PLTG Maleo Hemat Impor BBM dan Ramah Lingkungan
loading...
A
A
A
Pasokan LNG dari Bontang itu diantar menggunakan kapal LNG milik PT GTS Internasional Tbk yang dicarter oleh PT Pelindo Energi Logistik (PEL). Lantas, gas cair itu diubah menjadi gas oleh kapal FSRU yang juga dioperasikan oleh GTS Internasional.
Proyek tersebut memiliki kemampuan output 24 standar kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MSCFD) untuk membangkitkan PLTG Maleo dengan kapasitas 100 MW. Proyek ini merupakan kelanjutan dari Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 13 Tahun 2020 dan diperbarui dengan Kepmen ESDM Nomor 2 Tahun 2022.
Direktur Utama PLN GG Mohammad Riza Affiandi sebelumnya mengatakan infrastruktur tersebut merupakan fasilitas konversi BBM menjadi LNG untuk pasokan listrik di PLTG Maleo. Kontrak dimulai pada Juli-Agustus 2021.
Proyek strategis ini merupakan yang pertama dibangun setelah diketok palu aturan Kepmen ESDM 13/2020 dan Kepmen ESDM 2/2020 oleh anak usaha PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan konsorsium nasional.
Dia menjelaskan, konversi BBM High Speed Diesel (HSD) menjadi gas dapat menurunkan biaya produksi PLTG sekaligus lebih ramah lingkungan. Selain itu, kata dia, dapat membantu mengurangi impor BBM.
Sementara itu, Direktur Proyek KSO Atamora-SPS Doliano M. Siregar menyampaikan, gas dari LNG cargo yang ditransfer ke Floating Storage Regasification Unit (FSRU), disalurkan ke Pembangkit 100 MW lewat fasilitas kompresi milik KSO ATM-SPS.
Menurut dia, LNG untuk regasifikasi merupakan produksi dari sumur-sumur gas dalam negeri. Cadangannya masih berlimpah. PLTG Maleo sendiri berfungsi untuk memenuhi kebutuhan listrik di wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo.
Adapun, kunjungan kerja ke PLTG Maleo yang dilakukan pada Selasa, 29 Maret 2022, turut dihadiri oleh Direktur PLN GG Yudistian Yunis, Direktur Pelayanan Energi Batam Suwadi Nanra, Komisaris Pelayanan Energi Batam M. Arief Rachman dan Direktur Operasi KSO Atamora-SPS Irvan N. Tarigan.
Proyek tersebut memiliki kemampuan output 24 standar kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MSCFD) untuk membangkitkan PLTG Maleo dengan kapasitas 100 MW. Proyek ini merupakan kelanjutan dari Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 13 Tahun 2020 dan diperbarui dengan Kepmen ESDM Nomor 2 Tahun 2022.
Direktur Utama PLN GG Mohammad Riza Affiandi sebelumnya mengatakan infrastruktur tersebut merupakan fasilitas konversi BBM menjadi LNG untuk pasokan listrik di PLTG Maleo. Kontrak dimulai pada Juli-Agustus 2021.
Proyek strategis ini merupakan yang pertama dibangun setelah diketok palu aturan Kepmen ESDM 13/2020 dan Kepmen ESDM 2/2020 oleh anak usaha PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan konsorsium nasional.
Dia menjelaskan, konversi BBM High Speed Diesel (HSD) menjadi gas dapat menurunkan biaya produksi PLTG sekaligus lebih ramah lingkungan. Selain itu, kata dia, dapat membantu mengurangi impor BBM.
Sementara itu, Direktur Proyek KSO Atamora-SPS Doliano M. Siregar menyampaikan, gas dari LNG cargo yang ditransfer ke Floating Storage Regasification Unit (FSRU), disalurkan ke Pembangkit 100 MW lewat fasilitas kompresi milik KSO ATM-SPS.
Menurut dia, LNG untuk regasifikasi merupakan produksi dari sumur-sumur gas dalam negeri. Cadangannya masih berlimpah. PLTG Maleo sendiri berfungsi untuk memenuhi kebutuhan listrik di wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo.
Adapun, kunjungan kerja ke PLTG Maleo yang dilakukan pada Selasa, 29 Maret 2022, turut dihadiri oleh Direktur PLN GG Yudistian Yunis, Direktur Pelayanan Energi Batam Suwadi Nanra, Komisaris Pelayanan Energi Batam M. Arief Rachman dan Direktur Operasi KSO Atamora-SPS Irvan N. Tarigan.
(uka)