Atasi Kelangkaan, Pengamat: Serahkan Distribusi Solar Subsidi Sepenuhnya ke Pertamina
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam rangka menata ulang distribusi solar subsidi agar tidak terjadi kelangkaan dan antrean yang panjang, pemerintah disarankan menyerahkan sepenuhnya kepada PT Pertamina (Persero). Pelibatan badan usaha swasta dalam distribusi solar subsidi dinilai kurang tepat.
Menurut pengamat ekonomi dan energi Salamuddin Daeng, penyaluran solar subsidi merupakan tugas berat baik secara teknis maupun nonteknis. Secara teknis, jelas dia, operasinya harus menjangkau wilayah-wilayah yang luas yang membutuhkan komitmen tinggi serta dukungan infrastruktur yang memadai.
Sementara secara nonteknis, tugas ini menurutnya butuh sumber daya keuangan yang besar, juga tanggung jawab politik, terkait ketahanan negara yang lebih luas.
"Siapa yang bisa memastikan bahwa perusahaan swasta akan selalu punya sumber daya, terutama keuangan dan sumber daya lainnya dalam mendistribusikan solar subsidi," ujarnya di Jakarta, Rabu (13/2/2022).
Dalam situasi ekonomi yang sulit dan kenaikan harga minyak dunia saat ini, swasta menurutnya akan membutuhkan tambahan uang dalam menjalankan distribusi BBM-nya. Swasta, imbuh dia, tentu akan lebih memfokuskan upayanya mengejar keuntungan bisnis.
"Tidak mudah bagi sektor bisnis manapun saat ini untuk bisa untung. Jadi tugas pemerintah untuk menyalurkan solar subsidi berpotensi diabaikan," ujarnya.
Di bagian lain, lanjut dia, disparitas harga solar non subsidi dengan solar subsidi yang sangat besar juga membuka peluang adanya moral hazard. Dengan selisih harga nyaris mencapai Rp8.000-an per liter saat ini, Salamudin menilai akan sulit mengontrol perilaku di lapangan. "Pasar solar komersial sangat luas, terutama di wilayah tambang batubara, kebun sawit dan pusat-pusat industri yang menjanjikan keuntungan besar," katanya.
Menimbang faktor-faktor tersebut, Salamudin menyarankan agar distribusi solar subsidi diserahkan sepenuhnya kepada Pertamina. Untuk diketahui, kuota solar subsidi tahun 2022 ditetapkan sebanyak 15,1 juta kiloliter (KL). PT Pertamina Patra Niaga memperoleh kuota sebanyak 14,9 juta KL dan PT AKR sebanyak 186 ribu KL.
"Kuota solar subsidi yang ditugaskan pemerintah kepada PT AKR sebaiknya dialihkan kepada Pertamina untuk mengatasi kelangkaan, dengan menambah kuota SPBU di lokasi yang rawan terjadi kelangkaan," sarannya.
Selanjutnya,Salamudin juga meminta pemerintah melakukan pengawasan yang serius, serta penegakan hukum terkait penyelewengan solar subsidi oleh industri, perkebunan sawit dan pertambangan batubara.
Menurut pengamat ekonomi dan energi Salamuddin Daeng, penyaluran solar subsidi merupakan tugas berat baik secara teknis maupun nonteknis. Secara teknis, jelas dia, operasinya harus menjangkau wilayah-wilayah yang luas yang membutuhkan komitmen tinggi serta dukungan infrastruktur yang memadai.
Sementara secara nonteknis, tugas ini menurutnya butuh sumber daya keuangan yang besar, juga tanggung jawab politik, terkait ketahanan negara yang lebih luas.
"Siapa yang bisa memastikan bahwa perusahaan swasta akan selalu punya sumber daya, terutama keuangan dan sumber daya lainnya dalam mendistribusikan solar subsidi," ujarnya di Jakarta, Rabu (13/2/2022).
Dalam situasi ekonomi yang sulit dan kenaikan harga minyak dunia saat ini, swasta menurutnya akan membutuhkan tambahan uang dalam menjalankan distribusi BBM-nya. Swasta, imbuh dia, tentu akan lebih memfokuskan upayanya mengejar keuntungan bisnis.
"Tidak mudah bagi sektor bisnis manapun saat ini untuk bisa untung. Jadi tugas pemerintah untuk menyalurkan solar subsidi berpotensi diabaikan," ujarnya.
Di bagian lain, lanjut dia, disparitas harga solar non subsidi dengan solar subsidi yang sangat besar juga membuka peluang adanya moral hazard. Dengan selisih harga nyaris mencapai Rp8.000-an per liter saat ini, Salamudin menilai akan sulit mengontrol perilaku di lapangan. "Pasar solar komersial sangat luas, terutama di wilayah tambang batubara, kebun sawit dan pusat-pusat industri yang menjanjikan keuntungan besar," katanya.
Menimbang faktor-faktor tersebut, Salamudin menyarankan agar distribusi solar subsidi diserahkan sepenuhnya kepada Pertamina. Untuk diketahui, kuota solar subsidi tahun 2022 ditetapkan sebanyak 15,1 juta kiloliter (KL). PT Pertamina Patra Niaga memperoleh kuota sebanyak 14,9 juta KL dan PT AKR sebanyak 186 ribu KL.
"Kuota solar subsidi yang ditugaskan pemerintah kepada PT AKR sebaiknya dialihkan kepada Pertamina untuk mengatasi kelangkaan, dengan menambah kuota SPBU di lokasi yang rawan terjadi kelangkaan," sarannya.
Selanjutnya,Salamudin juga meminta pemerintah melakukan pengawasan yang serius, serta penegakan hukum terkait penyelewengan solar subsidi oleh industri, perkebunan sawit dan pertambangan batubara.
(fai)