitas berupa peningkatan penggunaan mobile data dan fixed broadband, layanan ICT, serta layanan digital. Untuk konektivitas pada kurun waktu 2020-2024 akan tumbuh sekitar 4%, ICT akan tumbuh lebih tinggi di angka 8%, dan digital tumbuh paling tinggi sampai 12%.
Dengan fakta ini, ke depan, para pelaku industri telekomunikasi di Indonesia akan terus mengembangkan core asset-nya, hingga mengembangkan beragam peluang di bisnis digital , tidak lagi bergantung pada bisnis konektivitas semata.
Apalagi, potensi digital ekonomi Indonesia sangat besar. University Technology Sydney menyebutkan angka Rp 630 triliun, bahkan dalam 8 tahun ke depan bisa menjadi empat kali lipat menjadi Rp4.500 triliun. Ini harus jadi semangat kita semua dalam menjawab tantangan tersebut.
Meski demikian, ada pekerjaan rumah yang belum tuntas hingga saat ini. Tantangan utamanya adalah distribusi internet user belum merata, masih terkonsentrasi di Jawa kemudian pulau-pulau besar di Indonesia. Seharusnya seluruh masyarakat Indonesia bisa merasakan akses internet. Hal ini bisa diatasi jika para pelaku industri telekomunikasi bisa melakukan orkestrasi dalam mendigitalkan ekonomi Indonesia.
Pemerintah telah bergerak cepat, dengan mendukung operator melakukan investasi jaringan untuk meningkatkan kapasitas. Terlebih pemerintah telah mencanangkan seluruh desa di Indonesia bisa ter-cover layanan 4G. Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar berupa kesenjangan akses internet sekaligus masih lemahnya perlindungan konsumen terkait dengan data pribadi.
Dari 83.218 desa/kelurahan, sebanyak 12.548 desa/kelurahan berada di area blankspot alias tidak ada akses internet. Karena itu pemerintah telah melakukan pembenahan. Dari sebanyak 12.548 desa/kelurahan, ada 9.113 desa/kelurahan yang terletak di wilayah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T) yang dikerjakan oleh Bakti Kominfo, sedangkan sisanya 3.435 desa/kelurahan daerah non-3T dilakukan operator seluler.
"Untuk memperluas jangkauan internet untuk dapat lebih terjangkau, kementerian mencari setiap solusi dan opsi yang memungkinkan termasuk dalam membangun kemitraan dan berkolaborasi dengan pihak ketiga," ujar Menkominfo Johnny G Plate.
Di sisi lain, terungkap fakta bahwa hingga saat ini penetrasi internet di Indonesia masih kalah jauh dengan negara ASEAN lainnya. Tercatat Indonesia masih 64% atau di bawah Singapura yang telah mencapai 88%, Malaysia 85%, Thailand 75%, dan Vietnam 70%.
Tak hanya itu, kecepatan internet mobile Indonesia juga masih lemah yakni rata-rata 13,83 Mbps, jauh tertinggal dengan Malaysia 23,8 Mbps, Thailand 25,9 Mbps, dan Vietnam 30,39 Mbps.
Padahal, seperti dipaparkan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah bahwa potensi ekonomi digital di Indonesia begitu besar seiring dengan pengguna telepon genggam aktif sebanyak 355 juta pada 2019 dan tahun ini mencapai 370 juta. Sedangkan untuk pengguna internet, pada 2019 sebanyak 150 juta dan kemudian naik di tahun berikutnya 202 juta. Tahun ini sudah mencapai 204 juta pengguna internet.
“Ini gambaran potensi pasar digital di Indonesia. Para pengguna internet cukup tinggi dengan pasar yang besar, jumlah penduduk kelas menengah yang tinggi dan penggunaan internet tinggi,” ujarnya.
"Ini sekaligus menggambarkan prospek bisnis digital Indonesia termasuk tertinggi di Asia Tenggara, bahkan mungkin di Asia," tandas Piter Abdullah.
Kondisi ini menjadi peluang dan tantangan Indonesia dalam pengembangan ekonomi digital untuk semakin maju lagi. Tantangan memang harus diselesaikan, tetapi sekaligus menjadi peluang karena ketika pemerintah mampu menyelesaikannya maka semua potensi akan lebih terbuka dan besar.
Salah satu langkah untuk meningkatkan akses internet ke publik, pemerintah tidak cukup hanya mendukung kemudahan konsolidasi antar-operator. Pemerintah juga harus mengkaji regulasi yang sudah tidak keekonomian di masa kini.
Misalnya, saat operator melakukan pembangunan menara atau menarik kabel maka akan muncul beban-beban yang diberikan pemerintah, khusus oleh pemerintah daerah. Mulai dari PNBP, iuran membangun menara, hingga proses menarik kabel yang banyak sekali iuran yang ditanggung operator.
Baca Juga
Padahal, pembangunan infrastruktur tersebut tujuannya untuk meningkatkan kualitas layanan internet di masyarakat di berbagai wilayah. "Kalau bandwidth internet tersedia dengan baik, kecepatan lebih tinggi, kualitas lebih baik, maka masyarakat bisa memanfaatkannya untuk berbagai macam kegiatan," ujar Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia, Sarwoto Atmosutarno.
Sedangkan Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Muhammad Farhan mengatakan, besarnya potensi ekonomi digital di Indonesia harus dimaksimalkan dengan perbaikan kualitas jaringan internet, regulasi yang mendukung dan keamanan data.
“Di balik potensi yang menggiurkan itu ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bersama. Hal ini terkait dengan keamanan data dan juga kualitas jaringan,” ujar Farhan.
Industri telekomunikasi di Indonesia diharapkan sudah menyiapkan instrumen manajemen dan teknis untuk perlindungan data pribadi. Hal tersebut sangat penting mengingat Indonesia memasuki masa transformasi digital.
“Karenanya, kualitas jaringan yang ada perlu didukung dengan perlindungan data. Hal ini menjadi sangat penting seperti kegiatan niaga di e-commerce dan semacamnya yang rentan ancaman kebocoran. Salah satu solusi adalah regulasi yang kondusif dan mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP),” tukas Farhan.
Lihat Juga: Menkomdigi Meutya Hafid Kunker Perdana ke NTT, Cek Jaringan Internet dan Dialog dengan Pelajar
(akr)