Menggenjot Investasi Pascapandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Investasi menjadi salah satu kunci penting dalam upaya pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19 . Bahkan investasi diharapkan menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Presiden Joko Widodo telah menyetujui target investasi di rentang Rp1.800 sampai Rp1.900 triliun pada 2023. Angka ini naik dibandingkan target tahun 2022 yang sebesar Rp1.200 triliun. Tentu, besaran target ini cukup besar mengingat di tahun lalu, realisasi investasi masih sebesar Rp901,2 triliun.
Di sisi lain, dalam beberapa tahun terakhir daya tarik investasi di Indonesia relatif kurang atraktif dibandingkan negara-negara tetangga seperti Vietnam. Banyak peluang dan komitmen investasi dari berbagai negara besar yang lewat begitu saja hanya karena berbagai persoalan di lapangan yang menganjal realisasi investasi. Pelaku usaha menilai faktor utama yang membuat investor enggan menanamkan investasi di Indonesia adalah masih kurangnya kepastian hukum dari pemerintah.
Berdasarkan data Bank Dunia, semasa perang dagang Amerika Serikat-China pada 2019 silam, tercatat sebanyak23 industri dari Negeri Panda yang direlokasi ke Vietnam, sementara 10 sisanya terpecah masuk di negara ASEAN lain. Seperti Thailand, Myanmar, Malaysia, dan Kamboja.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani berpendapat, kepastian hukum menjadi sangat penting dalam menarik investor investor asing untuk menanam modal. Pasalnya, kepastian hukum dapat meyakinkan dan menjamin keberlangsungan usaha para investor di Indonesia.
"Permasalahannya, mengapa investor enggak mau masuk ke Indonesia? Karena masih kurangnya kepastian hukum yang menjamin keberlangsungan bisnis mereka,"jelasnya.
Sebelumnya, kata dia, para investor telah dijanjikan akan mendapat insentif jika menanamkan investasi di Indonesia. Namun, dalam implementasinya selama beberapa waktu 5 sampai 6 tahun tersebut, investor kerap mendapatkan masalah dengan kepastian hukum. Masalahnya berkaitan dengan insentif yang diberikan pemerintah. "Sekali dikasih insentif, insentif, 5 sampai 6 tahun lanjutnya enggak dikasih insentif lagi,"ungkapnya.
Tidak hanya kurangnya dari segi kepastian hukum, ia pun menambahkan Indonesia masih memiliki biaya produksi yang besar. Hal itu diakibatkan oleh rendahnya produktivitas tenaga keja di Indonesia. Dari 180 juta tenaga kerja Indonesia, hanya 80% itu status pendidikan akhirnya SD dan SMP.
Dia menekankan, pentingnya pemerintah meningkatkan kualitas SDM sehingga dapat menggerek produktivitas dari sektor industri di Indonesia dan mendorong investor untuk menanam modal.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia menyatakan jika saat ini telah terjadi perbaikan tren investasi di tanah air. Indikatornya dari besaran investasi yang masuk ke Indonesia. Di tahun 2021, Indonesia berhasil meraup investasi melebihi target yang ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) sebesar Rp858,5 triliun.
Sepanjang Januari hingga Desember 2021, total investasi sebesar Rp901 triliun. “Itu menyerap tenaga kerja sebanyak 1.207.893 orang dari 133.258 proyek,” ujarnya seperti dikutip dari paparannya dalam diskusi public yang digelar Fraksi PKB DPR pada 30 Maret 2022.
Mantan Ketua Hipmi itu menerangkan mulai terjadi pergeseran investasi yang tadinya selalu terpusat di Pulau Jawa, kini mulai bergerak ke luar Jawa. Berdasarkan data Kementerian Investasi, pada tahun 2019 porsi investasi di Pulau Jawa sebesar Rp434,6 triliun (53,7%) dan luar Jawa Rp375 triliun (46,3%). Setahun berselang, investasi di luar jawa sudah mencapai Rp417,5 triliun (50,5%).
Di bagian lain, Anggota Komisi VI DPR Adisatrya Suryo Sulisto menegaskan, pihaknya mendorong pemerintah dan kementerian terkait untuk mendatangkan investasi besar seusai pandemi berakhir, terutama bidang kesehatan dan pangan untuk kembali menggerakkan perekonomian Indonesia dan menyerap tenaga kerja yang banyak.
Menurutnya, fakta bahwa pandemi telah menyengsarakan sendi-sendi perekonomian industri dan para tenaga kerja yang terkena imbasnya tak dapat dimungkiri lagi, sehingga menurutnya langkah restrukturisasi optimal sangat dibutuhkan. Dia sangat yakin akan banyak sekali tenaga kerja terserap oleh industri dan tentunya merka juga akan memerlukan investasi yang cukup besar.
Dengan melihat kondisi di atas, sudah barang tentu perlu perbaikan di sejumlah sektor untuk menarik investor ke Tanah Air.
Baca Juga: koran-sindo.com
Lihat Juga: Riset INDEF Sebut Indonesia Punya Momentum Strategis untuk Jadi Pemain Global dalam Hilirisasi Tembaga
Presiden Joko Widodo telah menyetujui target investasi di rentang Rp1.800 sampai Rp1.900 triliun pada 2023. Angka ini naik dibandingkan target tahun 2022 yang sebesar Rp1.200 triliun. Tentu, besaran target ini cukup besar mengingat di tahun lalu, realisasi investasi masih sebesar Rp901,2 triliun.
Di sisi lain, dalam beberapa tahun terakhir daya tarik investasi di Indonesia relatif kurang atraktif dibandingkan negara-negara tetangga seperti Vietnam. Banyak peluang dan komitmen investasi dari berbagai negara besar yang lewat begitu saja hanya karena berbagai persoalan di lapangan yang menganjal realisasi investasi. Pelaku usaha menilai faktor utama yang membuat investor enggan menanamkan investasi di Indonesia adalah masih kurangnya kepastian hukum dari pemerintah.
Berdasarkan data Bank Dunia, semasa perang dagang Amerika Serikat-China pada 2019 silam, tercatat sebanyak23 industri dari Negeri Panda yang direlokasi ke Vietnam, sementara 10 sisanya terpecah masuk di negara ASEAN lain. Seperti Thailand, Myanmar, Malaysia, dan Kamboja.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani berpendapat, kepastian hukum menjadi sangat penting dalam menarik investor investor asing untuk menanam modal. Pasalnya, kepastian hukum dapat meyakinkan dan menjamin keberlangsungan usaha para investor di Indonesia.
"Permasalahannya, mengapa investor enggak mau masuk ke Indonesia? Karena masih kurangnya kepastian hukum yang menjamin keberlangsungan bisnis mereka,"jelasnya.
Sebelumnya, kata dia, para investor telah dijanjikan akan mendapat insentif jika menanamkan investasi di Indonesia. Namun, dalam implementasinya selama beberapa waktu 5 sampai 6 tahun tersebut, investor kerap mendapatkan masalah dengan kepastian hukum. Masalahnya berkaitan dengan insentif yang diberikan pemerintah. "Sekali dikasih insentif, insentif, 5 sampai 6 tahun lanjutnya enggak dikasih insentif lagi,"ungkapnya.
Tidak hanya kurangnya dari segi kepastian hukum, ia pun menambahkan Indonesia masih memiliki biaya produksi yang besar. Hal itu diakibatkan oleh rendahnya produktivitas tenaga keja di Indonesia. Dari 180 juta tenaga kerja Indonesia, hanya 80% itu status pendidikan akhirnya SD dan SMP.
Dia menekankan, pentingnya pemerintah meningkatkan kualitas SDM sehingga dapat menggerek produktivitas dari sektor industri di Indonesia dan mendorong investor untuk menanam modal.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia menyatakan jika saat ini telah terjadi perbaikan tren investasi di tanah air. Indikatornya dari besaran investasi yang masuk ke Indonesia. Di tahun 2021, Indonesia berhasil meraup investasi melebihi target yang ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) sebesar Rp858,5 triliun.
Sepanjang Januari hingga Desember 2021, total investasi sebesar Rp901 triliun. “Itu menyerap tenaga kerja sebanyak 1.207.893 orang dari 133.258 proyek,” ujarnya seperti dikutip dari paparannya dalam diskusi public yang digelar Fraksi PKB DPR pada 30 Maret 2022.
Mantan Ketua Hipmi itu menerangkan mulai terjadi pergeseran investasi yang tadinya selalu terpusat di Pulau Jawa, kini mulai bergerak ke luar Jawa. Berdasarkan data Kementerian Investasi, pada tahun 2019 porsi investasi di Pulau Jawa sebesar Rp434,6 triliun (53,7%) dan luar Jawa Rp375 triliun (46,3%). Setahun berselang, investasi di luar jawa sudah mencapai Rp417,5 triliun (50,5%).
Di bagian lain, Anggota Komisi VI DPR Adisatrya Suryo Sulisto menegaskan, pihaknya mendorong pemerintah dan kementerian terkait untuk mendatangkan investasi besar seusai pandemi berakhir, terutama bidang kesehatan dan pangan untuk kembali menggerakkan perekonomian Indonesia dan menyerap tenaga kerja yang banyak.
Menurutnya, fakta bahwa pandemi telah menyengsarakan sendi-sendi perekonomian industri dan para tenaga kerja yang terkena imbasnya tak dapat dimungkiri lagi, sehingga menurutnya langkah restrukturisasi optimal sangat dibutuhkan. Dia sangat yakin akan banyak sekali tenaga kerja terserap oleh industri dan tentunya merka juga akan memerlukan investasi yang cukup besar.
Dengan melihat kondisi di atas, sudah barang tentu perlu perbaikan di sejumlah sektor untuk menarik investor ke Tanah Air.
Baca Juga: koran-sindo.com
Lihat Juga: Riset INDEF Sebut Indonesia Punya Momentum Strategis untuk Jadi Pemain Global dalam Hilirisasi Tembaga
(ynt)