Tumbuh 5,97 Persen, Total Aset Bank Umum di Sulsel Tembus Rp160,44 Triliun
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Di tengah perbaikan perekonomian usai dihantam pandemi Covid-19, sektor keuangan khususnya perbankan juga sudah menunjukkan tren positif. Salah satunya terlihat dari kinerja perbankan di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 6 Sulawesi Maluku dan Papua (Sulampua) mencatat hingga Februari 2022, total aset bank umum di Sulsel tumbuh sebesar 5,97 persen Year on Year (YoY) dengan nominal mencapai Rp160,44 triliun.
"Aset bank umum di Sulsel mampu tumbuh di tengah pandemi disertai indikator fungsi intermediasi atau Loan to Deposit Ration (LDR) yang cukup tinggi, yaitu 115,76 persen dan rasio kredit bermasalah atau Non Perfoarming Loan (NPL) yang terjaga sebesar 3,57 persen," jelas Kepala OJK Regional 6 Sulampua, Nurdin Subandi, Rabu (30/3/2022).
Dia melanjutkan, Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum di Sulsel juga tumbuh positif yaitu 5,68 persen dengan nominal Rp109,94 triliun dan penyaluran kredit tumbuh 4,23 persen YoY dengan nominal Rp127,27 triliun.
"Sampai dengan posisi Februari 2022, share Aset, DPK dan Kredit Perbankan di Provinsi Sulawesi Selatan terhadap nasional masing-masing 1,59 persen, 1,49 persen dan 2,21 persen," urai Subandi.
Berdasarkan kegiatan usaha, secara keseluruhan aktivitas bank umum di Sulsel masih didominasi oleh bank konvensional dengan share aset, DPK dan kredit masing-masing sebesar 93,16 persen (Rp149,46 triliun), 92,83 persen (Rp102,06 triliun), dan 92,83 persen (Rp118,14 triliun).
Adapun penghimpunan DPK tumbuh 3,72 persen dengan nominal Rp109,94 triliun, terdiri dari giro Rp17,29 triliun, tabungan Rp66,20 triliun, dan deposito Rp26,45 triliun. Secara YoY, penghimpunan giro dan tabungan masing-masing tumbuh sebesar 10,25 persen dan 7,91 persen, namun deposito terkontraksi sebesar -8,69 persen.
Jika dilihat dari sisi jenis penggunaan, kredit produktif tumbuh 4,51 persen secara YoY dengan nominal mencapai Rp69,11 triliun dan kredit konsumtif terkoreksi melambat -0,31 persen secara YoY dengan nominal mencapai Rp58,16 triliun.
Lanjut Subandi, penyaluran kredit didominasi oleh sektor perdangan besar dan eceran sebesar Rp34,74 triliun (27,30 persen), sektor pertanian, perburuan dan kehutanan sebesar Rp8,78 triliun (6,90 persen), dan sektor industri pengolahan sebesar Rp5,26 triliun (4,13 persen).
Menurut dia, OJK juga terus melanjutkan realisasi program Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Sulsel, yakni PHINISI (Program Hapus Ikatan Rentenir di Sulawesi) dan pemberian fasilitas akses keuangan dengan strategi klasterisasi UMKM.
Pola kredit atau pembiayaan klasterisasi pada dasarnya adalah pemberian kredit kepada kelompok debitur. Dengan sistem klaster, bank tidak perlu mencari dan berhadapan dengan nasabah secara individu, tapi melalui kelompok, creditworthiness debitur juga menjadi lebih baik karena mendapat pembinaan oleh Bank dalam berbagai aspek.
Saat ini, kata Subandi, OJK Regional 6 melalui TPAKD bekerjasama dengan sebanyak enam bank dalam menjalankan program kredit atau pembiayaan berorientasi klasterisasi UMKM yang semuanya dibiayai menggunakan KUR dari beberapa Bank Umum yang beroperasi di wilayah Sulsel.
Sejak program klasterisasi ini di luncurkan pada 3 Juni 2021, sudah terbentuk 221 Klaster di Sulsel. Adapun lapangan usaha sektoral, didominasi oleh UMKM sektor Pertanian yang mencapai 85 Klaster, diikuti sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebanyak 36 Klaster, Perikanan sebanyak 33 Klaster, Perdagangan Besar dan Eceran sebanyak 15 klaster dan lainnya sebanyak 21 Klaster.
Dari total 221 Klaster, terdapat 25 klaster unggulan yang dijadikan model pengembangan bagi klaster lain, diantaranya klaster kepiting dan olahan kepiting (Maros), klaster jagung, padi, umbi dan batu merah (Gowa), klaster rumput Laut, miniatur phinisi dan kain (Bulukumba), klaster padi (Enrekang), klaster kopi (Soppeng), klaster ikan asin (Selayar), klaster peternakan sapi (Sinjai), hingga klaster anyaman enceng gondok dan kue kering (Makassar).
"Akumulasi plafond kredit dari 25 klaster unggulan dimaksud mencapai Rp28,35 miliar yang mayoritas dibiayai menggunakan fasilitas KUR," pungkas Subandi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 6 Sulawesi Maluku dan Papua (Sulampua) mencatat hingga Februari 2022, total aset bank umum di Sulsel tumbuh sebesar 5,97 persen Year on Year (YoY) dengan nominal mencapai Rp160,44 triliun.
"Aset bank umum di Sulsel mampu tumbuh di tengah pandemi disertai indikator fungsi intermediasi atau Loan to Deposit Ration (LDR) yang cukup tinggi, yaitu 115,76 persen dan rasio kredit bermasalah atau Non Perfoarming Loan (NPL) yang terjaga sebesar 3,57 persen," jelas Kepala OJK Regional 6 Sulampua, Nurdin Subandi, Rabu (30/3/2022).
Dia melanjutkan, Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum di Sulsel juga tumbuh positif yaitu 5,68 persen dengan nominal Rp109,94 triliun dan penyaluran kredit tumbuh 4,23 persen YoY dengan nominal Rp127,27 triliun.
"Sampai dengan posisi Februari 2022, share Aset, DPK dan Kredit Perbankan di Provinsi Sulawesi Selatan terhadap nasional masing-masing 1,59 persen, 1,49 persen dan 2,21 persen," urai Subandi.
Berdasarkan kegiatan usaha, secara keseluruhan aktivitas bank umum di Sulsel masih didominasi oleh bank konvensional dengan share aset, DPK dan kredit masing-masing sebesar 93,16 persen (Rp149,46 triliun), 92,83 persen (Rp102,06 triliun), dan 92,83 persen (Rp118,14 triliun).
Adapun penghimpunan DPK tumbuh 3,72 persen dengan nominal Rp109,94 triliun, terdiri dari giro Rp17,29 triliun, tabungan Rp66,20 triliun, dan deposito Rp26,45 triliun. Secara YoY, penghimpunan giro dan tabungan masing-masing tumbuh sebesar 10,25 persen dan 7,91 persen, namun deposito terkontraksi sebesar -8,69 persen.
Baca Juga
Jika dilihat dari sisi jenis penggunaan, kredit produktif tumbuh 4,51 persen secara YoY dengan nominal mencapai Rp69,11 triliun dan kredit konsumtif terkoreksi melambat -0,31 persen secara YoY dengan nominal mencapai Rp58,16 triliun.
Lanjut Subandi, penyaluran kredit didominasi oleh sektor perdangan besar dan eceran sebesar Rp34,74 triliun (27,30 persen), sektor pertanian, perburuan dan kehutanan sebesar Rp8,78 triliun (6,90 persen), dan sektor industri pengolahan sebesar Rp5,26 triliun (4,13 persen).
Menurut dia, OJK juga terus melanjutkan realisasi program Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Sulsel, yakni PHINISI (Program Hapus Ikatan Rentenir di Sulawesi) dan pemberian fasilitas akses keuangan dengan strategi klasterisasi UMKM.
Pola kredit atau pembiayaan klasterisasi pada dasarnya adalah pemberian kredit kepada kelompok debitur. Dengan sistem klaster, bank tidak perlu mencari dan berhadapan dengan nasabah secara individu, tapi melalui kelompok, creditworthiness debitur juga menjadi lebih baik karena mendapat pembinaan oleh Bank dalam berbagai aspek.
Saat ini, kata Subandi, OJK Regional 6 melalui TPAKD bekerjasama dengan sebanyak enam bank dalam menjalankan program kredit atau pembiayaan berorientasi klasterisasi UMKM yang semuanya dibiayai menggunakan KUR dari beberapa Bank Umum yang beroperasi di wilayah Sulsel.
Sejak program klasterisasi ini di luncurkan pada 3 Juni 2021, sudah terbentuk 221 Klaster di Sulsel. Adapun lapangan usaha sektoral, didominasi oleh UMKM sektor Pertanian yang mencapai 85 Klaster, diikuti sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebanyak 36 Klaster, Perikanan sebanyak 33 Klaster, Perdagangan Besar dan Eceran sebanyak 15 klaster dan lainnya sebanyak 21 Klaster.
Dari total 221 Klaster, terdapat 25 klaster unggulan yang dijadikan model pengembangan bagi klaster lain, diantaranya klaster kepiting dan olahan kepiting (Maros), klaster jagung, padi, umbi dan batu merah (Gowa), klaster rumput Laut, miniatur phinisi dan kain (Bulukumba), klaster padi (Enrekang), klaster kopi (Soppeng), klaster ikan asin (Selayar), klaster peternakan sapi (Sinjai), hingga klaster anyaman enceng gondok dan kue kering (Makassar).
"Akumulasi plafond kredit dari 25 klaster unggulan dimaksud mencapai Rp28,35 miliar yang mayoritas dibiayai menggunakan fasilitas KUR," pungkas Subandi.
(tri)