Peringkat Daya Saing Singapura Paling Kompetitif, Indonesia Urutan 40

Kamis, 18 Juni 2020 - 07:09 WIB
loading...
A A A
Dalam laporan sebelumnya Singapura juga berada di posisi teratas dan selalu masuk 10 besar. Sebaliknya, AS justru terus merosot sejak Singapura naik ke posisi puncak. Tahun ini AS berada di posisi 10. Penyebab utamanya diduga kuat akibat kebijakan proteksionisme Presiden Donald Trump.

AS di bawah kepemimpinan Trump mengalami sejumlah konflik diplomatik dan perdagangan dengan komunitas internasional, mulai dari Iran hingga China. Direktur IMD World Competitiveness Center Arturo Bris mengatakan, ketegangan antara AS dan sejumlah pemain ekonomi telah memberikan dampak negatif terhadap AS.

“Jika saja itu terus berlanjut, daya saing AS akan memburuk di masa yang akan datang. Ekonomi terbuka lebih kompetitif,” kata Bris, dikutip Reuters. Dia menambahkan, globalisasi yang menjadi kunci pertumbuhan dalam 30 tahun sedang menghadapi ancaman. Salah satu dampaknya adalah tarif dan meningkatnya risiko perang dagang. (Baca juga: Menhub Minta Medan dan Surabaya Bikin Transportasi Terpadu)

IMD menyatakan, eskalasi berbagai konflik, krisis, dan ketegangan geopolitik dapat memengaruhi ekonomi global. Selain itu, Revolusi Industri Keempat (4.0) mengubah sistem kemasyarakatan dan ekonomi, termasuk cara bekerja, hidup, dan berinteraksi. 4IR dapat berdampak buruk terhadap negara industrialisasi.
“Tantangan besar ekonomi memerlukan solusi jangka panjang, sedangkan untuk jangka pendek dapat diantisipasi pemerintah dan perusahaan di seluruh dunia,” ungkap IMD.

Indeks Daya Saing Global 2020 didasarkan pada 12 pilar, yakni institusi, infrastruktur, makroekonomi stabil, pendidikan dan kesehatan, dan pelatihan. Kemudian pasar barang, pasar buruh, pasar keuangan, kemampuan memanfaatkan teknologi, ukuran pasar, produksi barang baru melalui proses yang canggih, dan inovasi.

Menurut IMD, daya saing merupakan hal penting yang dapat meningkatkan standar kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat. “Daya saing dapat dicapai oleh semua negara,” ungkap lembaga tersebut. “Ketika daya saing meningkatkan produktivitas, kita bisa melihat dengan jelas ini bukan tentang kompetisi, juga bukan tentang menang atau kalah. Peningkatan mutu pendidikan di negara A tidak akan merendahkan pendidikan di negara B.” (Baca juga: Pilih Prabowo atau Habib Rizieq, Begini Jawaban Ahmad Dhani)

Di samping itu, daya saing tidak akan menutup kerja sama global. Sebaliknya, keterbukaan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan daya saing. Eropa dan Amerika Utara memiliki tujuh perwakilan dalam jajaran 10 besar. Sisanya diwakili Asia seperti Singapura, Hong Kong, dan UEA.

Selain IMD, institusi lain yang sering mengeluarkan peringkat daya saing dunia ialah Forum Ekonomi Dunia (WEF). Namun, sejauh ini WEF belum merilis laporan terbaru. Tahun lalu WEF menyatakan daya saing di Subsahara Afrika masih rendah akibat kebijakan yang kurang proaktif dan adanya krisis kepemimpinan.

Menurut WEF, Indonesia dan Vietnam menjadi wilayah yang mengalami pertumbuhan ekonomi terbesar di Asia pada 2018. Indonesia dinilai mengalami peningkatan di 10 dari 12 sektor, termasuk kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Meski nilai inovasinya tak berkembang, Indonesia menjadi inovator teratas di Asia.

Indonesia mengalami kenaikan dan penurunan peringkat dalam beberapa tahun terakhir. Namun, jika dibandingkan lima tahun lalu, prestasi Indonesia cukup baik. Faktor pemicu utamanya ialah pertumbuhan ekonomi nasional yang berada di peringkat delapan di indeks ukuran pasar domestik. “Namun, Indonesia masih perlu memperbesar efisiensi pasar buruh,” ungkap WEF. (Lihat videonya: Seorang Pemotor di Solo Tewas Terjerat Beang Layangan di Leher)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1945 seconds (0.1#10.140)