Puasa di Tengah Pandemi, Jadi Bisa Hemat saat Ramadhan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Meski tengah berpuasa, pengeluaran saat bulan Ramadhan konon lebih banyak dibanding biasanya. Itu semua terjadi karena masyarakat seringkali tidak terkendali saat membeli makanan berbuka dan stok berlebihan banyak untuk sahur.
Influencer Annissa Steviani menceritakan bagaimana dia dapat melakukan penghematan selama bulan puasa. Caranya sederhana saja, yakni belanja sesuai kebutuhan dan masak sendiri.
"Masak sendiri biar lebih irit karena makanan secara delivery kadang kita tidak memperhitungkan ongkirnya (ongkos kirim)," ungkap ibu satu anak ini.
Bagaimana saat pandemi seperti saat ini, bagi yang memang pendapatannya tidak terganggu seperti Annissa, inilah kesempatan untuk semakin berhemat. Pasalnya, kini tidak ada lagi buka puasa di luar rumah atau buka bersama teman-teman.
"Tidak ada lagi undangan buka puasa bareng. Kalau sekarang kan kita diam di rumah ya masak saja. Kondisi juga lebih tenang sekarang karena enggak diburu-buru waktu pulang kantor biar bisa buka puasa di rumah. Intinya, tidak jajan di luar," jelasnya.
Pengeluaran rutin setiap Lebaran pun ada yang dipangkas tahun ini. Seperti biaya mudik tidak ada, sehingga alokasi ini dapat menambah nilai investasi atau dana darurat.
"Masih tetap kirim ke orang tua, pengeluaran lain tidak ada lagi karena saya tidak beli baju baru saat lebaran. Kini hanya zakat dan sedekah yang menjadi prioritas pengeluaran," sambung perempuan yang juga seorang blogger parenting ini.
Bagi perencana keuangan Melvin Mumpuni, saat pandemi seperti saat ini banyak masyarakat yang dalam kondisi bertahan hidup, sehingga perlu mengetahui kebutuhan prioritas. Kemudian juga meningkatkan jumlah dana darurat ke kondisi normal atau menambah jumlah dana darurat.
Saat seperti ini, masyarakat juga harus mulai mengenal dana darurat, yakni dana yang dapat disimpan yang kemudian dapat dipakai saat kondisi sulit.
"Dana darurat yang disiapkan disimpan terpisah, misalnya di rekening lain dari kebutuhan sehari-hari. Bisa juga disimpan di reksa dana pasar uang. Logam mulia dan tabungan deposito juga dapat menjadi alternatif," jelasnya.
Jumlah dana darurat yang ideal adalah dibagi dalam tiga kondisi. Jika masih sendiri belum menikah, maka lebih baik memilih dana darurat 6 kali dari pengeluaran bulanan, sementara jika sudah menikah perlu dana darurat 9 kali pengeluaran. Sedangkan jika sudah dalam kondisi menikah dan memiliki anak. idealnya memiliki dana darurat 12 kali pengeluaran.
Menurutnya, jumlah dana antisipasi itu memang besar, apalagi saat kondisi pandemi yang tidak ada kepastian kapan akan berakhir. Belum lagi situasi ekonomi yang langsung membaik ketika pandemi berakhir.
Pendiri Finansialku.com ini pun membagikan kiat mengatur keuangan untuk sehari-hari dan menyimpannya untuk uang darurat. Dia mencontohkan pendapatan satu keluarga yang mencapai Rp 8 juta setiap bulannya.
Pertama, dahulukan pengeluaran kewajiban seperti zakat sebesar 2,5 persen. Investasi juga termasuk dana darurat dapat dialokasikan 20-30 pesen, kemudian membayar cicilan.
Melvin juga menyarankan untuk memiliki cicilan maksimal 35 persen dari pendapatan. Jika pendapatan itu Rp8 juta, berarti cicilan hanya boleh sebesar maksimal Rp2,8 juta.
"Saran saya, bagi mereka yang income-nya terganggu saat pandemi Covid-19 seperti ini, dia dapat menggunakan relaksasi kredit. Berlaku untuk KTA, KPR, leasing mobil dan motor," tuturnya.
Setelah itu dapat menganggarkan untuk asuransi 20 persen, sisanya untuk biaya hidup. Jika memang dirasa akan banyak pengeluaran, tetap berkomitmen untuk mengambil 50 perssen dari gaji untuk biaya hidup. Sisanya dapat dibagi untuk dana darurat dan cicilan. Misalnya, dengan gaji Rp8 juta, maka yang 50 persennya, yakni Rp4 juta, harus mampu memenuhi kebutuhan selama 30 hari.
Bagi mereka yang mengalami pengurangan pendapatan dan terdesak untuk memenuhi kebutuhan, sebaiknya dapat menggunakan tabungan. Sekalipun tabungan yang bukan untuk dana darurat, misalnya tabungan pendidikan anak. Bukan malah mengambil pinjaman ke bank. Bisa juga mengandalkan aset yang kita miliki untuk digadaikan atau dijual.
"Karena dalam kondisi pandemi seperti ini lagi-lagi dihadapkan pada ketidakpastian. Jika kita mengambil pinjaman, artinya harus ada yang dibayar dikemudian hari," sarannya
Menurut dia, memilih pinjaman itu malah terlalu berisiko. Jadi, lebih baik tabungan yang dialokasikan untuk tujuan keuangan lain sembari memikirkan strategi untuk menambah penghasilan dalam jangka pendek. (Ananda Nararya)
Influencer Annissa Steviani menceritakan bagaimana dia dapat melakukan penghematan selama bulan puasa. Caranya sederhana saja, yakni belanja sesuai kebutuhan dan masak sendiri.
"Masak sendiri biar lebih irit karena makanan secara delivery kadang kita tidak memperhitungkan ongkirnya (ongkos kirim)," ungkap ibu satu anak ini.
Bagaimana saat pandemi seperti saat ini, bagi yang memang pendapatannya tidak terganggu seperti Annissa, inilah kesempatan untuk semakin berhemat. Pasalnya, kini tidak ada lagi buka puasa di luar rumah atau buka bersama teman-teman.
"Tidak ada lagi undangan buka puasa bareng. Kalau sekarang kan kita diam di rumah ya masak saja. Kondisi juga lebih tenang sekarang karena enggak diburu-buru waktu pulang kantor biar bisa buka puasa di rumah. Intinya, tidak jajan di luar," jelasnya.
Pengeluaran rutin setiap Lebaran pun ada yang dipangkas tahun ini. Seperti biaya mudik tidak ada, sehingga alokasi ini dapat menambah nilai investasi atau dana darurat.
"Masih tetap kirim ke orang tua, pengeluaran lain tidak ada lagi karena saya tidak beli baju baru saat lebaran. Kini hanya zakat dan sedekah yang menjadi prioritas pengeluaran," sambung perempuan yang juga seorang blogger parenting ini.
Bagi perencana keuangan Melvin Mumpuni, saat pandemi seperti saat ini banyak masyarakat yang dalam kondisi bertahan hidup, sehingga perlu mengetahui kebutuhan prioritas. Kemudian juga meningkatkan jumlah dana darurat ke kondisi normal atau menambah jumlah dana darurat.
Saat seperti ini, masyarakat juga harus mulai mengenal dana darurat, yakni dana yang dapat disimpan yang kemudian dapat dipakai saat kondisi sulit.
"Dana darurat yang disiapkan disimpan terpisah, misalnya di rekening lain dari kebutuhan sehari-hari. Bisa juga disimpan di reksa dana pasar uang. Logam mulia dan tabungan deposito juga dapat menjadi alternatif," jelasnya.
Jumlah dana darurat yang ideal adalah dibagi dalam tiga kondisi. Jika masih sendiri belum menikah, maka lebih baik memilih dana darurat 6 kali dari pengeluaran bulanan, sementara jika sudah menikah perlu dana darurat 9 kali pengeluaran. Sedangkan jika sudah dalam kondisi menikah dan memiliki anak. idealnya memiliki dana darurat 12 kali pengeluaran.
Menurutnya, jumlah dana antisipasi itu memang besar, apalagi saat kondisi pandemi yang tidak ada kepastian kapan akan berakhir. Belum lagi situasi ekonomi yang langsung membaik ketika pandemi berakhir.
Pendiri Finansialku.com ini pun membagikan kiat mengatur keuangan untuk sehari-hari dan menyimpannya untuk uang darurat. Dia mencontohkan pendapatan satu keluarga yang mencapai Rp 8 juta setiap bulannya.
Pertama, dahulukan pengeluaran kewajiban seperti zakat sebesar 2,5 persen. Investasi juga termasuk dana darurat dapat dialokasikan 20-30 pesen, kemudian membayar cicilan.
Melvin juga menyarankan untuk memiliki cicilan maksimal 35 persen dari pendapatan. Jika pendapatan itu Rp8 juta, berarti cicilan hanya boleh sebesar maksimal Rp2,8 juta.
"Saran saya, bagi mereka yang income-nya terganggu saat pandemi Covid-19 seperti ini, dia dapat menggunakan relaksasi kredit. Berlaku untuk KTA, KPR, leasing mobil dan motor," tuturnya.
Setelah itu dapat menganggarkan untuk asuransi 20 persen, sisanya untuk biaya hidup. Jika memang dirasa akan banyak pengeluaran, tetap berkomitmen untuk mengambil 50 perssen dari gaji untuk biaya hidup. Sisanya dapat dibagi untuk dana darurat dan cicilan. Misalnya, dengan gaji Rp8 juta, maka yang 50 persennya, yakni Rp4 juta, harus mampu memenuhi kebutuhan selama 30 hari.
Bagi mereka yang mengalami pengurangan pendapatan dan terdesak untuk memenuhi kebutuhan, sebaiknya dapat menggunakan tabungan. Sekalipun tabungan yang bukan untuk dana darurat, misalnya tabungan pendidikan anak. Bukan malah mengambil pinjaman ke bank. Bisa juga mengandalkan aset yang kita miliki untuk digadaikan atau dijual.
"Karena dalam kondisi pandemi seperti ini lagi-lagi dihadapkan pada ketidakpastian. Jika kita mengambil pinjaman, artinya harus ada yang dibayar dikemudian hari," sarannya
Menurut dia, memilih pinjaman itu malah terlalu berisiko. Jadi, lebih baik tabungan yang dialokasikan untuk tujuan keuangan lain sembari memikirkan strategi untuk menambah penghasilan dalam jangka pendek. (Ananda Nararya)
(ysw)