Lima Jurus Kemenkop UKM Atasi Masalah UMKM di Masa Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dunia kini sedang menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19. Di Indonesia, krisis tersebut berdampak besar terhadap pelaku usaha, yang 99% adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, pemerintah akan memprioritaskan kebijakan bagi sektor UMKM dalam pembangunan ekonomi nasional. Untuk itu, pemerintah telah merumuskan lima langkah kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan UMKM yang terpuruk di tengah pandemi.
“Kami sebagai di pemerintah merumuskan lima langkah kebijakan untuk menyelesaikan masalah di UMKM. Karena sebagian besar pelaku usaha, hingga 98 persen, adalah mikro dan ultra mikro, yang memang pendapatannya harian dan sebagian besar tidak bisa berusaha di masa pandemi,” kata Teten saat webinar secara virtual kemarin, Kamis (18/6/2020).
Kebijakan tersebut adalah, pertama, mendorong 98% pelaku usaha mikro dan ultra mikro untuk masuk ke dalam kelompok miskin baru sehinga bisa mendaptakan bantuan sosial. Kedua, penundaan cicilan dan bunganya hingga enam bulan, karena sebagian besar UMKM mengalami masalah keuangan.
“Kami sediakan pembiayaan, agar mereka masuk dalam program restrukturisasi penundaan cicilan enam bulan. Pajak disubsidi, sehingga cashflow diatasi,” terangnya.
Ketiga, pembiayaan UMKM dan koperasi melalui kredit usaha rakyat (KUR). Teten mengaku, masih ada Rp129 triliun dari Rp190 triliun KUR yang belum disalurkan. Bahkan, masih ada Rp2,7 triliun untuk 266 koperasi yang mengalami hal serupa.
"Bunga 3% selama 20 bulan,” katanya. ( Baca:Pengangkatan Komisaris Milenial di BUMN hanya Sensasi Belaka )
Kebijakan keempat adalah mendorong agar belanja pemerintah diprioritaskan bagi produk UMKM. Menurutnya, KemenKop UKM telah menjalin kerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), ada sekitar Rp735 triliun anggaran belanja pemerintah di tahun 2020.
Kelima, UMKM harus berinovasi dan beradaptasi dengan market baru. Karenanya, menurut Teten, situasi seperti ini menuntut pelaku usaha, termasuk UMKM, untuk melakukan inovasi dan adaptasi market baru.
Ia mengungkapkan, baru 13% atau 8 juta pelaku UMKM yang terhubung online, sehingga diperlukan pendampingan, pelatihan digital marketing, serta kerja sama dengan sektor usaha besar.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, pemerintah akan memprioritaskan kebijakan bagi sektor UMKM dalam pembangunan ekonomi nasional. Untuk itu, pemerintah telah merumuskan lima langkah kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan UMKM yang terpuruk di tengah pandemi.
“Kami sebagai di pemerintah merumuskan lima langkah kebijakan untuk menyelesaikan masalah di UMKM. Karena sebagian besar pelaku usaha, hingga 98 persen, adalah mikro dan ultra mikro, yang memang pendapatannya harian dan sebagian besar tidak bisa berusaha di masa pandemi,” kata Teten saat webinar secara virtual kemarin, Kamis (18/6/2020).
Kebijakan tersebut adalah, pertama, mendorong 98% pelaku usaha mikro dan ultra mikro untuk masuk ke dalam kelompok miskin baru sehinga bisa mendaptakan bantuan sosial. Kedua, penundaan cicilan dan bunganya hingga enam bulan, karena sebagian besar UMKM mengalami masalah keuangan.
“Kami sediakan pembiayaan, agar mereka masuk dalam program restrukturisasi penundaan cicilan enam bulan. Pajak disubsidi, sehingga cashflow diatasi,” terangnya.
Ketiga, pembiayaan UMKM dan koperasi melalui kredit usaha rakyat (KUR). Teten mengaku, masih ada Rp129 triliun dari Rp190 triliun KUR yang belum disalurkan. Bahkan, masih ada Rp2,7 triliun untuk 266 koperasi yang mengalami hal serupa.
"Bunga 3% selama 20 bulan,” katanya. ( Baca:Pengangkatan Komisaris Milenial di BUMN hanya Sensasi Belaka )
Kebijakan keempat adalah mendorong agar belanja pemerintah diprioritaskan bagi produk UMKM. Menurutnya, KemenKop UKM telah menjalin kerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), ada sekitar Rp735 triliun anggaran belanja pemerintah di tahun 2020.
Kelima, UMKM harus berinovasi dan beradaptasi dengan market baru. Karenanya, menurut Teten, situasi seperti ini menuntut pelaku usaha, termasuk UMKM, untuk melakukan inovasi dan adaptasi market baru.
Ia mengungkapkan, baru 13% atau 8 juta pelaku UMKM yang terhubung online, sehingga diperlukan pendampingan, pelatihan digital marketing, serta kerja sama dengan sektor usaha besar.
(uka)