Shell Jual 400 Pompa Bensin ke Produsen Minyak Terbesar Kedua di Rusia
loading...
A
A
A
MOSKOW - Perusahaan raksasa energi Shell telah setuju untuk menjual lebih dari 400 pompa bensin miliknya di Rusia ke produsen minyak terbesar kedua di negara itu, Lukoil. Shell Neft, anak perusahaan perusahaan di Rusia akan dijual dengan jumlah uang yang tidak diungkapkan.
Seperti diketahui banyak perusahaan minyak dan gas Barat telah mencari cara untuk membongkar bisnis mereka di Rusia setelah invasi negara itu ke Ukraina. Shell menjelaskan, kesepakatan itu mencakup 411 pompa bensin dan pihak perusahaan mengklaim bakal melindungi 350 pekerja.
Penjualan ini juga mencakup pabrik pencampuran pelumas sekitar 200 km di barat laut Moskow. Lukoil merupakan, produsen minyak terbesar Rusia setelah Rosneft yang ditopang oleh negara.
Shell sebelumnya mengumumkan pada bulan Februari 2022, bahwa mereka akan menjual aset Rusia miliknya usai berada di bawah tekanan karena perang Ukraina.
Sementara itu pada awal bulan ini, Shell melaporkan rekor laba kuartalan karena perusahaan energi terus mendapat manfaat dari melonjaknya harga minyak dan gas.
Dalam tiga bulan pertama tahun ini, Shell menghasilkan USD9,13 miliar setara Rp132,9 trilin (Kurs Rp14.564 per USD) atau hampir tiga kali lipat laba USD3,2 miliar senilai dengan Rp46,6 triliun yang diumumkan untuk periode yang sama tahun lalu.
Tetapi perusahaan mengatakan, penarikan diri dari kesepakatan dengan Rusia yang mencakup penjualan sahamnya di semua usaha bisnis patungan dengan perusahaan energi negara Rusia Gazprom, telah menimbulkan kerugian hingga USD3,9 miliar.
"Berdasarkan kesepakatan ini, lebih dari 350 orang yang saat ini dipekerjakan oleh Shell Neft akan pindah ke pemilik baru dalam bisnis ini," kata Direktur hilir Shell, Huibert Vigeveno seperti dilansir BBC.
Sedangkan Wakil presiden Lukoil untuk penjualan produk olahan, Maxim Donde mengatakan: "Akuisisi bisnis berkualitas tinggi Shell di Rusia sangat cocok dengan strategi Lukoil untuk mengembangkan saluran penjualan prioritasnya, termasuk ritel, serta bisnis pelumas."
Ketika konflik di Ukraina pecah, perusahaan-perusahaan energi berada di bawah tekanan secara langsung saat negara-negara mengumumkan larangan dan pembatasan minyak dan gas Rusia dalam beberapa minggu setelah invasi.
BP yang memiliki saham besar di raksasa energi Rusia Rosneft, hanya dalam beberapa hari setelah perang dimulai langsung mengumumkan operasi bisnis mereka akan ditutup. Langkah serupa selanjutnya diikuti oleh Shell, ExxonMobil dan Equinor yang memotong investasi mereka di Rusia menyusul tekanan dari pemegang saham, serta dari pemerintah dan masyarakat.
Total Energies, pemain besar lainnya di Rusia mengatakan, tidak akan mendanai proyek-proyek baru di negara Beruang Merah. Tetapi tidak seperti rekan-rekannya, mereka tidak berencana untuk menjual investasi yang ada.
Rusia dikenal sebagai produsen terbesar ketiga di dunia untuk Migas, setelah Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi.
Meskipun ada sanksi yang terus meluas dan banyak negara mengurangi ketergantungan mereka pada minyak Rusia, namun pendapat bulanan negara itu hampir naik dua kali lipat dari penjualan bahan bakar fosil ke UE, menurut Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih.
Uni Eropa telah mengimpor sekitar 22 miliar euri bahan bakar fosil per bulan dari Rusia sejak awal perang karena harga minyak dan gas telah melonjak, dibandingkan dengan rata-rata sekitar 12 miliar per bulan pada tahun 2021.
Perusahaan multinasional yang mengumumkan pengurangan kegiatan bisnis mereka di Rusia telah mulai melaporkan kerugian terkait keputusannya.
Kesepakatan Lukoil adalah salah satu yang paling awal di mana sebuah perusahaan Barat, Shell yang terdaftar di Inggris, telah menjual asetnya di Rusia. Penjualan disebut masih tunduk pada persetujuan peraturan oleh layanan anti-monopoli Rusia.
Seperti diketahui banyak perusahaan minyak dan gas Barat telah mencari cara untuk membongkar bisnis mereka di Rusia setelah invasi negara itu ke Ukraina. Shell menjelaskan, kesepakatan itu mencakup 411 pompa bensin dan pihak perusahaan mengklaim bakal melindungi 350 pekerja.
Penjualan ini juga mencakup pabrik pencampuran pelumas sekitar 200 km di barat laut Moskow. Lukoil merupakan, produsen minyak terbesar Rusia setelah Rosneft yang ditopang oleh negara.
Shell sebelumnya mengumumkan pada bulan Februari 2022, bahwa mereka akan menjual aset Rusia miliknya usai berada di bawah tekanan karena perang Ukraina.
Sementara itu pada awal bulan ini, Shell melaporkan rekor laba kuartalan karena perusahaan energi terus mendapat manfaat dari melonjaknya harga minyak dan gas.
Dalam tiga bulan pertama tahun ini, Shell menghasilkan USD9,13 miliar setara Rp132,9 trilin (Kurs Rp14.564 per USD) atau hampir tiga kali lipat laba USD3,2 miliar senilai dengan Rp46,6 triliun yang diumumkan untuk periode yang sama tahun lalu.
Tetapi perusahaan mengatakan, penarikan diri dari kesepakatan dengan Rusia yang mencakup penjualan sahamnya di semua usaha bisnis patungan dengan perusahaan energi negara Rusia Gazprom, telah menimbulkan kerugian hingga USD3,9 miliar.
"Berdasarkan kesepakatan ini, lebih dari 350 orang yang saat ini dipekerjakan oleh Shell Neft akan pindah ke pemilik baru dalam bisnis ini," kata Direktur hilir Shell, Huibert Vigeveno seperti dilansir BBC.
Sedangkan Wakil presiden Lukoil untuk penjualan produk olahan, Maxim Donde mengatakan: "Akuisisi bisnis berkualitas tinggi Shell di Rusia sangat cocok dengan strategi Lukoil untuk mengembangkan saluran penjualan prioritasnya, termasuk ritel, serta bisnis pelumas."
Ketika konflik di Ukraina pecah, perusahaan-perusahaan energi berada di bawah tekanan secara langsung saat negara-negara mengumumkan larangan dan pembatasan minyak dan gas Rusia dalam beberapa minggu setelah invasi.
BP yang memiliki saham besar di raksasa energi Rusia Rosneft, hanya dalam beberapa hari setelah perang dimulai langsung mengumumkan operasi bisnis mereka akan ditutup. Langkah serupa selanjutnya diikuti oleh Shell, ExxonMobil dan Equinor yang memotong investasi mereka di Rusia menyusul tekanan dari pemegang saham, serta dari pemerintah dan masyarakat.
Total Energies, pemain besar lainnya di Rusia mengatakan, tidak akan mendanai proyek-proyek baru di negara Beruang Merah. Tetapi tidak seperti rekan-rekannya, mereka tidak berencana untuk menjual investasi yang ada.
Rusia dikenal sebagai produsen terbesar ketiga di dunia untuk Migas, setelah Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi.
Meskipun ada sanksi yang terus meluas dan banyak negara mengurangi ketergantungan mereka pada minyak Rusia, namun pendapat bulanan negara itu hampir naik dua kali lipat dari penjualan bahan bakar fosil ke UE, menurut Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih.
Uni Eropa telah mengimpor sekitar 22 miliar euri bahan bakar fosil per bulan dari Rusia sejak awal perang karena harga minyak dan gas telah melonjak, dibandingkan dengan rata-rata sekitar 12 miliar per bulan pada tahun 2021.
Perusahaan multinasional yang mengumumkan pengurangan kegiatan bisnis mereka di Rusia telah mulai melaporkan kerugian terkait keputusannya.
Kesepakatan Lukoil adalah salah satu yang paling awal di mana sebuah perusahaan Barat, Shell yang terdaftar di Inggris, telah menjual asetnya di Rusia. Penjualan disebut masih tunduk pada persetujuan peraturan oleh layanan anti-monopoli Rusia.
(akr)