Rusia Diragukan Mampu Bayar Utang yang Jatuh Tempo 4 April 2022

Selasa, 29 Maret 2022 - 10:52 WIB
loading...
Rusia Diragukan Mampu...
Investor bisa sedikit bernafas lega setelah pekan lalu, pemerintah Rusia melakukan pembayaran bunga sebesar USD117 juta atas utang luar negerinya. Tetapi pembayaran yang jauh lebih besar bakal jatuh tempo pada 4 April 2022. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Investor bisa sedikit bernafas lega setelah pekan lalu, pemerintah Rusia melakukan pembayaran bunga sebesar USD117 juta atas utang luar negeri nya. Tetapi pembayaran yang jauh lebih besar bakal jatuh tempo pada 4 April, dimana nilainya mencapai USD2,2 miliar yang setara Rp31,5 triliun (Kurs Rp14.319 per USD) yang kali ini kreditor kurang optimistis Rusia mampu membayarnya.

"Pembayaran terakhir adalah investasi kecil dalam kredibilitas, tetapi ketika Rusia harus mulai menulis cek miliaran dolar itu adalah perhitungan yang berbeda," ucap Jay Newman, Mantan Manajer Portofolio Elliott Management dan penulis "Undermoney" kepada The Post.



Para ahli meramalkan, Rusia kemungkinan akan gagal bayar yang jatuh tempo 4 April. Sementara itu pembayaran obligasi pekan lalu membuat investor panik karena tidak jelas apakah bank sentral Rusia akan dapat menggunakan cadangan dolar Amerika Serikat (AS) yang dibekukan untuk melakukan pembayaran.

Lalu apakah bank-bank AS akan bekerja dengan negara itu untuk mentransfer uang. Ada juga perselisihan tentang apakah Rusia dapat membayar utang dalam mata uangnya sendiri.

Kementerian Keuangan Rusia bersikeras, bahwa negaranya dapat membayar dalam rubel, tetapi orang-orang dengan pengetahuan tentang kontrak mengatakan harus dibayar dalam dolar. Untuk beberapa angsuran yang lebih kecil, Rusia diizinkan untuk membayar dalam rubel.

Tetapi untuk pembayaran sebelumnya sebesar USD117 juta dan pembayaran yang akan datang sebesar USD2,2 miliar, persyaratan yang tertulis mengamanatkan Rusia harus membayar dalam dolar AS.

Para ahli mempunyai pandangan suram tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Orang-orang ini mengatakan kepada The Post, bahwa mereka meragukan kemampuan dan kemauan Rusia untuk memenuhi kewajiban membayar utang.

Terutama karena Rusia menghadapi hampir USD4,8 miliar dalam urusan pembayaran utang tahun ini. Dan 4 April akan menjadi ujian besar pertama: "Dua miliar adalah uang sungguhan," ucap Newman memperingatkan.

Departemen Keuangan AS mengklarifikasi Rusia dapat menggunakan dana yang dibekukan untuk melakukan pembayaran utang hingga 25 Mei. Setelah itu, Rusia kemungkinan perlu mengikis uang dari sumber lain dengan cara meminjam uang tunai atau menjual minyak ke negara-negara seperti China atau India.

Dan ini bukan hanya masalah ekonomi. Bahkan jika Rusia dapat melakukan pembayaran selanjutnya, beberapa ahli khawatir Rusia mungkin dapat menolak.

Newman berpendapat, sanksi keras yang diberlakukan oleh AS dapat menjadi bumerang dan bahwa menghapus kemampuan Rusia untuk mengakses pasar dan perdagangan global serta menghilangkan motivasi negara itu untuk terus membayar utang.

"Jika Rusia terputus dari seluruh dunia, Anda harus ragu mereka akan terus membayar," kata Newman.

"Ini menjadi situasi yang tidak biasa bagi negara di bawah sanksi ekonomi yang berat dan terus-menerus untuk menjaga pembayaran. Sanksi ini memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan," jelasnya.



Newman tidak sendirian dalam keyakinannya bahwa Rusia mungkin gagal melakukan pembayaran miliaran dolar pada bulan April. "Saya memprediksi default penuh utang Rusia," ucap Robert Kahn dari perusahaan konsultan risiko politik Eurasia Group mengatakan kepada The Post.

"Mengapa mereka ingin membayar kita kembali ketika kita mengekstradisi mereka dari sistem ekonomi?" ucapnya.

Sementara itu Rusia berutang kepada bank-bank AS hampir USD15 miliar, dimana para ekonom tidak mengharapkan default utang. Menurut Dana Moneter Internasional, isolasi relatif Rusia dari seluruh dunia membuatnya "tidak relevan secara sistemik." Namun, konflik dan kejatuhan yang berkelanjutan telah merugikan ekonomi global.

Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan memperkirakan konflik berkepanjangan akan menurunkan pertumbuhan global sebesar persentase dan meningkatkan inflasi lebih dari dua poin. Pakar ekonomi lainnya mengatakan perang telah meningkatkan kemungkinan resesi AS dari 10% menjadi 35% pada tahun depan.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1783 seconds (0.1#10.140)