India Larang Ekspor Gandum, Jajan Roti hingga Mi Instan Bakal Lebih Mahal?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keputusan pemerintah India melarang akan berdampak pada harga gandum di dunia. Pasalnya, selama ini India merupakan salah satu pemasok terbesar gandum.
Sebelumnya, invasi Rusia-Ukraina di awal tahun membuat Ukraina sebagai produsen gandum menghentikan aktivitas ekspornya ke negara-negara di dunia. Hal itu memicu lonjakan harga gandum hingga saat ini.
Ditambah larangan ekspor oleh pemerintah India, menjadi sentimen kuat yang kemungkinan akan kembali mengatrol harga gandum. Hal tersebut tentunya juga akan mempengaruhi produk turunan gandum atau pangan olahan dari gandum.
"Terigu, roti, mi instan dan semua produk turunan (berbahan baku) gandum, pasti nanti akan berimbas ke sana," ujar Research Associate Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Dwi Andreas kepada MNC Portal Indonesia (MPI), Senin (16/5/2022).
Meski demikian, menurut Dwi hal tersebut kemungkinan tidak berdampak dalam waktu dekat. Pasalnya, stok gandum yang ada saat ini merupakan stok sisa yang masih ada dari pembelanjaan sebelumnya.
"Katakanlah yang sekarang ini masuk, itu sudah kontrak 6 bulan lalu, dengan harga 6 bulan yang lalu juga," terangnya.
"Kalau berbeda harganya, sudah tentu akan berdampak ke semua sektor yang terkait dengan gandum," imbuh Dwi.
Terkait pengaruhnya bagi Indonesia, dia menilai tidak akan terlalu signifikan. Pasalnya, India hanya salah satu dari beberapa negara asal impor gandum untuk Indonesia.
"Impor gandum dari India teramat kecil, impor gandum di Indonesia itu terbesar dari Australia, yang bahaya justru posisi kedua impor gandum dari Ukraina," tuturnya.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) itu menjelaskan, justru yang saat ini masih menjadi pengaruh besar terhadap stok gandum dalam negeri adalah konflik Rusia - Ukraina. Mengingat, Ukraina menjadi negara kedua terbesar yang memasok gandum untuk dalam negeri.
"Itu juga yang menyebabkan harga gandum dunia loncat tinggi juga, apalagi Ukraina praktis tidak bisa mengekspor gandum," bebernya.
Dengan adanya konflik kedua negara tersebut, membuat India saat ini menjadi alternatif pemasok gandum untuk Indonesia.
"Negara ini kan tidak punya stok gandum, jadi tidak ada peran negara, jadi ini market yang bakal berperan," tukasnya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menambahkan, larangan ekspor gandum bisa saja mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap produk olahan gandum, terutama ketika harga produk menjadi lebih mahal dari sebelumnya.
"Harga barang-barang pangan yang berbahan baku gandum akan melonjak naik. Inflasi yang sekarang sudah meningkat kemungkinan akan melonjak lebih tinggi," ujarnya.
Sebagai informasi, alasan pemerintah India melarang ekspor gandum adalah bagian dari langkah-langkah negara tersebut untuk mengendalikan kenaikan harga di dalam negeri.
Meski demikian Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Directorate General of Foreign Trade/DGFT) Kementerian Perdagangan dan Perindustrian Federal India menyatakan pemerintah bakal mengizinkan ekspor atas permintaan negara-negara lain.
Sebelumnya, invasi Rusia-Ukraina di awal tahun membuat Ukraina sebagai produsen gandum menghentikan aktivitas ekspornya ke negara-negara di dunia. Hal itu memicu lonjakan harga gandum hingga saat ini.
Ditambah larangan ekspor oleh pemerintah India, menjadi sentimen kuat yang kemungkinan akan kembali mengatrol harga gandum. Hal tersebut tentunya juga akan mempengaruhi produk turunan gandum atau pangan olahan dari gandum.
"Terigu, roti, mi instan dan semua produk turunan (berbahan baku) gandum, pasti nanti akan berimbas ke sana," ujar Research Associate Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Dwi Andreas kepada MNC Portal Indonesia (MPI), Senin (16/5/2022).
Meski demikian, menurut Dwi hal tersebut kemungkinan tidak berdampak dalam waktu dekat. Pasalnya, stok gandum yang ada saat ini merupakan stok sisa yang masih ada dari pembelanjaan sebelumnya.
"Katakanlah yang sekarang ini masuk, itu sudah kontrak 6 bulan lalu, dengan harga 6 bulan yang lalu juga," terangnya.
"Kalau berbeda harganya, sudah tentu akan berdampak ke semua sektor yang terkait dengan gandum," imbuh Dwi.
Terkait pengaruhnya bagi Indonesia, dia menilai tidak akan terlalu signifikan. Pasalnya, India hanya salah satu dari beberapa negara asal impor gandum untuk Indonesia.
"Impor gandum dari India teramat kecil, impor gandum di Indonesia itu terbesar dari Australia, yang bahaya justru posisi kedua impor gandum dari Ukraina," tuturnya.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) itu menjelaskan, justru yang saat ini masih menjadi pengaruh besar terhadap stok gandum dalam negeri adalah konflik Rusia - Ukraina. Mengingat, Ukraina menjadi negara kedua terbesar yang memasok gandum untuk dalam negeri.
"Itu juga yang menyebabkan harga gandum dunia loncat tinggi juga, apalagi Ukraina praktis tidak bisa mengekspor gandum," bebernya.
Dengan adanya konflik kedua negara tersebut, membuat India saat ini menjadi alternatif pemasok gandum untuk Indonesia.
"Negara ini kan tidak punya stok gandum, jadi tidak ada peran negara, jadi ini market yang bakal berperan," tukasnya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menambahkan, larangan ekspor gandum bisa saja mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap produk olahan gandum, terutama ketika harga produk menjadi lebih mahal dari sebelumnya.
"Harga barang-barang pangan yang berbahan baku gandum akan melonjak naik. Inflasi yang sekarang sudah meningkat kemungkinan akan melonjak lebih tinggi," ujarnya.
Sebagai informasi, alasan pemerintah India melarang ekspor gandum adalah bagian dari langkah-langkah negara tersebut untuk mengendalikan kenaikan harga di dalam negeri.
Meski demikian Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Directorate General of Foreign Trade/DGFT) Kementerian Perdagangan dan Perindustrian Federal India menyatakan pemerintah bakal mengizinkan ekspor atas permintaan negara-negara lain.
(ind)